Monumen Berupa Haryono Room yang Menakjubkan
Negara maju seperti Amerika Serikat memiliki kebiasaan mengenang dan menghargai jasa-jasa seseorang yang dianggap memiliki sumbangan atau partisipasi tinggi terhadap suatu Lembaga, ilmu atau kegiatan tertentu yang dianggap menonjol dengan mencantumkan nama yang bersangkutan secara menyolok. Kebiasaan itu dilaksanakan dengan menyebut suatu taman atau Gedung dengan nama yang bersangkutan sehingga ada pihak lain bisa bertanya apakah keistimewaan yang dimiliki atau dibawakan yang bersangkutan sampai nama atau kegiatan yang dilaksanakan dicantumkan dengan penuh kehormatan. Bisa juga tokoh yang namanya diingat karena memberi sumbangan tertentu itu memberikan dana atau fasilitas untuk kemajuan Lembaga tersebut atau bahkan untuk kemanusiaan pada umumnya. Kegiatan itu bisa merangsang partisipasi masyarakat yang lebih luas.
Di negara berkembang pemerintah bisa memberikan penghargaan berupa pengakuan dimuka publik bagi anggota atau kelompok masyarakat dengan upacara khusus sebagai pengakuan atas jasa-jasa se kelompok anggota masyarakat untuk suatu kegiatan tertentu sebagai pengakuan resmi partisipasi. Untuk perorangan biasanya diberikan dalam bentuk sertifikat yang diserahkan dalam suatu upacata terhormat.
Beberapa hari lalu Dr Mulyono D Prawiro mengulang muat gambar-gambar “Haryono Room” yang ada di suatu Universitas pusat studi Kesehatan Masyarakat di Baltimore Amerika Serikat. Pada Perguran Tinggi yang sangat terkenal itu ada juga nama Rockefeller Room dan lainnya sebagai kenangan terhadap jasa almarhum pada Perguruan Tinggi tersebut berupa dana hibah untuk kemajuan PT yang bersangkutan.
Sejak kami menjabat sebagai Deputi bidang Penelitian dan Pengembangan BKKBN mulai tahun 1973 kami memperkenalkan suatu penelitian pengembangan jangka Panjang yang diarahkan pada Perubahan Sosial dari masyarakat kurang setuju pada KB menjadi masyarakat yang gandrung pada budaya baru menerima norma dan budaya keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera. Penelitian tersebut dibiayai oleh US AID di Jakarta untuk jangka Panjang. Guna meyakinkan US AID di tingkat pusat kami harus membantu Tim US AID Jakarta pada diskusi di Washington. Pada kesempatan itu diundang juga Tim School of Public Health yang terkenal dari Boston Amerika. Bahkan setelah presentasi di Kantor US AID kami diundang memberikan kuliah umum pada Dosen dan mahasiswa senior guna tukar menukar protocol penelitian dan latar belakang teori yang menjadi dasar untuk perubahan sosial yang dituju tersebut.
Karena tahun 1973-1974 kami masih segar dari Universitas Chicago karena baru lulus Doktor, maka uraian kami sangat lancar. Pertemuan singkat itu menghasilkan kunjungan Tim Johns Hopkins University ke Jakarta sebagai pengamat apakah langkah-langkah yang digunakan BKKBN sesuai dengan standar internasional. Labih lanjut kami juga diundang lagi enam bulan berikutnya menjelaskan kemajuan yang ada di lapangan serta kendala yang ada. Monitoring tiga sampai enam bulanan itu menghasilkan tahapan-tahapan yang menarik sehingga mereka yakin bahwa hasil penelitian itu berbasis ilmu yang valid. Hasilnya ganda, US AID sepakat membiayai penelitian itu berjangka panjang dan prosedurnya dianggap ilmiah. Karena itu BKKBN siap memperluas cakupan penelitian pengembangan itu ke semua wilayah program. Tatkala wilayah enam provinsi berubah menjadi 16 provinsi, suatu garapan lokal yang diperluas menjadi nasional. Barangkali tidak semua pejabat mendapat keuntungan kesempatan emas yang berani kita ambil bersama staf Deputi penelitian yang diambil dengan berani dan kerja keras sewaktu terlihat peluang emas yang terbuka.
Selanjutnya secara tidak langsung Tim Johns Hopkins University bagian dari School of Public Health yang terkenal belajar dari pengalaman kita dan Tim BKKBN dalam koordinasi Deputi selalu up to date dengan perkembangan yang terjadi, suatu kombinasi yang manis dan bersifat kerjasama global. Paper ilmiah ditulis bersama sebagai masukan ilmiah gagi kalangan akademisi internasional memberi pengaruh positif pada arus bantuan dana untuk program KB di Indonesia.
Sebagai hasil gemilang, School of Public Health di Baltimore mengakui kontribusi kami sebagai inovator pengembangan budaya penerimaan inovasi baru yang berbeda dengan budaya Barat yang relatif lebih njlimet dan memakan waktu jauh lebih lama. Untuk itu suatu Lembaga swasta memberikan penghargaan khusus di Washington DC berupa “Plakat Hooge More Awards” yang diserahkan dimuka public di Washington DC kepada Dr, Haryono Suyono., Deputi BKKBN yang diundang khusus ke Washington DC.
Keistimewaan yang ada adalah bahwa di Negara berkembang penerimaan suatu inovasi dapat dilakukan dengan syarat adanya komitmen yang tinggi dari Pimpinan dan tokoh masyarakat secara konsisten serta konsensus masyarakat luas yang secara positif memberikan dukungan dengan ikhlas.
Hasil-hasil sebagai paradigma baru itu menjadi bahan diskusi ilmiah di kalangan ahli ilmu perubahan sosial dan ilmu komunikasi sosial di kalangan perguruan tinggi di Amerika. Rupanya School of Public Health tidak mau kehilangan momentum bahwa merekalah yang mulai mengenal aliran baru ini dan mencoba menjabarkannya dalam kontrak-kontrak baru dengan Lembaga donor dan memperkenalkannya kepada negara berkembang lain dalam bentuk kuliah praktis atau untuk gelar akademis yang baru.
Karena itu sesungguhnya disediakannya “Haryono Room” pada kompleks School of Public Health bukan untuk Haryono secara pribadi tetapi penghargaan perubahan teori yang menyangkut masyarakat tradisional yang tunduk pada kepercayaan yang tinggi pada pemimpin dan pengaruh spiritual yang hidup di sekitarnya. Akibatnya para pemimpin di negara berkembang selalu saja penuh hormat pada leluhur dan kepercayaan spiritual yang ada di sekeliling para pemimpinnya. Siapa tahu Wayang Prabu Kresna dan gunungan wayang yang di pajang di Haryono Room di Baltimore memberikan pengaruh spiritual yang positif itu pada perubahan sosial di seluruh dunia dewasa ini menuju masyarakat yang saling peduli sesamanya.