Turunnya Wahyu Makutharomo
Setiap ada Wahyu akan diturunkan kepada seseorang yang dianggap berhak di bumi selalu ada “Pengumuman” atau “wangsit” yang disebar luas ke bumi kepada siapa saja yang dianggap berminat. Konon kalangan Dewa akan menurunkan Wahyu Makutharomo sebagai persiapan pembekalan bagi seseorang yang diharapkan akan memimpin dunia di masa yang akan datang.
Seperti biasa turunnya wahyu ini disebar juga ke seluruh penjuru dunia sebagai “wangsit” atau “mimpi” yang bisa datang kepada siapa saja agar yang berminat bisa ikut bertanding dengan melakukan “tapa brata” atau “prihatin” melakukan berbagai usaha mempersiapkan syarat-syarat guna mendapatkan wahyu tersebut.
Konon untuk wahyu Makutaromo yang akan diturunkan tersebut “beritanya” telah disebar luas sehingga Raja Suyudono dari Astina telah mendapat wangsit atau mimpi datangnya Wahyu tersebut bahkan mendapat bisikan dalam mimpi melalui siapa Wahyu itu akan diturunkan. Konon pesan kepada Raja Suyudono adalah bahwa Wahyu tersebut akan diturunkan melalui Begawan Kesowo Sidi di Pesanggrahan Kota Runggu.
Seperti biasa Raja Suyudono tidak pergi sendiri berusaha mendapatkan Wahyu tetapi mengutus Panglima perangnya Adipati Karno didampingi Patih Sengkuni, Begawan Durna, Raden Burisrawa dan anak Pendita Durna Raden Aswatomo. Seperti biasa Adipati Karno berangkat biarpun dengan setengah hati, begitu juga Patih Sengkuni atau Pendito Durna yang umumnya menghendaki agar Raja Suyudono berangkat sendiri mengadakan kunjungan kehormatan pada utusan Dewa Begawan Kesowo Sidi.
Nun di Pesanggrahan Begawan Kesowo Sidi dikawal dua orang cantrik pengawal yaitu Raden Anoman dan Begawan Maenaka. Kepada dua orang pengawal itu dipesan agar setiap orang yang bermaksud menghadap kepada Sang Begawan tidak boleh membawa senjata apapun juga.
Konon utusan dari Astina tersebut berhadapan dengan para pengawal tetapi bersikukuh tidak mau menyerahkan senjatanya sebelum menghadap sehingga pecah peperangan antara rombongan tamu dan para pengawal. Para tamu Korawa kocar kacir dan senjata mereka berhasil dilucuti oleh Anoman dan Sang Begawan pengawal, termasuk panah pusaka Pasopati milik Adipati Karno. Sang Adipati yang setengah mau menjadi utusan marah besar dan malu karena panah pusakanya terampas sehingga “beliau ngambek” dan ingin Kembali ke Kadipatennya saja.
Kejadian itu dilaporkan kepada Begawan termasuk panah pusaka Adipati Karno diserahkan kepada Sang Begawan. KaRENA Anoman tidak ingin memiliki panah pusaka iyu, mka panah pusaka itu supaya dikembalikan kepada pemiliknya karena Anoman tidak tertarik memiliki pusaka sakti itu.
Pada pertemuan itu Anoman mendapat perintah mencari Janaka agar dihadapkan pada Sang Begawan secepatnya.
Akhirnya Janaka ditemukan dan segera dihadapkan pada Sang Begawan guna mendapatkan hadiah pemberian anugerah Wahyu Makutharomo sehingga keturunan Aryuna di kemudian hari dipersiapkan menjadi raja di tanah Jawa yang luas.
Pada saat diserahkannya Wahyu tersebut Arjuna ditawari juga senjata sakti milik Adipati Karna tetapi Arjun yang merupakan saudara sama ibu dengan Adipati Karno menolak. Akhirnya Arjuna ditugasi mengembalikan pusaka Adipati Karno itu kepada pemiliknya.
Pada pertemuan berikutnya dengan sangat terharu Adipati Karno menerima pusaka andalannya dari Arjuna yang dalam Perang Barata Yudha menjadi lawannya yang Tangguh. Dengan sikap Arjuna itu Adipati Karno tidak mencoba berebut Wahyu karena Arjuna dianggap memenuhi syarat memiliki Wahyu.
Raden Werkudara merasa iri kenapa Arjuna yang diberi wahyu akhirnya mendapat penghargaan dari roh kakak Raja Alengko yang dibunuhnya dan “kekuatannya masuk ke tangan kanan” Raden Werkudara. Dengan demikian kepemilikan Wahyu itu tidak ada lagi yang mengganggu gugat. Pada waktunya keturunan Arjuna akan menjadi Raja di Astina setelah Perang Barata Yudha Jaya Binangun.