Pendekatan Komunikasi Positif Menghadapi Covid-19
Pada awal terjadinya Wabah Covid-19 masyarakat panik dengan berita mengejutkan tentang Covid-19 sehingga semua media massa memberitakan adanya serangan Wabah ini dengan reaksi ketakutan luar biasa. Setiap hari siaran televisi “menjadi corong” melaporkan gerakan “pasukan Virus” secara nasional termasuk gerak langkah Virus dari satu kabupaten ke kabupaten lainnya. Sangat sedikit “berita tentang cara menahan serangan” atau usaha lain bagaimana bersikap agar suatu kelompok masyarakat atau suatu desa menahan serangan atau mempertahankan diri agar tidak kena serangan. Menteri Kesehatan RI yang kelihatan tenang dianggap “kurang mampu mengatasi masalah”, santai, lamban dan akhirnya diganti.
Pada tahun 1960, sesudah revolusi 1945 berakhir, kita sedang bersiap membangun, bangsa Indonesia menghadapi peristiwa yang serupa. Anak-anak muda yang merasa bebas dari penjajahan sebagian berbondong melanjutkan pendidikan karena Pemerintah membuka kesempatan belajar dengan mendirikan SD, SMP dan SMA Inpres, segera disusul dengan pendirian Puskesmas Inpres dan fasilitas Pasar Inpres guna memberi kesempatan rakyat meningkatkan mutu sumber daya manusia dan kegiatan wira usaha untuk menggerakkan perekonomian serta siap dengan usaha pembangunan.
Tetapi pada saat yang sama anak-anak muda juga berbondong menikah sehingga tingkat kelahiran melonjak drastis seakan kalau semula kedengaran bom dengan bunyi memekakkan telinga diganti adanya “bom baru” tangis bayi yang melonjak dengan sangat drastis dari rumah-rumah penduduk hampir di semua desa. Angka kelahiran yang sangat rendah tatkala penduduk mengungsi sekitar dua anak, melonjak drastis sehingga tingkat kelahiran rata-rata setiap penduduk menjadi enam anak.
Pada saat itu mereka yang peduli terhadap kelahiran bayi yang melonjak dengan sangat drastis bersikap dan mengambil langkah-langkah seperti kita menghadapi Covid-19. Dewasa ini. Dimana-mana ditulis artikel dan berita media masa seakan Indonesia ketakutan karena adanya ledakan penduduk dengan berbagai akibat yang sangat seram, kekurangan makanan, perumahan dan ruang sekolah serta kekurangan “tanah kuburan sehingga mayat terpaksa dikubur berdiri”.
Pada tahun 1970 Pemerintah secara berani mengambil langkah positif mendirikan BKKBN dengan pendekatan medis, menganggap bahwa memiliki anak banyak merupakan “penyakit yang berbahaya” sehingga keluarga yang memiliki anak banyak “perlu dibawa ke rumah sakit”. Karena itu, sejak didirikannya BKKBN mengadakan “kampanye bahaya ibu hamil” secara gegap gempita. Pada saat yang sama Pemerintah mempersiapkan fasilitas rumah sakit dan Puskesmas menyediakan obat dan pelayanan kontrasepsi secara gratis.
