Budaya Sunda Jalan Setapak di Sawah
Hari Sabtu lalu melalui acara rutin pertemuan para budayawan Sunda yang dikelola oleh Ibu Elita dari Bandung Bersama sahabat beliau para pemerhati budaya Sunda dari seluruh Indonesia dibahas isu tentang jalan stapak di pematang sawah.
Kami sadar bahwa buadya Sunda atau Jawa sawah-sawah penuh dengan jalan setapak yang jadi memisah milik Sebagian sawah pada seseorang, mungkin tadinya asal dari sawah ukuran besar yang dibagi sebagai warisan kepada anak-anaknya, atau karena alasan tertentu ukurannya memang kecil dan dipisah dengan “galengan” atau “pematang” sebagai jalan setapak.
Lama kelamaan karena turun menurun jumlah jalan setaoak itu bertambah benyak dan akhirnya penggarapan sawahnya menjadi tidak lagi efisien.
Karena itu kami usulkan bahwa budaya jalan setapak itu diubah lebih modern yaitu bahwa pemilikan sawah bisa mwnjadi pemilik bersama, diolah bersma dan hasilnya untuk bersama. Dalam situasi modern bisa disebut sebagai koperasi, ada pengurusnya dan system bagi hasilnya sehingga setiap bagian tidak perlu ada halan setapak sabagai batasan dan sawahnya lebih lebar bisa digarap kebih efisien. Budaya gotong royong diperkuat tetapi sawah tidak perlu dipisah pisah dengan jalan setapak. Semoga kerja sama gotong royong makin mrmbudaya.