Perjalanan Mas Teguh yang tergolong mewah bagi orang Desa
Minggu lalu mas Teguh, setelah mengantar rombongan keluarga Haryono Suyono pulang kampung ke Pacitan, terpengaruh minta ijin pulang kampung menengok isteri dan anaknya. Teguh yang di Jakarta berperan sebagai asisten Mas Fajar Wiryono dan mas Rudy Lubis dari Yayasan Kencana Buana berbeda dibanding mas Teguh beberapa bulan lalu tatkala pertama kali datang di Jakarta. Dewasa ini mas Teguh adalah pekerja Kebun sekaligus petugas melaksanakan management panen Kebun Sayur di HSC Jakarta dan Kebun Nenek di Loji. Dua kebun itu adalah ‘pahlawan Gerakan Organik’ karena setiap hari Kamis melalui tangan mas Teguh mensupply produk panen sayur Organik dari Loji dan HSC di Jakarta.
Kemahiran Teguh menunjukkan kepada para pekerja lapangan di Kebun kepada para petani sayur merupakan keahlian tersendiri membaca pasar apa yang edang “in” dan menjadi idaman konsumen. Kalau kuliah di Perguruan Tinggi bisa dan harus dipelajari satu atau dua semester agar benar mahir dalam Ilmu Pemasaran. Karena pengetahuan produk kebun saja tidak cukup kalau tidak dilengkapi dengan apa yang sedang diminati konsumen.
Perjalanan Teguh pulang kampung tidak menggunakan kereta api yang bersifat transportasi umum, tetapI lebih mewah karena seluruh biaya sopir dan pemeliharaan mobil ditanggung berupa “biaya konyrak” Borongan membawa penumpang dari rumah asal ke rumah tujuan. Fasilitas pelayanan bersifat prima karena penumpang dijemput dari rumah asal dan diantar sampai ke rumah tujuan, suatu pelayanan pribadi yang tinggi hanya penumpang tidak perlu beli mobil sendiri, tidak perlu memelihara mobil dan memiliki sopir pribadi. Tetapi mendapat pelayanan pribadi yang sering melebihi sopir pribadi karena sang sopir berusaha memelihara pelangan agar setiap kali pulang kampung memakai mobil yang dikuasainya.
Perjalanan dengan mobil travel sama mewahnya disbanding perjalanan dengan mobil pribadi. Sepanjang perjalanan selalu melewati jalan raya besar sehingga dikiri kanan jalan setiap tahun terlihat pemandangan dan kemajuan masyarakat dilihat dari tampilan rumah masing-masing. Minggu lalu, dalam perjalanan pulang kampung Teguh bisa melihat bahwa makin banyak penduduk yang dulu petani kini berubah menjadi “pedagang toko” karena halaman rumahnya diubah menjadi toko dengan berjualan ala Mall. Jadi sepanjang jalan sekarang ada Mall berbasis masyarakat karena pemiliknya adalah masyarakat luas dan variasi barang dagangannya dianggap laku jual diatur oleh pemilik warungnya. Ini berarti bahwa kalau pemilik warung pandai membaca konsumen, atau penduduk desa, maka warungnya akan laris dan usaha dagang keluarga itu melebihi usaha tani pekerjaan asli keluarganya. Kalau tidak, maka yang terjadi adalah bahwa secara fisik ada perbahan structural tetapi penduduk desa belum bisa melakukan perubahan yang terjadi oada keluarganya. Intervemsi pemerintah :melatih” atau atau “melakukan pemberdayaan warung desa” tidak ada atau belum ada karena warung-warung itu tumbuh spontan tanpa arahann atau program pemerintah.
