Pendekatan Pelayanan Jemput Bola
Gerakan Vaksinasi Covid-19 yang sedang berlangsung dewasa ini pantas diacungi jempol karena mengikuti “Pelayanan Jemput Bola” yang berhasil seperti dilakukan Program KB yang berhasil di masa lalu. Masyarakat tidak perlu panik pergi ke klinik, cukup memilih, bisa di lapangan olah raga, atau di kantor kelurahan untuk mendapatkan Vaksinasi.
Sayangnya serangan Wabah ini masih didominasi dengan informasi yang menyuarakan reaksi ketakutan luar biasa. Setiap hari siaran televisi “menjadi corong” melaporkan gerakan “pasukan Virus” secara nasional termasuk gerak langkah Virus dari satu kabupaten ke kabupaten lainnya. Sangat sedikit “berita tentang cara menahan serangan” atau usaha lain bagaimana bersikap agar suatu kelompok masyarakat atau suatu desa menahan serangan atau mempertahankan diri agar tidak kena serangan.
Di masa lalu para Petugas PLKB sampai memperolah fasilitas sepeda motor warna biru dengan sejarah yang unik. Kepala BKKBN baru sejak tahun 1983 mendapat persetujuan Presiden agar pelaksanaan Program KB dipercepat sehingga target penurunan fertilitas pada akhir tahun 2000 bisa dicapai sepuluh tahun lebih cepat pada tahun 1990. Digagas perlu dilakukan “pendekatan kemasyarakatan” dengan sistem “jemput bola”. Sistem “Jemput Bola” itu tidak terbatas pada pelayanan saja, tetapi juga pada usaha memberi informasi dan motivasi yang “tanggung jawabnya” dibagi bersama masyarakat luas, utamanya pada para tokoh masyarakat seperti para Pemimpin masyarakat, pemimpin agama atau tokoh-tokoh yang memiliki kredibilitas pada masyarakatnya.
Melalui komunikasi dan informasi yang akrab, tidak menakut nakuti, serta fasilitas pelayanan dan obat gratis, Kepala BKKBN dan Pejabat Tinggi BKKBN keliling dari Desa ke Desa didampingi para pejabat teras dari daerah, termasuk pejabat TNI ABRI, serta pejabat senior lainnya memberi contoh “menjemput bola” mendatangi para ibu subur dan keluarganya mengajak berbondong menerima pelayanan KB dan kontrasepsi secara besar-besaran menurut pilihan tempat pelayanan yang dikehendaki. Pelayanan tidak harus di Puskesmas tetapi bisa di Kantor Kelurahan, di Pesantren atau tempat lain yang disepakati pasangan usia subur bisa datang tidak perlu berdandan rapi. Alhasil Puskesmas yang jumlahnya tetap sebanyak 8000 buah untuk seluruh Indonesia, Informasi, ajakan ber-KB dan pelayanan bisa disampaikan secara santai, tidak lagi menakut-nakuti, bahkan “ikut KB” dianggap sebagai pahlawan karena untuk kecantikan, kebahagiaan dan harmonisasi perkawinan antara suami istri yang bahagia dan sejahtera. Ibu-ibu dilayani KB menurut pilihannya dan datang ke tempat pelayanan dengan santai, tidak ada rasa takut sama sekali, bahkan ketawa-ketawa sesama pasangan usia subur tetangganya. Petugas Lapangan PLKB yang sudah memiliki sepeda motor “terpaksa dengan senang hati” membawa Bidan muda dari Puskesmas ke tempat pelayanan yang dikehendaki oleh pasangan usia subur dari desa. Akibatnya “tidak sedikit PLKB yang menikah dengan Bidan” dan hidup bahagia sejahtera dengan dua orang anak mereka.
Alangkah baiknya apabila pendekatan positif tersebut dipadu pendekatan yang sangat hati-hati untuk menahan penyebaran Covid-19 dewasa ini. Informasi penggunaan Masker bisa dijadikan bahan yang diserahkan dan di lombakan antar desa, perkantoran, antar perusahaan atau lainnya sehingga desa atau kantor yang juara mendapat hadiah dan penghargaan tertentu.
Karena ada lomba maka penjelasan pemakaian Masker menjadi sangat massal dan menarik, tidak terkesan dipaksakan bagi anggota masyarakat. Lomba ini bisa disusul dengan lomba lain bagi desa yang bisa mandiri mengadakan penyediaan masker untuk warganya, sehingga produksi Masker lokal menjadi industri baru penyediaan Masker secara mandiri. Pada saat yang sama disiplin penggunaan Masker sebagai budaya baru diperkenalkan sehingga bisa digelar lomba penggunaan Masker secara menarik yang memperhatikan syarat-syarat protektif medis yang benar. Usaha-usaha lain menyusul sehingga budaya baru mematuhi protokol kesehatan bukan hanya senbgai protokol kesehatan atau aturan resmi tetapi merupakan “norma baru” sebagai bagian dari “budaya baru masyarakat modern” yang dianut masyarakat luas secara mandiri dan penuh kebanggaan. Semoga.