Melepas Rindu kepada Anak semata Wayang

Satu minggu setelah bulan Ramadhan dimulai, salah seorang pembantu muda kami, yang biasa membantu menempatkan diri pada tempat tidur, Teguh, pamit mau pulang kampung ke Brebes rindu pada seorang anaknya yang baru berusia sedikit di atas dua tahun. Ditanya apa tidak kangen pada ibunya, dijawabnya dengan senyum penuh arti.

dr. Rina dan suaminya Rudi serta Bibid  menggantikan fungsi Teguh dan pembantu lainnya. Teguh tidak sendirian bekerja di Jakarta. Ayahnya lebih dulu pergi ke Jakarta bersama adiknya. Teguh, setelah anaknya lahir dan berusia lebih dua tahun menyusul pergi ke Jakarta dan bekerja pada HSC memelihara Kebun serta beberapa burung piaraan yang perlu sentuhan tangan. manusia. Adiknya bekerja di daerah kumuh dengan fasilitas pondokan, sekedar untuk tidur di malam hari, sungguh suatu kondisi yang sangat prihatin.

 

Teguh seperti juga Bibit tidak sendirian bekerja di rumah, tugasnya termasuk memotret tamu-tamu kami sebagai kenangan. Ayahnya lebih dulu pergi ke Jakarta bersama adiknya. Teguh, setelah anaknya lahir dan berusia lebih dua tahun menyusul pergi ke Jakarta dan bekerja pada HSC memelihara Kebun serta beberapa burung piaraan yang perlu dengan sentuhan angan manusia. Adiknya bekerja di daerah kumuh dengan fasilitas pondokan, sekedar untuk tidur di malam hari, sungguh suatu kondisi yang sangat prihatin.

 

 Teguh merasa beruntung bekerja di daerah yang tidak banjir seperti tempat kerja adiknya. Karena itu dia sayang tidak mau kehilangan pekerjaannya. Dia berjanji untuk kembali jadi petani kota membantu nas Fajar dan mas Rudi memelihara Kebun di atap rumah dan di halaman sempit. Suatu Gerakan Pemberdayaan Masyarakat yang manfaatnya sangar tinggi,

Setelah Hari Raya usai dan seperti saudara lainnya.

 

Di Kampung Teguh sempat membawa anaknya keliling desa dan berwisata di kampung atau di kotanya. Pada waktu gambar di hp ditunjukkan kepada anaknya, tampak terlalu kecil, seingga hp  bapanya dibanting. Terpaksa harus dibawa ke bengkel sebelum bisa kirim gambar untuk kita nikmati. Melepas Rindu kepada Anak semata Wayang

 

Satu minggu setelah bulan Ramadhan dimulai salah seorang pembantu muda kami, yang biasa membantu menempatkan diri pada tempat tidur, Teguh, pamit mau pulang kampung ke Brebes rindu pada seorang anaknya yang baru berusia sedikit di atas dua tahun. Ditanya apa tidak kangen pada ibunya, dijawabnya dengan senyum penuh arti.

 

Teguh seperti juga Bibit tidak sendirian bekerja di rumah, tugasnya termasuk memotret tamu-tamu kami sebagai kenangan. Ayahnya lebih dulu pergi ke Jakarta bersama adiknya. Teguh, setelah anaknya lahir dan berusia lebih dua tahun menyusul pergi ke Jakarta dan bekerja pada HSC memelihara Kebun serta beberapa burung piaraan yang perlu dengan sentuhan angan manusia. Adiknya bekerja di daerah kumuh dengan fasilitas pondokan, sekedar untuk tidur di malam hari, sungguh suatu kondisi yang sangat prihatin.

 

Teguh merasa beruntung bekerja di daerah yang tidak banjir seperti tempat kerja adiknya. Karena itu dia sayang tidak mau kehilangan pekerjaannya. Dia berjanji untuk kembali jadi petani kota membantu nas Fajar dan mas Rudi memelihara Kebun di atap rumah dan di halaman sempit. Suatu Gerakan Pemberdayaan Masyarakat yang manfaatnya sangar tinggi,

Setelah Hari Raya usai dan seperti saudara lainnya.

 

Di Kampung Teguh sempat membawa anaknya keliling desa dan berwisata di kampung atau di kotanya. Pada waktu gambar di hp ditunjukkan kepada anaknya, tampak terlalu kecil, sehingga hp bapanya dibanting. Terpaksa harus dibawa ke bengkel sebelum bisa kirim gambar untuk kita nikmati.  

            

Teguh merasa beruntung bekerja di daerah yang tidak banjir seperti tempat kerja adiknya. Karena itu dia sayang tidak mau kehilangan pekerjaannya. Dia berjanji untuk kembali jadi petani kota membantu nas Fajar dan mas Rudi memelihara Kebun di atap rumah dan di halaman sempit. Suatu Gerakan Pemberdayaan Masyarakat yang manfaatnya sangat tinggi karena setiap keluarga bisa masak dengan sayur dari halaman rumahnya.  

 

Setelah Hari Raya usai, seperti keluarga lainnya, bu Teguh yang sibuk, capai dan sakit, sehingga pak Teguh menunda kembali ke Jakarta. Kebun di atas atap rumah menderita dan agak kekeringan. Pelayanan naik turun tepat tidur diganti oleh mas Rudi dan setelah lebaran Sopir Bibid terpaksa tidur di rumah, segala sesuatu berjalan normal.

 

Pada waktu libur, Teguh sempat membawa anaknya jalan-jalan keluar rumah dan mengambil foto. Selama ini tidak dilakukan. Sekarang hpnya penuh foto sehingga waktu dilihat foto-fot tabf sabfat kecil itu, anaknya timbul rasa jengkel, hp itu dibanting, mungkin karena gambarnya kecil-kecil., tldak sesuai harapannya.     

       

Haryono SuyonoComment