“Manjujai : APE Lokal yang Memerlukan Sentuhan Teknologi”

Oleh : H. Nofrijal, MA

           Penyuluh Keluarga Berencana Ahli Utama/IV-e

NOFRI.png

 Ungkapan “Lain padang lain ilalang, lain lubuk lain ikan”, menggambarkan kekayaan bumi nusantara akan budaya, seni dan cara hidup. Kali ini kita akan bicara tentang salah satu Alat Permainan Edukatif (APE) anak usia dini dengan muatan lokal yang sudah dipakai turun temurun oleh orang tua dalam mengasuh dan mengasah motorik kasar dan motorik halus anak usia di bawah lima tahun. BKKBN sedang menggerakan program Bina Keluarga Balita (BKB) terintegrasi dengan pendidikan anak usia dini (PAUD) dan Pos Pelayanan terpadu (Posyandu) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 60 tahun 2013 Tentang PAUD Holistik Integratif, sebagai wujud dari komitmen pemerintah dalam menjamin terpenuhinya holistik integratifnya  hak tumbuh kembang anak usia dini dalam hal pendidikan, kesehatan, gizi, perawatan, pengasuhan, perlindungan dan kesejahteraan anak.

 BKB dan Peran Orang Tua.

 Bina Keluarga Balita adalah kelompok kegiatan edukatif orang tua dan atau pengasuh yang mempunyai anak di bawah usia lima tahun (balita) dalam mengasuh tumbuh kembang balita sesuai kelompok umur yang terintegrasi dengan pendidikan anak usia dini (Paud) dan Pos Pelayanan terpadu (Posyandu) yang difasilitasi (asuh) oleh kader atau pendidik (bunda paud) yang sudah memperoleh pelatihan BKB. Pelaksanaan pertemuan BKB dilaksanakan sesuai dengan pedoman dan jadwal serta lokusnya berada pada tingkatan RW/RT dengan perinsip mendekatkan program pengasuhan dengan orang tua.

 Metode Pengasuhan Menjujai

 Dalam pendidikan anak usia dini telah berkembang teknik dan metode pengasuhan sesuai dengan kajian para ahli pendidikan dan psikologi perkembangan. Alat Permainan Edukatif (APE) dikembangkan sesuai dengan umur dan tuntutan perkembangan anak pada usianya, sehingga hampir semua kelompok BKB dan layanan integrasinya PAUD dan Posyandu telah tersedia APE standart.

 APE dalam praktiknya tidak berdiri sendiri, dikombinasikan dengan praktek atau media lokal yang bisa saling mengisi kebutuhan perkembangan anak. Manjujai adalah satu alat dan media stimulasi anak yang hidup turun temurun di Minangkabau, prinsip manjujai adalah setiap orang dewasa yang sedang berada di sekitar anak dapat melakukan stimulasi (ransangan) yang menyenangkan anak, sehingga tercipta suasana psikologis anak yang ingin terus mendapat ransangan perkembangan. Stimulasi psikososial yang melekat pada manjujai adalah serangkaian kegiatan edukasi yang memberi effec terhadap penglihatan, bicara, pendengaran dan perabaan, yang datang dari orang-orang yang berada dekat anak seperti ayah, ibu, nenek, pengasuh dan anggota keluarga lainnya. Anak yang mendapat ransangan (stimulasi) yang terus menerus akan mempercepat perkembangan (dalam bahasa Minang “kepandaian”).

 Pemberian ransangan psikososial penting dilakukan sejak dini oleh orang-orang terdekat sekitar anak untuk merangsang pertumbuhan sel-sel otak anak. Sudah diketahui bahwa perkembangan sel-sel otak anak diperngaruhi oleh  banyak faktor, antara lain asupan gizi, ransangan psikososial (penghiburan), lingkungan yang kondusif, kasih sayang dan pemberian ransangan melalui permainan edukatif. Selain peran orang tua sebagai keluarga inti (nuclear family) dalam keluarga, peran keluarga besar (extended family), interaksi sosial, adat dan kebiasaan serta konsep diri keluarga (ibu dan ayah) cukup penting dalam memaksimalkan perkembangan otak dan sosial anak.

 Pengasuhan anak di dalam budaya Minangkabau mengkombinasikan antara ransangan untuk berkembang dengan pendidikan agama dan budaya. Ini diperankan secara sentral oleh Ibu atau dengan sebutan “Bundo Kanduang”, merefleksikan ibu sejati yang berperan mendidik dan mengasuh anak yang tinggal di rumah gadang dengan adagium (pepatah) “adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah, syara’ mangato, adat mamakai, alam takambang jadi guru” (adat bersendikan agama, agama bersendikan kitab Allah, agama mengajarkan, adat memakai, alam terkembang menjadi guru).

