Kenangan Program AFS Intercultural: Mum

AFS Intercultural Program

AFS Intercultural Program

Catatan: Aam Bastaman

Topik ini sudah ada dalam pikiran saya lebih dari tiga puluh tahun yang lalu, saat masih menjadi ‘anak muda’. Maka bahasa yang digunakan juga dipengaruhi lahirnya gagasan penulisan topik ini - bahasa seorang anak muda tiga puluh tahun yang lalu yang sedang mencari jati diri.

Beruntung saya memiliki Mum (host mother) Patricia Button Tipe ibu sejati – peduli dan sayang keluarga. Terlihat juga ia sangat mencintai Dad (host father), juga sama anak – anak sangat perhatian, termasuk pada saya.

Ia tidak pernah membedakan perlakuan terhadap saya dan anak-anak kandungnya, semua diperlakukan sama.

Saya menerima ‘pocket money’ setiap minggu seperti yang diberikan kepada anak – anaknya, juga tugas di rumah dibagi secara merata. Seperti tugas harian mencuci priring atau tugas mingguan membuang sampah di tempat penimbunan sampah warga, atau tugas bulanan memotong rumput. Untuk tugas membuang sampah saya biasanya hanya menemani Dad, karena harus memakai mobil.

Town of Keith S.A

Town of Keith S.A

Mum mencuci dan menyetrika sendiri pakaian saya, termasuk pakaian dalam. Saya pernah minta untuk membantu, paling tidak untuk mencuci pakaian sendiri, tapi ia minta saya mengerjakan yang lain saja atau belajar. Jadi selama satu tahun tinggal bersama keluarga Button saya tidak pernah mencuci pakaian sendiri.

Kadang saya ditemani sewaku saya belajar untuk menyesuaikan bahasa Inggris dengan aksen Australia yang memang khas dan beda dengan bahasa Inggris yang dipelajari di Tanah Air. Jadi, Mum juga seperti guru saya di rumah. Bolehlah saya mengatakan Mum seorang ibu yang nyaris sempurna.

Mungkin banyak yang tidak menyangka, saya sering diingatkan untuk sholat oleh Mum, jika waktu sholat tiba. Mum pula yang mengingatkan kepala sekolah, bahwa saya sebagai muslim ada kewajiban shalat di siang hari. Akhirnya sekolah menyediakan ruangan matrikulasi yang bisa dipakai teman-teman di kelas matrikulasi untuk istirahat bisa digunakan juga sebagai tempat shalat.

Mum jagoan masak, meskipun masakan Australia kurang variasi dibandingkan dengan masakan Indonesia. Seringkali menu sehari – hari tidak jauh berbeda seperti baked chicken, ayam yang dipanggang, beef (daging sapi), lamb (daging domba) atau ikan yang juga dipanggang, kadang digoreng juga. Kentang selalu menjadi hidangan setiap makan malam plus sayuran, garam dan merica.

One side of Keith South Australia

One side of Keith South Australia

Masakah Australia umumnya tidak banyak memakai rempah – rempah. Masakan jadi lebih sederhana, kecuali kalau Mum mencoba menu Asia/Indonesia. Mum di awal sudah bilang sepanjang saya tinggal bersama mereka, mereka tidak akan memasak apapun yang memiliki kandungan daging babi.

Kekurangan saya tidak jago masak. Tapi menunggu makanan sampai matang saya biasa. Jadi urusan makan sering bergantung pada Mum.

Bukan hanya urusan makan dan urusan rumah tangga lainnya, Mum juga mengatur urusan belanja. Untuk kegiatan ini saya dan Bruce sering mendampingi, sekalian jalan-jalan dan ‘refreshing’. Di tempat belanja inilah kami sering bertemu tetangga dan kenalan. Maklum kami tinggal di kota pedesaan yang kecil.

Another side of Keith S,A

Another side of Keith S,A

Saya paling sering gantian mencuci piring dengan Bruce (host brother) yang jauh lebih muda dari saya. Kadang Dad gabung melap piring yang sudah dicuci.

Mum tidak bekerja (bukan wanita karir), penuh sebagai ibu rumah tangga Jadi waktunya fokus untuk keluarga. Oleh karena itu, banyak kegiatan yang kami lakukan di luar rumah (saya dan Bruce) selalu diantar Mum.