Melalui komunikasi dan informasi yang menakut-nakuti serta fasilitas pelayanan dan obat gratis beberapa pejabat senior beranggapan bahwa para ibu subur dan keluarganya akan berbondong pergi ke Puskesmas meminta pelayanan kontrasepsi secara besar-besaran. Dugaan para pejabat tinggi itu ternyata tidak benar. Dengan Puskesmas sebanyak 8000 buah untuk seluruh Indonesia yang kebanyakan ada di Jawa, pada tahun pertama hanya mampu mengajak 50.000 peserta KB. Tahun kedua dengan kampanye yang lebih besar jumlah akseptor KB naik menjadi 100.000 selama satu tahun. Mulai tahun 1973 dikembangkan usaha lain melalui pendekatan kemasyarakatan melalui partisipasi dan pemberian tanggung jawab kepada Bupati, Walikota, Kepala Desa dan tokoh-tokoh yang dianggap berpengaruh di desa. Informasi dan ajakan ber-KB disampaikan secara santai, tidak lagi menakut-nakuti, bahkan “ikut KB” dianggap sebagai pahlawan karena untuk kecantikan, kebahagiaan dan harmonisasi perkawinan antara suami istri yang bahagia dan sejahtera. Mereka yang ikut KB di tempatkan pada posisi terhormat dalam pertemuan di desanya, bahkan diberikan penghormatan yang menarik. Yang tidak ikut tidak di apa-apakah tetapi tidak diwawancarai olah wartawan radio dan wajahnya tidak muncul di layar televisi. Gegap gempitanya pendukung KB yang diajak melalui Komunikasi Positif yang dilakukan dengan gegap gempita itu menuai hasil yang luar bisa. Pada tahun keempat program KB berhasil mendapatkan 3.000.000 akseptor KB yang dilayani oleh Puskesmas dan klinik KB yang sama.
Alangkah baiknya apabila pendekatan positif tersebut dipadu pendekatan yang sangat hati-hati untuk menahan penyebaran Covid-19 dewasa ini seperti pernah diusulkan beberapa waktu lalu diterapkan. Yang sangat sederhana misalnya penggunaan Masker bisa dijadikan lomba antar desa, antar perkantoran, antar perusahaan atau lainnya sehingga desa atau kantor yang juara mendapat hadiah dan penghargaan tertentu.
Karena ada lomba maka penjelasan pemakaian Masker menjadi sangat massal dan menarik, tidak terkesan dipaksakan bagi anggota masyarakat. Lomba ini bisa disusul dengan lomba lain bagi desa yang bisa mandiri mengadakan penyediaan masker untuk warganya, sehingga produksi Masker lokal menjadi industri baru penyediaan Masker secara mandiri. Pada saat yang sama disiplin penggunaan Masker sebagai budaya baru diperkenalkan sehingga bisa digelar lomba penggunaan Masker secara menarik yang memperhatikan syarat-syarat protektif medis yang benar.
Begitu juga komponen lain seperti Vaksinasi sebagai bagian yang sangat penting, diikuti anjuran membuat “Kebun Bergizi” di halaman rumah agar masukan gizi bagi setiap warga bertambah tinggi dan daya tahan tubuhnya meningkat tajam. Dengan cara yang menarik, protokol kesehatan lainnya diperkenalkan melalui berbagai media, tidak “diintrusikan” tetapi sebagai bagian dari “budaya baru”, budaya nasional yang diidamkan dicapai dalam waktu dekat sebagai bangsa modern dan maju.
Upaya itu menjadi gerakan dalam tingkat kampung atau desa serta pesan-pesannya bukan sekedar sebagai proteksi diri tetapi sebagai sikap dan tingkah laku baru untuk budaya baru yang modern dan sehat. Salah satu alasannya adalah makin meluasnya “udara kotor” yang mengganggu kehidupan modern. Contoh-contoh kehidupan orang Jepang dan Korea yang modern diperkenalkan sampai ke tingkat desa sebagai kehidupan modern yang sudah berjalan berabad-abad dan membawa kemajuan dan kesehatan yang prima.
Pendekatan komunikasi positif ini tidak perlu mengurangi kewaspadaan akan bahaya Covid-19 tetapi kalau dilaksanakan dengan baik akan mengurangi “rasa ketakutan” masyarakat yang berlebihan karena tujuannya waspada dengan tetap menggunakan proteksi diri yang sempurna, membatasi ruang gerak Virus sampai yang sesempit-sempitnya karena setiap penduduk memiliki proteksi berupa vaksinasi dan makanan bergizi yang sempurna sehingga daya tahannya tinggi. Semoga.