Sang Pendita Gugur karena Cinta pada Anak Kesayangannya

Prabu Kresno Raja Dwarawati yng sakti dan terkenal dengan trik-trik ampuh guna mengalahkan lawan dibuat pusing mengatur perang melawan Panglima baru Kerajaan Astina. Panglima baru itu adalah guru jagoan para satria Pendowo. Karena itu perlu dicari trik  baru yang ampuh. Trik itu bukan dalam olah pedang atau olah tumbak karena murid-murid beliau justru mendapat pelajaran dari Pendita Durna sang Panglima yamg baru. Tetapi suatu trik bagaimana menurunkan mental dan semangat juang seorang musuh yang terkenal ampuh dengan kepandaian oah pedang dan panah yang sangat tinggi yang justru dikuasai Sang Panglima dari Negara Astina yang baru diangkat tersebut, guru para satria Pendowo Sang Pendita Durna.

Seperti diketahui Sang Pendita adalah guru memanah dari Raden Arjuna yang akhirnya menjadi jagoan dalam ulah panah yang sangat diunggulkan. Beliau juga ahIi dalam penggunaan senjata berat seperti senjata Raden Brotoseno, kakak Raden Janaka berupa Gada Rujakpolo yang sangat ampuh. Sehingga hampir tidak mungkin mengalahkan Pendita Durna dalam olah senjata serta taktik perang biasa. Karena itu Prabu Kresno yang menunjuk Raden Janaka swbagai Panglima untuk warga Pendowo harus berfikir keras agar Panglima Pendowo bisa mengimbangi Panglima Astina. Menurut perhitungan, Raden Janaka dengan mudah dapat ditebak semua siasat ulah perangnya oleh Pendita Durna karena Janaka adalah bekas muridnya tersayang. Segala ilmu dari yang sederhana sampai tingkat tinggi sudah diajarkan yang pasti trik-triknya dikuasai oleh guru yang mengajarkan ilmu tersebut. Kenyataan ttu diketahui oleh Prabu Kresno yang cerdas dan waspada sehingga perlu disiasati dengan cara lain untuk mengalahkan Pendita Durna.

Maka Prabu Kresno mencari kelemahan psycologis Pendito Durna. Diketahui pula oleh Prabu Kresno  bahwa Pendito Durna pada masa mudanya adalah seorang satria ahli perang, memiliki anak tunggal Raden Aswotomo yang selalu membela Negara dengan berani tetapi tidak pernah dianugerahi kedudukan terhormat di kalanngan kerajaan Astina. Jasanya dianggap biasa saja oleh Raja Astina tanpa hadiah kedudukan yang sepadan dengan segala jasanya dalam perjuanagan untuk kebesaran Kerajaan Astina serta banyak jasa lain mempertahankan lejayaan negara Astina. Jasa-jasa anak muda ini selalu dianggap enteng dan di tutup-tutupi oleh Patih Sengkuni karena kalau terbuka dikawatirkan mengurangi pengaruh Sengkuni pada raja Astina Prabu Kurupati .

Keadaan ini menjadi bahan pertimbangan yang sangat berharga bagi Prabu Kresno dalam mencari akal untuk mengurangi semangat Pendita Durna membela Astina karena anak beliau yang sudah sangat berjasa tidak mendapat perhatian raja. Pada Pasukan Astina bergabung seorang Raja dengan pasukannya yang banyak ikut maju dalam petempuran  antara latn Raja Swotomo.

Menurut pengamatan Raja Kresno, Raja Swptomo dan pasukannya tidak ikut bertempur tetapi hanya bersorak-sorak dibelakang pertempuran. Kalau ada mitra Pendowo atau mitra Astina dari negara lain yang berpakaian gemerlapan dengan perhiasan mewah kalah dan meninggal dalam pertempuran, maka Pasukan Raja ini diperintahkan melucuti pakaian dan perhiasan yang pemtmpin dan prajurid yang kalah perang tersebut. Barang rampasan itu dikummpulkan dalam gerbong yang dituntun gajah yang ditumpanginya di tengah pertempuran besar tersebut.

Prabu Kresna merasa jengkel dan mendapat akal menggunakannya sebagai suatu trik yang bisa melemahkan mental Pendita Durna. Setelah dipikir matang, maka dipanggil Raden Werkudara agar membawa Gada Rujakpolo dan dilemparkan kearah Sang Raja, membunuh raja, gajah yang dinaiki raja dan merusak kereta yang membawa barang rampasan yang dilucuti dari prajurid yang gugur serta ditumpulkan dalam kereta yang ditarik gajah dibelakang Sang Raja. Raden Werkudara bertindak cepat, dilemparkan Gada Rujakpolo kepada Raja yang berteriak dari atas Gajah sehingga meninggal bersama Gajahnya. Gerbong dan isinya dibelakang gajah juga berantakan menjadi jarahan prajuririd dan anggota pasukan Astina lainnya. Harapan timbul suasana khaos tidak terkontrol lagi betul-betul terjadi. Dugaan Prabu Kresno itu benar karena Prajurid Raja saling berebut dan tidak lagi peduli pada jenazah rajanya atau usaha lain menyelamatkan rombongan kecuali berebut harta yang telah terkumpul itu. Petruk dan Bagong yamg telah diperintahkan Prabu Kresna agar berteriak keras-keras “Aswotomo mati” dan “Swotomo mati” secara bergantian dengan keras segera bergema. Nama Aswotomo, amak Pendita Durna lebih populer segera ditiru diteriakkan lebih nyaring oleh pasukan Astina. Gema menderu karena ulangan teriakan “Aswotomo mati” lebih gencar dibanding teriakan yang menyebut nama Raja Swotomo yang serakah tersebut. Siasat Raja Astina berhasil karena teriakan ini segera terdengar Pendita Durna yang langsung roboh menangis kehilangan segala semangat dan kekuatannya.

Dalam keadaam penuh kesedihan Pendita Durna menghentikan peperangan. Beliau keliling mendatangi tokoh-tokoh Pendowo ingin meyakinkan apakah benar putra tercintanya meninggal dunia. Pada umumnya jawabannya mengambang, tetapi karena keadaan Sang Pendita tidak stabil, seakan semua membenarkan bahwa Aswotomo putra sang Pendita telah meninggal dunia.

Dalam keadaan mental yang linglung tidak stabil sang Pendeta Kembali ke medan laga. Dengan mudah musuh beliau membunuh Sang Pendita dengan keji. Sang Pendita gugur hampir tanpa perlawanan. Jenazah beliau dengan penuh hormat diserahkan kepada Raja Astina Suyudono tetapi diminta kembali dengan baik oleh Arjuna untuk dirawat dengan baik.  

 

Haryono SuyonoComment