Saya tidak bisa menyetir lebih tepatnya tidak boleh menyetir,  juga tidak punya SIM Australia, selain itu juga ada larangan pelajar AFS tidak diperbolehkan mengemudi mobil selama menetap. Jadi saya sering diantar kalau ada berbagai kegiatan di luar. Kadang-kadang juga ada teman yang menjemput.

Jadi selain urusan cuci piring dan masak, Mum juga mengurus antar jemput kami jika Dad masih di kantor, namun kalau di rumah ada Dad, Dad selalu menyetir mobil.

Mum/Dad memiliki 3 anak selain Bruce (anak paling kecil), juga ada Peter dan Ian. Peter belajar di Australian National University di Canberra dan Ian sudah bekerja di Adelaide, jadi anak-anak dirumah hanya ada saya dan Bruce.

Mum sewaktu saya tinggal di Keith berusia 40 tahun, berasal dari Laura, sebuah kota pedesaan sekitar 96 km dari Adelaide. Sebelum menikah menggunakan nama orang tua – Barrie. Jadi Patricia Ruth Barrie. Setlah menikah dengan Dad, menjadi Patricia Ruth Button. Kalau ditanya wanita yang sebaik ibu saya, ya Mum, saya merasa seperti ibu sendiri.

Mum banyak bertanya tentang kebiasaan muslim dan selalu ingin tahu banyak tentang kewajiban seorang Muslim. Selalu ingin tahu mengenai adat kebiasaan saya di Tanah Air, sebagai seorang anak, dan sebagai seorang muslim.

Saat bulan Ramadhan, Mum yang selalu membangunkan untuk sahur. “Aam, time for breakfast”. Sambil mengetuk pintu. Yang sering saya merasa terharu, makanan sahur seringkali sudah disiapkan. Mum biasanya kembali ke kamarnya dan saya sahur sendiri.

Makan malam selama bulan puasa disesuaikan dengan jadwal buka puasa. Jadi buka puasa dilakukan bareng dengan makan malam bersama.

Rural Town of Keith S.A

Rural Town of Keith S.A

Mum juga tempat curhat saya urusan hubungan pertemanan dengan teman – teman di sekolah. Nasehat Mum, seperti ibu saya, hati –hati bergaul, kadang ia juga bercerita tentang kebiasaan – kebiasaan yang baik dan yang kurang baik yang dilakukan masyarakat Australia. Memberi wawasan tentang masyarakat Australia. Mum juga sering memberi saran apa yang boleh atau baik dan juga yang kurang baik dalam pergaulan di masyarakat.

Ada kalanya juga saya dan Bruce kurang akur, sebagaimana biasanya hubungan kakak-adik, sering karena masalah-masalah sepele. Mum biasanya menengahi tanpa memihak. Bruce mungkin juga kadang-kadang cemburu karena perhatian ibunya harus dibagi dua dengan saya.

Salah satu ‘passion’ Mum adalah menelusuri ‘family tree’ keluarganya, baik keluarga Button maupun Barrie. Seperti melakukan penelitian, yang didukung beragam data sekunder dan wawancara.

Dari penelusuran itu diketahui, keluarga Barrie berasal dari Inggris, tepatnya dari kawasan Kensington yang pindah pada abad 18. Sedangkan leluhur Dad (keluarga Button) merupakan seorang tahanan yang dikirim tepatnya diasingkan oleh pemerintah Inggris ke Australia.

Meskipun penganut Kristen, Mum dan Dan hampir tidak pernah ke gereja. Secara berseloroh Mum bilang “Kami ke gereja secara teratur. Setiap tahun sekali saat natal”.

A Deli at Keith SA

A Deli at Keith SA

Tentu saja saat paling sedih adalah sewaktu masa tinggal saya selesai. Sehari sebelum saya berangkat kembali ke Tanah air, Mum sepanjang malam menulis surat di buku saya, tulisan yang panjangnya lebih dari tujuh halaman, berupa kesan pesan dan perasaannya saat saya berada di tengah-tengah keluarganya. Paginya saya baru tahu Mum menangis sepanjang malam.

Saat pulang beberapa tetangga dan teman-teman dekat di sekolah ikut  mengantar dan melepas.

Saya pamitan. Tidak terasa air mata menetes. Saya masih merasakan kesedihan Mum saat bis yang saya tumpangi berjalan meninggalkan Keith menuju Sydney untuk orientasi, sebelum kepulangan ke Tanah Air.

(Aam Bastaman. Alumni program AFS Intercultural 1983-1984).

www.aambastaman.com

Foto-foto: Sumber open access

Aam BastamanComment