 Manjujai dalam praktiknya adalah pengajaran dan pendidikan yang mengkombinasikan antara hiburan dan pendidikan karakter dan ditampilkan dengan nyanyian, gerak tubuh, mimik wajah dan tutur kata (kelembutan). Pendidikan manjujai dilakukan pada saat akan menidurkan anak, mendiamkan anak saat menangis, anak sedang makan, saat anak membutuhkan teman bermain. Fungsi manjujai selain dapat membentuk karakter anak dalam lingkungan sosial keluarga juga dapat merangsang perkembangan dan pertumbuhan anak. Pengaruh manjuai dapat dilihat pada hubungan interaksi anak dengan orang lain. Anak yang dijujai mengalami peningkatan pergerakan (dinamis) , sehingga memiliki selera makan yang relatif tinggi, artinya anak yang mendapat media manjuai akan mengalami pertumbuhan berat yang lebih cepat dibandingkan dengan anak yang tidak mendapat pendidikan manjujai.

 Hasil penelitian oleh Helmizar (2015) di Kabupaten Tanah Datar menunjukan bahwa intervensi dengan stimulasi psikososial manjujai yang dikombinasian dengan pemberian makanan tambahan (MP-ASI) pada bayi usia 6-9 bulan selama 6 bulan penelitian, menemukan penambahan rata-rata berat badan dan panjang/tinggi anak.

 Menjujai : Bermain dan Berdendang

 Menurut Dahrizal (2018) ada dua cara yang dilakukan dalam manjuai yaitu “bermain dan berdendang”, bermain dapat dilakukan dengan inisiatif sendiri atau melalui pendampingan dengan menggunakan alat yang terdapat dalam tubuh dan media permainan lainnya. Bermain menurut Triharso (2013) adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan atau tanpa mempergunakan alat, yang menghasilkan pengertian dan memberikan informasi, memberikan kesenangan maupun mengambangkan imajinasi anak. Permainan juga dapat memenuhi kebutuhan emosional, mengembanhgkan kreatifitas dan membantu mengembangkan proses sosialisasi/pergaulan anak, dengan bermain anak dapat dapat mengekspresikan perasan senang dan gembira (Hasan, 2009).

 Stimulasi manjujai biasanya dilakukan dengan bermain sentuhan “menggelitik (bahasa Minang: mangguyu), menyentuhkan jari tangan kepada anak, memainkan tangan dengan gerakan “cilukba” dan lainnya, sehingga anak akan tersenyum bahkan tertawa terbahak-bahak, dapat juga diakukan dengan bunyi-bunyian yang keluar dari mulut pengasuh atau pendidik, sehingga akan menimbulkan ransangan motorik.

 Sentuhan Teknologi

 Tidak dapat disangkal, bagaimana industri flim animasi Hollywood dan lainnya dapat mempengaruhi dunia anak dan karakter baru yang muncul. Indonesia dan provinsi tidak memiliki kekuatan yang memadai untuk membangun industri media holistik pendidikan dan pembangunan karakter melalui film dan entertain yang sedang digandrungi anak remaja dan orang tua. Sangat bijaksana kalau praktek baik pendidikan tumbuh kembang balita, anak dan remaja dikemas dalam teknologi terapan yang bisa digunakan oleh anak-anak yang sedang tumbuh dan berkembang. Prinsip dan filosofis serta jenis permainan edukatif “manjujai” dapat dijadikan subjek teknologi pendidikan karakter dan tumbuh kembang balita yang efektif, tinggal orang tua dan lembaga-lembaga pengawas pendidikan anak usia dini melakukan pendampingan.

 Sentuhan teknologi media komunikasi dan pengajaran dalam penggunaan “metode manjujai” dalam program pengasuhan orang tua melalui pendidikan anak usia dini terintegrasi dengan bina keluarga balita (BKB) dan Posyandu dapat berupa (1) Diteksi tumbuh kembang anak balita secara holistik, (2) Alat bantu pendidikan/pengajar dan pengasuhan yang bisa digunakan oleh orang tua ketika berada di rumah atau mandiri, (3) Alat bantu teknologi yang digunakan oleh para pengasuh/kader pendidikan usia dini di tempat pelayanan BKB terintegrasi, (4) Mengembangkan media film anak-anak yang bisa merangsang psikososial anak di bawah pandampingan orang tua.

 Apakah ada korelasi antara penggunaan media edukasi penddidikan usia dini dan pengasuhan orang tua yang menggunakan kearifan lokal dengan tingkat kecerdasan; pergaulan dan bakat diplomasi; kemandirian; kemampuan komunikasi; bakat menghibur; dan lainnya, membuka peluang badan riset dan peneltian untuk mengkaji dan mengembangkannya dalam rangka membangun sumber daya manusia berkualitas Indonesia.

 Jakarta, 8 Agustus 2021

Haryono SuyonoComment