Penutupan Workshop Internasional  bernuansa Indonesia

Akhir Summer 1972 Workshop Internasional yang kesepuluh yang diselenggarakan oleh Community Study Center (CFSC) Universitas Chicago akan berakhir. Kami bersama Panitia sibuk mempersiapkan acara penutupan dengan mengundang para instruktur dan Lembaga-lembaga yang memiliki minat  dalam bidang Kependudukan dan KB. Konsultasi kami dengan Ptof Dr Donald Bogue yang masih keliling dibeberapa negara, beliau menyerahkan penyelenggaraan acara itu kepada kami dan kawan-kawan yang bekerja pada kantor CFSC. Akhirnya setelah di rapatkan acaranya adalah dinner dengan mengundang Lembaga-lembaga yang berminat dalam bidang kependudukan dan KB di Amerika Serikat dan suatu tarian cuplikan perang antara Janaka dan Buta Cakil.

Pada acara Workshop kali ini utusan Indonesia diwakili oleh beberpa tokoh penting seperti dr. Ida Sukaman, Sekretaris BKKBN, Ibu Sugeng Supari,isteri seorang dokter ahli kandungan sekaligus Deputy BKKBN, dr. Tan yang ramah dari Karanganyar, Ibu Oemiyati Jayanegara dan Bapak Suparto tokoh Masyarakat. Ibu Sugeng Supari yang lebih kecil dari ibu-ibu lainnya dan lincah kita tawari peran sebagai Raden Janaka. Setelah Latihan dua kali ibu Sugeng menyerah tidak sanggup menjadi Janaka karena sama sekali tidak pernah ikut Latihan menari di tanah air.

Pilihan jatuh kepada Ibu Ida dengan badab yang lebih tinggi dan besar yang spontan sanggup demi rombongan Indonesia serta ikut Latihan dengan rajin untuk berperan sebagai Raden Janaka. Pelatihan itu berat karena menurut pengalaman pak Haryono Suyono petikan adegan itu bisa memakan waktu setengah jam.

Tetapi setelah rekaman dan seragam wayang datang dari Kedutaan RI di Washington, rupanya petikan wayang itu hanya berlangsung selama tujuh menit saja. Pola Latihan berubah total dan dalam tujuh menit itu kita akan sajikan bagian drama penting sampai Buta Cakil mati ditusuk keris sendiri yang direbut oleh Janaka sewaktu pertempuran yang sengit. Saya sendiri belum pernah memainkan pran Buta Cakil tetapi menguasai dasar-dasar tarian perangnya.

Malam pesta Ulang Tahun kesepuluh itu datang dengan tamu-tamunya yang membludag karena peserta dari Amerika ingin berbicara dengan pemimpin KB dari 55 negara sangat menarik bagi mitra-mitra Lembaga Kependudukan KB di Amerika. Mereka berbicara dari meja ke meja seakan merundingkan Kerjasama antar negara. 

Setelah selesai makan malam, segera disajikan acara tarian Buta Cakil dan Janaka. Kami dan Ibu Dr Ida Sukaman, isteri Dokter Sukaman ahli penyakit jantung yang terkenal (sekarang sudah almarhum), [ada masa itu  adalah Sekretaris BKKBN, siap duduk bersila di panggung. Dr Tan dari Karang Anyar Solo bertanggung jawab memutar tape gamelan yang mengiringi tarian yang akan diajikan dan merupakan satu-satunya hiburan bagi  ratusan tamu ahli KB dan kependudukan dari dunia tersebut.

Tarian yang diawali dengan lengking gamelan yang langsung bernuansa “sampak” atau “lagu perang” itu mengundang minat para penonton yang beramai-ramai mendekati panggung menutupi para pemain dan konsentrasi mendengarkan bunyi irama gamelan. Pada waktu itu Dr Tan tidak membawa keprak yang bunyinya menandai perpindahan dari satu adegan ke adegan berikutnya.

Setelah Buta Cakil berputar-[utar beberapa kali dan mulai merasa tiba waktunya akan mencapka keris kepada Arjuna, dr Tan dari balik layat berteriak “durung ….durung ….” (artinya belum wakttunya) menandai bahwa Buta Cakil akan ditusuk Raden Janaka, rebah mati dan pertujukan berakhir. Mendengar teriakan “durung …durung” Sang Cakil berkeliling panggung lagi dan siap menikam Raden Janaka yang dengan cekatan menyambut keris ditusukkan pada Buta Cakil yang rebah tidak bangun lagi.

Drama penusukan dan jatuhnya Buta Cakili tu diabadikan oleh para tamu yang merasa puas dengan selingan pertunjukkan wayang dari Indonesia biarpun hanya tujuh menit. Tetapi bagi pemain tujuh menit itu sudah banyak mengucurkan keringat karena bunyi gamelan dihalangi oleh penonton yang menghalangi speaker dimuka panggung. Suatu malam kenangan yang sukses sehingga pagi harinya tatkala para peserta satu demi satu Kembali ke tanah airnya,  selalu memuji dengan acungan jempol kepada Co Directornya dalam Workshop yang ternyata dianggap pandai menari.

Haryono SuyonoComment