Wafiq sang Juara yang Peduli dari Pacitan
Minggu lalu Sulih Dewiyanti SPd, Kepala PAUD Siti Pdmirah di Pucangsewu, mengunjungi kediaman Wafiq Maroja untuk menyampaikan salam dan selamat dari Pak Haryono Suyono. Kedua orang tua menerima salam itu dengan hangat dan menayakan kok Bapak Haryono sudah mendengar tentang anaknya.
Pertemuan itu juga minta sambil ijin untuk interview karena putranya baru saja meraih Medali Perak pada kejuaraan Matematika Internasional yang diselenggarakan di Bulgaria. diikuti Wadari seluruh dunia. Wafiq yang beralamat di RT 02/RW 04 Bengkal, Desa Tanjungsari, Kecamatan Pacitan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur sejak kecil dibesarkan dikota Pacitan.
Wafiq Maroja adalah anak kedua dari pasangan Bapak Sudarmadi SP.d yang sebagai pensiunan guru di Kecamatan Arjosari yang ibunya bernama Benti Malikhah.
Sejak masih duduk di bangku SD Wafiq sudah memiliki hoby mengikuti lomba OSN Matematika dan selalu mendapatkan kejuaraan. Sampai ke tingkat SMP pada tahun 2012 tetap rajin mengikuti lomba matematika sampai ke luar kota di Batam dan Surakarta. Pada saat duduk di bangku SMA mengikuti lomba tingkat Nasional di Palembang dan juga di Jogjakarta yang kedua-duanya memperoleh juara harapan. Sejak di Universitas Gadjah Mada, pada tahun 2019 mengikuti lomba matematik tingkat Nasional mendapat kejuaraan tingkat nasional dan memperoleh medali emas.
Dalam kehidupan pribadi bersama keluarganya Wafic sangat peduli ikut membantu ibunya sehingga diksayang oleh kedua orang tua dan saudaranya. Kita ingat juga seorang tokoh ahli Matematika dari Pacitan Drs. Waliyadi, kakak pembimbing saya pada Pandu Rakyat (Pramuka) di Pacitan yang kemudian menjadi Kepala SMA di Jakarta. Beliau sempat peduli mengajar Matematika melalui TVRI dan mendapat perhatian khalayak yang sangat tinggi. Rupanya Pacitan melahirkan banyak ahli-ahli Matematika yang unggul. Mungkin karena kelahiran Pacitan, pada waktu studi di Universitas Chicago tingkat Doktor, kami diwajibkan mengikuti Kuliah Matematika untuk tiga semester. Pada Semester I kuliah itu diikuti 45 mahasiswa. Mereka yang nilainya A atau B+ boleh terus ke Semester berikutnya. Pada Semester lanjutan jumlah mahasiswa menyusut menjadi 15. Pada semester ke III jumlah mahasiswa tinggal tiga orang, satu dari Korea, satu dari Amerika dan satu dari Indonesia. Sang mahasiswa dari Amerika tergolong “sombong” tidak suka bergaul dengan mahasiswa dari Korea dan Indonesia yang relatif diam karena bahasa Inggris yang pas-pasan. Untung mahasiswa dari Korea cantik dan ramah sehingga bisa diajak saling peduli kalau ada setumpuk pekerjaan rumah. Di tempat kuliah kita saling peduli dan bersama memecahkan masalah sehingga sampai ke rumah tinggal menulis hasil dengan pendekatan yang berbeda. Kalau pendekatannya sama kita berdua akan mendapat nilai nol karena dianggap kerja sama. Teman kita mahasiswa Amerika tidak pernah bisa menyelesaikan pekerjaan rumah. Dua orang uang relatif diam selalu selesai dan rapi dengan pekerjaan rumah. Pada ujian akhir kita dari Asia mendapat pujian sedangkan mahasiswa Amerika akhirnya memberikan apresiasi kepada dua rekannya yang banyak diam dari Asia.