Bangladesh Tanpa Visa
Mendarat di Bandara Internasional Shahjalal Dhaka Bangladesh, langsung berjalan memasuki area imigrasi untuk pemeriksaan dan keluar bandara. Saya sudah mengetahui sebagai pemegang paspor Indonesia (WNI) sudah tidak perlu lagi harus mengajukan visa Bangladesh di Jakarta, cukup dengan proses visa on arrival, tanpa harus melakukan pembayaran (gratis). Namun saya lupa untuk visa on arrival imigrasi Bangladesh memerlukan bukti cetak akomodasi (hotel) dan tiket kembali ke Tanah Air. Saya tidak mencetaknya sewaktu di Tanah Air, saya kira bisa hanya diperlihatkan melalui smart phone, seperti jika kita masuk ke sesama negara ASEAN, itupun jika diperlukan. Petugas imigrasi perlu print (cetak) dokumen, petugas minta saya mencetak dulu.
Saya kemudian ke area kedatangan, masih di dalam bandara, ternyata memang ada kios photo copy dan cetak (print) dokumen. Hari masih dini hari, sekitar pukul 6 pagi, namun banyak kios sudah buka, kelihatannya buka 24 jam. Bukti booking akomodasi dan tiket pulang-pun kemudian dicetak, dengan harga satu dolar Amerika.
Saya minta maaf ke petugas imigrasi, selanjutnya saya mengisi formulir kedatangan. Petugas melayani dengan ramah, kemudian memberikan cap imigrasi Bangladesh, sebagai bukti ijin masuk ke negara ini.
Masih di dalam Bandara saya memesan taksi, harganya 1000 Taka, uang Bangladesh, sekitar 10 dolar Amerika. Saya diantar petugas travel ke area parkir menemui sopir yang masih ngantuk, karena baru bangun (tidur di mobil). Hotel yang berlokasi di kawasan Gulshan, di tengah kota dapat dicapai kurang lebih 45 menit, tidak terlalu jauh ternyata. Jalanan kosong karena masih pagi. Sopir berbahasa Inggris dengan cukup baik, sekurang-kurangnya bisa dimengerti, seperti umumnya sopir-sopir taksi di negara-negara bekas jajahan Inggris.
Uniknya sopir taksi memakai sarung. Ternyata sarung dipakai secara luas dalam aktifitas keseharian dan pekerjaan, bahkan para penarik rickshaw (becak) yang luar biasa banyak jumlahnya di Dhaka ini, umumnya mengenakan sarung.
Bangladesh semula merupakan bagian dari India. Kemudian memisahkan diri dan bergabung dengan Pakistan, yang mayoritas penduduknya Muslim, menjadi Pakistan Timur. Selanjutnya, Pakistan Timur, kemudian disebut Bangladesh, memerdekakan diri pada tahun 1971 dibawah kepemimpinan Syekh Mujibur Rahman menjadi negara Bangladesh yang berdaulat penuh.
Teman-teman di Indonesia bilang ngapain ke Bangladesh, tidak ada yang bagus atau seru untuk dilihat. Tapi bagi saya mengenal negara lain sebanyak mungkin menjadi tujuan utama. Sehingga prioritas yang harus dilihat dalam kunjungan saya adalah musium, pasar, kondisi kota, jalanan, tempat-tempat ibadah dan situs-situs peninggalan kuno yang menjadi bagian dari sejarah lahirnya negara ini.
Setiap bangsa tentu mempunyai keunikannya masing-masing, ini bagian dari keberagaman budaya yang perlu dihayati dan disyukuri. Ajaran Islam menyampaikan tidak ada ras atau bangsa yang lebih tinggi atau lebih rendah kedudukannya di mata Allah. Menunjukkan persamaan perlakuan dan kedudukan terhadap perbedaan ras dan bangsa. Yang jelas manusia yang paling mulia dalam Islam adalah yang bisa bermanfaat bagi manusia lain dan alam semesta. Bangladesh ini juga bangsa yang memiliki keunikannya sendiri, negara yang sedang membangun dengan keras atas ketertinggalannya dengan bangsa-bangsa lain.
Potret negara berkembang sudah bisa dibayangkan: kawasan-kawasan kumuh, kemiskinan, jurang yang lebar antara kaya-miskin, ketertinggalan pendidikan. Namun rakyat Bangladesh merupakan orang-orang yang ramah, sederhana dan pekerja keras.
Jadi kedatangan ke Bangladesh bukan untuk wisata, tapi belajar mengenai kehidupan suatu bangsa, yang sedang berjuang atas ketertinggalannya dibandingkan bangsa lain. Masyarakat Bangladesh umumnya bergama Islam, tapi bukan negara Islam. Pemeluk agama lain sangat dihormati, seperti Kristen, Hindu dan Budha. Hidup berdampingan.
Bangladesh memiliki tatanan kehidupan yang unik, khas sebagai bagian dari keragaman budaya global, termasuk seni, pakaian dan makanan.
(Aam Bastaman - Pelancong. Dosen di Univ. Trilogi).