Apabila pemerintah cerdas, barangkali tumbuhnya “Mall berbasis masyarakat” bisa mengurangi laju oertumbuhan Mall milik asing dan meningkatkan perluasan lapangan kerja bagi masyarakat desa. Konsumen desa bisa belanja di Mall atau Warung milik masyarakat di Desanya sehingga kemakmuran makin bisa merata diantara penduduk desa. Diperlukan Menteri Perdagangan baru yang tidak saja menghasilkan Mall asing atau modal besar tetapi mengubah Warung Desa sebagai Mall berbasis masyarakat Desa agat penduduk kota berbondong belanja ke Desa dan membawa kemakmuran untuk keluarga Desa. Kesenjangan makin berkurang dan kemakmuran yang merata makin tercapai.
Produk Desa yang melimpah mudah diserap pasar dan produk petani di Desa makin bisa diolah menjadi aneka barang jadi guna memenuhi selera pasar. Dalam pengertian sederhana tersebut, tanpa ilmu yang ruwet, Teguh kampungnya di Batang yanpa ilmu yang tinggi dan diluar kesadaran berbaur dengan teman-temannya yang Sebagian pulang kampung seperti dirinya. Teman-teman itu Sebagian sopir atau pembantu rumah tangga atau bekerja lsecara sederhana lain yang “dikendalikan” oleh majikannnya.
Dengan berbakal pengalaman membantu mas Fajar dan mas Rudy melakukan dan melayani pelatihan, mas Teguh menjadi tenaga ahli yang bisa memberi ”nasehat” kepada rekan-rekan yang biasa berprofesi sebagai “tukang” atau ”pekerja” di lapangan di kota. Sungguh membesarkan hati, mas Teguh nebggugah rekan rekannya untuk betubah.
Tidaj jarang dari empat puluh lima pemuda pemudi sebaya yang berkumpul pada pertemuan di rumahnya yang mendapat gemblengan semangat untuk berubah. Mas Teguh yang biasa mengirim postingan nersama Yayasana mas Fajar tentang aktifitas di lapangan menarik perhatian teman-temannya. Dengan hati berbunga bunga dan percaya diri mas Teguh menawarkan kepada teman-temannya untuk berkebun di halaman rumah. Langsung mas Teguh berubah menjadi instruktur seperti layaknya mas Fajar dan mas Rudi menghadapi para siswa di Jakarta.
Dengan mengingatkan teman-temannya agar mulai menanam tanaman yang mudah tumbuh, mas Teguh mulai mengetrapkan ilmu Pendidikan secara praktis. Teman-temannya diberi teori dan praktek menanam sayur yang mudah tumbuh, mas Teguh mengajar tata Kelola tanah system Organik tanpa pupuk kimia. Setelah tanah diolah dengan sabar agar siap tanam, sekaligus dicintai seakan isteri dan anak sendiri, harapannya yang dicintai membalas cinta dengan kesuburan yang memberi hasil positif, sehingga tanahnya subur dan sayurnya hijau enak dimakan.
Sungguh di kuar dugaan bahwa dalam waktu singkat teman-temannya telah siap memenuhi pasar, akan menanam tidak dalam waktu yang sama agar setiap hari bisa melayani “pemungut sayur” yang datang tengah malam panen sehingga bisa sampai di pasar pada waktu subuh, dimana keluarga mulai belanja untuk masak pada pagi harinya. Para pemuda segera mengtahui waktu panen dan melayani para pembelinya.
Mas Teguh memulai suatu perubahan sosial di Desa tanpa seorang Menteripun memberi tuntutnan perubahan bertahap yang menguntungkan petani desa tersebut. Akibatnya mas Teguh dituntut menjadi Ketua kelom[ok yang dengan sopan ditolak, karena harus Kembali ke Jakarta melanjutkan cita-cita belajar lebih banyak agar bisa berbagi dengan lebih banyak masyarakat luas lainnya.
Semangat berbagi mas Teguh menjadi kenyataan yang teguh kalau kita bersatu desa asal mas Teguh bisa berubah menhadi desa penghasil sayur Organik di Jawa tengah yang subur dengan hasil yang kontinue tidak pernah putus karena diatur dengan system bergilir yang mapan, tidak saling berrebut untuk menjaga stabilitas supply. Selamat mas Teguh dengan karya nyatanya di Desa.