Makam Kakek , Nenek, Bapak dan Ibu terawat Baik

Kemarin hari Minggu kami kedatangan dua orang anak-anak kakak kami almarhum mas  Bolawi dan isterinya mbak Rusmiati yang semasa hidupnya menjadi Kepala Desa di Banjarsari di Pacitan. Mas Bowo dan mas Pur membawa anaknya Dina yang cantik dan berkulit putih seperti kakak kami Rusmiyati yang menjadi isteri Mas Bolawi yang semasa hidupnya sangat rajin. mBak Rus tidak saja sebagai Ketua PKK di Desa seperti umumnya isteri Kepala Desa, tetapi “mewarisi sifat” ibu kami sebagai “pedagang” yang “menjual aneka produk” hasil masyarakat setempat. Bahkan mBak Rus berjualan sampai ke Solo dan membeli “produk modern” dari Solo dijual kepada masyarakat luas di desanya.

Kedua anak-anak Mas Bolawi yang kebetulan di Kampungnya kita dirikan Komplek Makam Kakek dan Nenek Wiryosentono, pujaan dan Guru Ngaji penduduk di Kampung Ngampo, Banjarsari, Pacitan di masa lalu sehingga oleh Belanda kampungnya dianggap daerah perdikan dan bebas pajak, melaporkan bahwa Kompleks itu terawat dengan baik.

makam Ibu Astuty di Makam Pahlawan Kalibata

Kompleks Makam tersebut dibangun semasa kami menjabat Kepala BKKBN sejak tahun 1983 dengan Pimpinan pembangunan oleh pak Sudjono (alm) salah satu pegawai BKKBN Pusat diatas bukit yang indah. Dari halaman kompleks makam bisa melihat hampir seluruh kampung di Ngampo tempat Kakek kami mBah Wiryosentono bermukim dan menghabiskan waktu hidupnya mengabdi untuk agama, mengajar ngaji dan lainnya, kepada keluarga-keluarga di Desanya. Karena itu selama jaman Belanda Desanya bebas dari pajak dan disebut daerah Perdikan.

Kakek dan nenek adalah seorang “guru yang modern dan bijaksana” sehingga tiga orang anak perempuannya dinikahkan kepada “kaum inteleksual yaitu  guru SD” semuanya.

Satu anak perempuan yang paling tua diambil oleh “pemuda jagoan” yang disegani di kampungnya. Karena itu anak-anaknya tidak disekolahkan sampai pendidikan tinggi.

Cucunya dari tiga orang anaknya yang dinikahkan kepada guru, karena dinikahkan kepada guru-guru SD yang pada waktu itu tergolong paling modern, berwibawa pada jamannya, begitu lahir tidak diberi nama yang ada hubungannya dengan agama, tetapi nama-nma modern tanpa Muhammad atau yang semacamnya. Lebih dari itu anak-anak itu, termasuk kami dan adik-adik, disekolahkan sampai ke tingkat Pendidikan Sarjana di luar kota Pacitan.

Kedua cucu dan isterinya yang dating ke rumah, lupa tidak kita catat namanya, melaporkan bahwa salah satunya akan mantu akhir bulan Juli nanti di Pacitan. Mengetahui bahwa kami duduk diatas kursi roda, kami diminta doa restunya tetapi tidak diundang ke Pacitan. Adiknya yang ngganteng, kepingin mencalonkan diri sebagai Kepala Desa pada pilihan Kepala Desa yang akan datang, mewarisi kedudukan Kepala Desa yang pernah disandang Bapak dan kakeknya di masa lampau. Semoga mendapat simpati rakyat dan cita-citanya terkabul. Setidaknya rumah tinggalan bapaknya yang berbentuk seperti ruang pertemuan sudah cocok untuk Kantor Kepala Desa. Semoga mendapat kepercayaan rakyat di Desanya dan terpilih jadi Kepala Desa melanjutkan cita-cita bapak dan kakeknya mengabdi kepada rakyat di Desanya.

Haryono SuyonoComment