Universitas Digital

universitas.jpg

Catatan: Aam Bastaman

Youtube telah berkembang bukan hanya sebagai media informasi dan hiburan tetapi juga sebagai media sumber  pembelajaran.

Sebagai media yang dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran Youtube sangat menarik dan efektif dengan kekuatan visual, narasi, konten yang menarik dan host (pembicara) serta program yang dapat dipilih.

Dalam banyak hal Youtube dan berbagai aplikasi pembelajaran digital dapat menggantikan media proses pembelajaran di kelas konvensional perguruan tinggi yang tidak jarang dianggap membosankan atau bahkan kurang ‘up to date’.

Banyak sumber ilmu pengetahuan dalam berbagai disiplin ilmu  bisa diakses di Youtube secara mudah, murah, efisien dan efektif, karena akses ke semua program dan proses pembelajaran bisa diikuti di mana saja dan kapan saja secara gratis dan menyenangkan dengan waktu yang fleksibel.

Kehadiran Youtube telah menjadi alternatif dalam melakukan pembelajaran mengenai banyak bidang kecakapan dan keilmuan, mulai dari disiplin manajemen sampai matematika, sejarah, psikologi, seni budaya, agama, filsafat, teknik, politik dan sebutkan saja ilmu pengetahuan atau informasi tertentu yang dibutuhkan maka dengan mudah akan didapat di kanal Youtube.

Pemaparan para praktisi sukses dan guru besar hebat dan top kelas dunia yang kompeten di bidangnya masing-masing dapat kita ikuti di Youtube dan berbagai aplikasi pembelajaran digital secara gratis. Akses ke sumber yang kompeten di dunia digital menjadi sedemikian mudah.

Kehadiran kanal Youtube dengan aksesnya yang besar karena kemudahan dan efektifitasnya memunculkan pertanyaan; Biasakah Youtube menggantikan proses pembelajaran di Universitas (Perguruan Tinggi)? Atau seberapa efektif proses pembelajaran di Perguruan Tinggi dibandingkan Youtube dan media aplikasi pembelajaran lainnya yang berbasis digital?

Universitas (Perguruan Tinggi) harus beradaptasi dengan perubahan dan kemajuan teknologi informasi berbasis teknologi digital, yang telah “merusak” tatanan kehidupan bianis konvensional dan potensial “menganggu” tatanan di Pendidikan Tinggi, paling tidak muncul sebagai kompetitor baru. Seorang guru besar Harvard mengatakan di Amerika Serikat, diperkirakan 50% dari jumlah Perguruan Tinggi tidak lama lagi akan tutup akibat tidak bisa beradaptasi dengan perkembangan kemajuan teknologi informasi yang sangat cepat.

Teknologi digital akan mampu memberikan ruang pembelajaran yang jauh lebih efektif, efisien dan menyenangkan dibandingkan dengan pembelajaran konvensional di perguruan tinggi yang tidak bisa beradaptasi.

Saatnya perguruan tinggi berbenah diri dan melakukan adaptasi dengan tuntutan pembelajaran yang lebih kekinian dengan meninggalkan cara – cara lama yang sudah berumur ratusan tahun.

Apalagi fakta – fakta baru banyak ditemukan bahwa dunia industri tidak lagi melihat ijasah sebagai ukuran pengakuan kompetensi seseorang. Ijasah dianggap tidak selalu sejalan dengan penguasaan kompetensi.

Bagi pelaku industri sekarang ini tidak lagi melihat calon pegawainya kuliah dari universitas mana dan berapa IPK nya, namun melihat kompetensi apa yang bisa dikontribusikan pada organisasi secara optimal.

Fakta lain yang mengejutkan datang dari banyak alumni Perguruan Tinggi terkemuka, seperti disampaikan oleh seorang pendiri perusahaan start up termuka yang mengatakan hasil pembelajaran di Perguruan Tinggi yang masih diingat dan relevan hanya kurang dari 10%.

Hal ini menimbulkan pertanyaan seberapa efektif proses pembelajaran di Perguruan Tinggi untuk bisa terus relevan dengan tuntutan pekerjaaan dan kehidupan di masyarakat? Menambah fakta perlunya perguruan tinggi untuk terus melakukan adaptasi supaya tetap relevan keberadaanya.

Dunia ilmu pengetahuan semakin terbuka dan inklusif, hanya perlu gairah untuk belajar dan ketekunan, maka sumber pembelajaran dapat diperoleh dari beragam sumber, dengan akses yang mudah, murah dan efektif, tidak hanya melalui pembelajaran di Pendidikan Tinggi.

Youtube dan format serta aplikasi pembelajaran  yang berbasis digital menjadi alternatif pembelajaran yang dapat menjadi pesaing baru Perguruan Tinggi. Tantangan besar bagi keberlanjutan dunia pendidikan tinggi.

Saat ini banyak orang yang kompeten dan sukses dibidangnya tanpa melalui pengalaman  pendidikan di Perguruan Tinggi, karena mereka adalah para pembelajar mandiri, sebaliknya tidak sedikit  pelaku industri yang justru meragukan kompetensi lulusan Perguruan Tinggi.

Saatnya berbenah sebelum ketinggalan atau ditinggalkan.

(Aam Bastaman, Penulis, Akademisi di Universitas Trilogi).

Aam Photo.jpg
Aam BastamanComment