Berziarah ke Makam Kakek dan Nenek di Pacitan

Semalam menjelang subuh kami bermimpi bersama anak-anak Ria Indrastuty, suaminya mas Triadi, dr. Rina dan suaminya mas Rudi, dikawal Mas Teguh dan Mas Bibit, berangkat ke Pacitan dengan acara khusus berziarah ke Makam Kakek Nenek Wiryosentono, serta Bapak Alimuso dan Ibu Siti Padmirah yang menikmati istirahatnya di Makam yang indah di Puncak bukit di Banjarsari, Pacitan.

Sampai di Pacitan setelah istirahat sejenak di rumah pemberdayaan Siti Padmirah di Pucangsewu bersama Ibu Sulih pembina PAUD kami langsung berangkat ke Lokasi Makam di Banjarsari. Kami tempuh perjalanan melalui jalan mulus ke Pasar Besar di Arjawinangun. Setelah itu kita harus lewat jalan kampung yang aspalnya tidak terlalu mulus tetapi cukup rata tidak harus turun dari mobil. Jalan itu belum sempat diaspal halus biarpun Pacitan pernah menghasilkan seorang Presiden SBY dan Menko Kesra Haryono Suyono, menuju lokasi Makam di Banjarsari.

Sampai di lokasi, karena pak Haryono, dalam usia 85 tahun dan kakinya goyang kalau berjalan sehingga tidak mampu naik tangga ke puncak bukit, maka beliau pilih menuju ke pondok dibawah yang aslinya sejak Kompleks Makam dibangun, disiapkan untuk istirahat makan setelah naik turun bukit, sekarang di fungsikan untuk berdoa bagi kerabat lansia yang tidak mampu naik turun bukit yang terjal menuju makam di puncak bukit.

Setelah dari makam kami menuju kerumah anak dan cucu-cucu kakak kami almarhum mas Bolawi yang bertahun-tahun menjabat sebagai Kepala  Desa. Di rumah itu kami bertemu dengan cucu mas bolawi yang sudah dewasa. Satu orang tetap tinggal di Banjarsari dan adiknya merantau belajar di Jakarta melanjutkan studi, mempelajari kehidupan masyarakat di kampung-kampung Jakarta sambil belajar dan setiap tahun “mengimpor sapi dan kambing”  dari kampung halaman untuk penduduk Jakarta guna keperluan ibadah Idul Korban.

Pengalaman itu menjadi mimpi indah baginya alangkah bahagianya kalau anak muda ini bisa melanjutkan pekerjaan bapaknya sebagai lurah atau Kepala Desa di Desa yang tetap dicinatainya. Pengalaman di Jakarta bisa menjadi modal pemberdayaan penduduk desanya yang sanggup memenuhi kebutuhan masyarakat kota seoerti Jakarta agar hidupnya jauh lebih baik. Anak muda ini sangat paham kebutuhan masyarakat kota seperti Jakarta yang mudah dipenuhi oleh masyarakat Desa seperti Kampungnya Desa Banjarsari dengan kerja keras yang continue dan konsisten dengan mutu yang tetap memenuhi selera pemakainya orang kota.

Dalam mimpi yang nikmat karena kita pulang kampung dan ziarah, secara khusus anak-anak muda putra putri kami ingin menghibur bapaknya untuk keliling beberapa sudut pantai yang konon kini menjadi incaran turis dalam negeri dan manca negara. Kita diajak melihat suatu pantai yang dikelilingi sungai yang bisa dilayari ke hulu dengan menumpang perahu kecil yang dikemudikan oleh pemiliknya dengan nyaman menikmati pemandangan pinggir sungai yang rindang dan indah seakan tidak pernah diusik umat manusia.

Atau kita nongkrong di pinggir pantai seperti anak-anak muda dalam sinetron Korea yang menghabiskan waktu berduanya di pinggir pantai ngobrol diam-diam menikmati deburan ombak dan deburan hati yang dilampiaskan dengan dekapan mesra tidak ada bandingan kenikmatan dan tidak akan terasa lamanya karena waktu dihabiskan berdua saja seakan dunia ini hanya milik berdua.

Begitu terlena tiba tiba gelombang laut yang menyisir ke pantai cukup panjang sehingga membasahi kaki dan celana sehingga kita terbangun, kaget ternyata hanya mimpi pulang kampung. Kami masih tidur nyenyak ditempat tidur ditemani mas Teguh yang berada di tempat tidur lain dibawah kami. Luar biasa kami kangen tanah air, kakek, nenek, bapak dan ibu yang sedang menikmati kehdupan nyaman disisi Allah yang Maha Pengasih. Aamiin YRA.  

Haryono SuyonoComment