Cicit Kami sudah Menjadi Dokter

Sejak tahun 1954 pada waktu kami masuk SMA di Yogyakarta, cita-cita yang terlukis dalam pikiran adalah masuk Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada yang sangat terkenal.   Oleh karena itu kami belajar sungguh-sungguh agar lulus ujian akhir SMA dengan baik. Begitu lulus dengan nilai yang baik kami mendaftar dan diterima pada Fakultas Kedokteran Gajah Mada dengan lamcar.

Karena merupakan pelaksanaan cita-cita pada waktu menjadi mahasiswa “kami menurut” saja digunduli oleh para senior yang untuk pertama kali sebagai mahasiswa baru pada acara perpeloncoan mahasiswa diperlakukan oleh para senior sepuas mereka tanpa ada pembelanya. Hati kami berbunga-bunga karena bisa lolos pada acara pendadaran yang dewasa ini, termasuk “berenang pada lantai penuh kotoran” yang pasti dinilai “sangat kejam” untuk ukuran dewasa ini.

Sesudah itu kuliah dan praktikum berjalan lancar dengan obyek mmpelajari katak, kelinci dan obyek binatang serta tumbuhan lain yang dipandang bernyawa, termasuk kuliah yang sangat populer “imu kimia” yang harus diikuti semua mahasiswa.

Kuliah ini merupakan satu-satunya yang kami tidak pernah lulus karena tidak sanggup menghafal rumus vitamin yang relative sulit dan tidak bisa di tawar kecuali harus kembali mengambil ujian tiga bulan lagi sejak tidak lulus pada ujian pertama. Dan duakali ujian kami tidak juga lolos karena hafalan yang tidak tuntas. Padahal dosennya kalau mengajar tidak pernah melihat nahasiswa kecuali melihat papan tulis yang beliau tulisi hafalan rumus-rumus kimia yang sering dikeluarkan dalam ujian akhir.

Gara-gara tidak lulus itu yang juga tergoda cinta yang putus di tengah jalan, kami terpaksa pindah ke Jakarta larena tidak bisa melanjutkan dalam bidang kedokteran tetapi pindah ke Akademi Ilmu Statistik (AIS) dengan system yang menjamin bahwa selama kuliah tiga tahun bisa menjadi  Sarjana siap kerja.

Cita-cita menjadi dokter tidak pernah punah tetapi tetap menyala karena kekaguman menolong orang lain dalam penderitaan.

Cita-cita ini di dukung Pendidikan tinggi di Universutas Chicago yang mengantar pengabdian selanjutnya dalam bidang Kependudukan dan KB. Karena itu sekembali dari Chicago kami sengaja ke Fakultas Kedokteran Gajah Mada yang tidak meloloskan kami di Fakultas Kedokteran  mencari dosen yang tidak meloloskan kami menjadi dokter.

Tenyata beliau sudah almarhum sehingga kami berdoa syukur bahwa berkat beliau tidak loloskan kami akhirnya kami  bisa menjadi Doktor dalam bidang Sosiologi untuk Spesialisasi Bidang Perubahan Sosial.

Cita-cita menjadi dokter tidak pernah lenyap sehingga sebagai Deputy dan Kepala BKKBN selama duapuluh tujuh tahun, sepuluh tahun sebagai Deputy dan tujuh belas tahun sebagai Kepala, kami sangat erat hubungannya dengan para  dokter di seluruh Indonesia.

Tatkala Ibu Haryono sakit, Ananda Rina ditugasi mendampingi ibunya bertemu dan melayani para dokter di Singapura. Biarpun di Amerika telah mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi dianggap memiliki kemampuan Bahasa Inggris paling lancar dan mampu menyerap pesan-pesan dokter yang melayani ibunya.

Kebiasaan melayani dokter spesialis itu membuat Ananda Rina Mardiana tertarik kuliah lagi di Fakultas Kedokteran. Dengan system penerimaan khusus akhirnya Rina kuliah di Fakultas Kdokteran Universitas Muhammadiyah dan mampu dengan lancar mengikuti kuliah sampai akhirnya menjadi dokter Rina Mardiana. Akhirnya kami memiliki anak yang menjadi dokter dan menlanjutkan perawatan untuk ibunya dan bapaknya sampai dewasa ini. Bapaknya urus dokter dalam program KB dari seluruh Indonesia, anaknya akhirnya menjadi dokter.. Setelah itu Cucu jani Bima Wiryono sudah pada Semester keenam Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga di Surabaya.

Rupanya bukan saja anak dab cucu yang menjadi dokter, cucit dari Saudara yang neneknya sama, atau cicit kami, beberapa tahun lalu karena orang tuanya betugas sebagai polisi di Bali, anak mereka yang pertama tujuh tahun lalu masuk Fakultas Kedokteran Universitas Udayana. Hari ini telah diwisuda menjadi seorang dokter. Jadi kami yelah memiliki seorang cicit yang jadi dokter, yaitu dr. Vania ulusan Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.

Konon dr Vania yang namanya diambil Bapaknya yang brrtugas sebagai Polisi PBB itu ngin melanjutkan S2 dalam Ilmu Penyakit Kulit pada Fakultas Kedokteran Universiras Airlangga di Surabaya. Semoga cita-citanya mendapat Ridho dari Tuhan Yang Maha Kuasa dan terkabulkan.

Dewasa ini keadaan dr. Vania yang mendapat nama berbau Negara Slofakia dimana bapaknya pernah ditugaskan di luar negeri, sebagai Polisi PBB itu sebagai seorang dokter kemarin berkunjung ke rumah kami di Jalan Perdatam dan kami doakan semoga  mendapat berkah dari Tuhan Yang Maha Kuasa, aamiin YRA.      

Haryono SuyonoComment