Bantuan Konsumsi vs Pemberdayaan

Apabila ada kesulitan biasanya muncul gagasan untuk memberi “bantuan” agar persoalan bisa diselesaikan. Apabila belum dapat diselesaikan, maka batuan itu berlangsung terus. Karena itu bantuan bisa bersifat sementara atau lebih bersifat “permanen”, utamanya kalau keadaan darurat itu berkelanjutan atau permanen.

Sering terjadi tanpa melihat apakah suatu gangguan keadaan bersifat permanen atau tidak, suatu bentuk bantuan akan tetap dianggap seperti bantuan bersifat permanen sampai ada perubahan yang dinyatakan valid.

Ada harapan bahwa setiap bantuan prtlu dianggap sebagai bantuan yang bisa bermuka dua yaitu bantuan yang bersifat “emergency” atau bantuan yang bersifat sangat urgen untuk mengatasi masalah yang sangat parah sehingga gunanya adalah bantuan itu sesegera mungkin. Bantuan itu perlu segera dilaksanakan guna mengatasi masalah yang ada, jadi bantuannya bersifar konsuntif atau segera bisa digunakan dan habis pakai.

Tetapi apabila bantuan itu tidak hanya sekali pakai, maka akan indah sekali kalau bantuan itu memiliki “double guna” yaitu untuk segera dipakai dan bantuan yang bisa menghasilkan sumber baru untuk menghasilkan bantuan baru untuk keperluan masa depan.

Anggapan itu mengarahkan setiap banuan sebagai bagiann dari wujud suatu proses pemberdayaan yang menghasilkan sumber bantuan baru untuk masa depan. Proses itu memungkinkan setiap bantuan memperpanjang usianya karena kebutuhan masa depan.

Karena krebutuhan masa depan selalu ada maka sebaiknya srtiap jenis bantuan darahkan sebagai bantuan dengan tujuan ganda atau bantuan bermata dua, yaitu segera menyelesaikan masalah sesegera mungkin dan bantuan guna mempersiapkan produk baru untuk persiapan pengembangan masa depan atau penyelesaian lanjutan menuju kondisi baru yang lebih baik tanpa perlu bantuan lagi untuk melanjutkan pertumbuhan atau memelihara hidupnya.

Prinsip bantuan bermata dua ini perlu disadari oleh pemberi bantuan karena setiap merancang suatu bentuk bantuan biasanya dibayangi latar belakangi kondisi yang rawan sehingga pikiran pemberi bantuan adalah mewujudkan bantuan permanen tanpa unsur pemberdayaan untuk masa depan shungga pemberi bantuan akan tergoda dengan kewajiban memberi bantuan swepanjang masa atau membuat kondisi sangat labil karena butuh bantuan sepanjang masa.

Karena itu setiap bantuan perlu bermata ganda, untuk sesegra mungkin menolong kondisi yang sangat parahb sekaligus menggunakan bantuan itu untuk mendukung proses [emberdayaan biarpun harus dilakukan dengan pengorbanan atau penghematan dalam penyelesaian masalah masa kini. Semoga.

Haryono SuyonoComment