Sejak "Zaman Semar" Membangun Desa Banyak Mengalami Kesulitan

semar2.jpg

Sejak jaman Almarhum Presiden RI kedua Bapak HM Soeharto sampai hari ini jaman Bapak Jokowi sebagai Presiden RI, upaya membangun Desa, masyarakat Desa dan pemberdayaan keluarga di Desa, sungguh merupakan usaha yang sulit. Komitmen dan kegiatan operasional silih berganti, dana mengalir tidak sedikit tetapi masyarakat dan keluarga desa tetap miskin, seakan bertubinya pemberdayaan dan pembangunan tidak ada manfaatnya untuk keluarga dan masyarakat desa.

Rupanya nenek moyang kita, melalui banyak cerita wayang memiliki pengalaman yang sama dan menarik.   Ada baiknya kita ungkap secara singkat cerita wayang “Semar Membangun Desa” sebagai usaha Semar Bodronoyo sebagai Pemimpin Desa ingin membangun Desa dan masyarakat desa dalam cerita Wayang “Semar mBangun Desa” yang mencerminkan betapa susahnya usaha dengan niat baik yang digagas Semar Bodronoyo itu dilaksanakan. Bagi para Pemimpin usaha itu dianggap sebagai pesaing. Semar “seorang punokawan” atau “pembantu” dari para Pandawa yang sehari-hari momong atau “melayani” lima bersaudara itu selalu disia-siakan, utamanya selalu ingin dilenyapkan  keluarga Kerajaan Astina yang ingin tetap bderkuasa.

Semar dan ketiga anaknya yang tinggal di Desa Karang Kadepel, salah satu desa di wilayah Negara Ngamarto, suatu kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja, Saudara tertua Pandawa bernama Prabu Punta Dewa. Melihat masyarakat desanya sangat terbelakang ingin mengambil prakarsa membangun desa. Semar ingin Desa dan masyarakat Desanya maju. Sebagai “mantan Dewa” yang diturunkan ke bumi menjadi pamong Pandawa, Semar mendapat “wangsit” atau “petunjuk dari Yang Maha Kuasa” bahwa untuk membangun desa perlu syarat yang dapat diperoleh di Kahyangan atau Kerajaan Dewa di Suralaya berupa bunga buah pohon Mangga dan bunga buah pohon Jambu yang kedua-duanya adalah makanan sehari-hari dari para Dewa di Kahyangan.

Maka Semar mengutus kedua anaknya, Petruk dan Bagong, berkunjung menghadap Bhatara Guru, Raja Dewa di Kahyangan, yang sesungguhnya adik dari Semar, guna mendapatkan kedua bunga tersebut. Oleh karena Bhatara Guru “curiga atas maksud Semar membangun Desa”, karena dianggap “mengimbangi kekuasaan Dewa” atau “dominasi Bhatara Guru di Kahyangan”, maka permintaan itu ditolak. Bahkan Bhatara Guru ingin turun ke Desa Karang Kadepel meneliti sendiri rahasia di belakang maksud Semar membangun desa dan masyarakatnya. Dalam proses penelitian itu, pikiran Bhatara Guru sudah sangat curiga, sehingga biarpun  Semar mencoba menjelaskan bahwa tidak ada sama sekali maksud untuk “menyaingi kekuasaan” atau “kelebihan” Dewata, tetapi karena ada rasa curiga yang mendalam, tidak ada yang mau mengalah, sehingga terjadi pertempuran. Akibat pertempuran yang dahsyat itu, Sang Hyang Wenang, yang dalam pewayangan dianggap Yang Maha Kuasa, memisah pertempuran antar kakak adik tersebut. Selanjutnya bunga yang diperlukan sebagai syarat membangun desa diserahkan dari Bhatara Guru kepada Semar.

Untungnya masalah di tingkat tinggi itu tidak terjadi pada keluarga Pandawa yang memimpin Kerjaan Ngamarto. Secara spontan seluruh anggota keluarga sepakat dengan gagasan Semar membangun Desa karena akan membawa m contoh dan manfaat bagi Negara NGamarto. Untuk memberikan dukungan, sehingga seluruh anggota keluarga Pandawa siap dan datang ke desa tidak saja ingin memberikan dukungan moril, kalau perlu dukungan biaya pembangunan desa dan masyarakat desa, keluarga Pandawa siap membantu. Keluarga Semar sangat berterima kasih atas dukungan tersebut, sekaligus berharap bahwa keberhasilan membangun desa itu bisa menjadi contoh desa-desa lain di Kerajaan Ngamarto yang dikuasai oleh keluarga Pandawa.

Tetapi Semar masih menghadapi Bhatara Kresno salah satu Penasehat dan Pelindung Keluarga Pandawa di samping Semar sebagai pendamping dan pemomong Pandawa. Rupanya dalam hati kecil Kresna juga merasa bahwa apabila Semar berhasil, maka “kehebatan Semar” bisa menjadi pesaing kredibilitas Kresna. Dengan pura-pura akan melakukan kegiatan “melihat niat Semar”, Prabu Kresna juga berkunjung ke Desa Karang Kadepel tempat tinggal Semar, tetapi tidak bersama-sama Prabu Punta Dewa. Kresna mencoba mengetes kemurnian niat Semar melalui kunjungan berbentuk “tiwikrama sebagai raksasa” dan mengamuk di desa Karang Kadepel.  

Semar yang waspada mengetahui bahwa Raksasa itu Prabu Kresna sehingga diminta agar Punta Dewa memberikan hormat dan menyerah pada sang Raksasa. Prabu Punta Dewa dari Amarta yang sudah sangat setuju pada gagasan Semar, segera membantu mengatasi amukan Raksasa Kresna tersebut yaitu langsung menyerahkan diri dan menyembah kepada Raksasa jelmaan Kresna. Akhirnya Kresna Badar dan mendapat penjelasan dan jaminan dari Dewa yang Maha Kuasa bahwa maksud Kresna itu mulia dan perlu dibantu dengan baik secara ikhlas.

Bandung1.png

Kita masih ingat bahwa Almarhum Presiden HM Soeharto telah mulai membangun desa, masyarakat desa dan melakukan berbagai program guna mengentaskan kemiskinan melalui Inpres Desa Tertinggal dan Inpres Keluarga Sejahtera. Hasilnya tingkat kemiskinan turun dari 70 persen di tahun 1970 menjadi 30 persen di tahun 1990. Selanjutnya turun lagi menjadi 11 persen pada tahun 1997 sehingga PBB memberikan penghargaan pada tahun 1997. Upaya itu tidak diteruskan dengan serius karena prioritas pembangunan yang tidak konsisten.

Baru pada tahun 2015 Presiden Jokowi melanjutkan upaya itu melalui Program Pembangunan Desa dan Masyarakat Desa dengan dukungan dana desa. Namun program itu tidak melanjutkan strategi yang berhasil sebelumnya sehingga angka kemiskinan dalam lima tahun pertama hanya turun dari 11 persen menjadi 9,9 persen. Pada lima tahun kedua, Indonesia terganggu pandemi Covid-19 sehingga sukar diharapkan terjadi penurunan tingkat kemiskinan secara drastis. Semoga tidak saja Covid-19 segera berakhir tetapi upaya penanganan kemiskinan dari waktu ke waktu perlu dilakukan secara sistematis, dengan cakupan dan pelaksanaan yang luas serta secara operasional dilakukan secara konsisten diarahkan kepada sasaran yang tepat dalam tahapan demensi waktu yang jelas. Semoga.

Haryono SuyonoComment