Mengenang Masa Muda dengan Penuh Kebanggaan
Sambil melaksanakan kewajiban berpuasa pada hari terakhir, sambil bersyukur Insya Allah besok pagi ikut merayakan Hari Raya Idul Fitri 1442 H yang penuh berkah, kami teringat masa SD sampai SMA yang penuh kenangan dan sangat membahagiakan. Kami ingin berbagi cerita ini kepada anak-anak muda bahwa modal yang terkumpul dari tingkat SD, SMP sampai SMA sesungguhnya merupakan modal yang sangat berharga buat memperkuat proses pembentukan karakter dan rasa percaya diri demi kemajuan disertai keyakinan tinggi untuk masa depan yang berhasil.
Pada tingkat SD sampai tahun 1951 kami berada pada tiga jaman, jaman Jepang, Perang Kemerdekaan, Agresi Belanda dan jaman kemerdekaan. Kami mengalami peristiwa pagi-pagi harus bangun memberi hormat tatkala tentara Jepang yang “mengambil alih rumah kami” sebagai markasnya. Ibu dengan adik-adik terpaksa tinggal di warung sebelah rumah induk. Pada masa berikutnya kami mengungsi ke rumah Kakek dan Nenek Wiryosentono di Dusun Ngampo tetapi terus belajar pada SD di Manten. Sewaktu sekolah di Manten karena kami anak kota, kami mendapat perlakuan yang baik dari rekan-rekan pelajar dan para guru, sehingga waktu kenaikan kelas nilai kami cukup tinggi.
Karena keadaan pendudukan Jepang berakhir, Ibu beserta anak-anak kembali ke Desa kami Pucang Sewu menempati rumah induk. Ibu Padmirah yang lincah meneruskan berjualan di warung yang pada masa pendudukan Jepang sekaligus kami tempati sebagai rumah tinggal. Karena nilai di SD Manten bagus dengan mudah kami diterima di kelas 5 SD sekolah pilihan di kota Pacitan bernama SD Diponegoro yang letaknya berdampingan kantor Bupati. Pada SD di Manten sudah ada kenaikan kelas dan kami baru saja naik ke kelas 5. Tidak lama duduk di kelas 5 SD Diponegoro, ada lagi kenaikan kelas dan karena di tingkat 6 itu kami termasuk maju, maka kami naik ke kelas enam, sehingga kami hanya sebentar saja duduk di kelas 5 SD langsung ikut naik kelas ke kelas 6.
Di kelas 6 SD kami bersahabat dengan teman-teman yang tergolong sangat pandai Mas Suratno dan Mas Sunarto. Sebagai “kelompok elite di kelas” kami ikut dalam kegiatan sosial budaya termasuk belajar menari tarian Jawa. Selama belajar pada kelas 6 SD kelompok elite sangat dekat dengan Bapak Guru Bapak Suroto sehingga kami selalu bertandang ke kediaman beliau. Pada sat pembagian rapor kami membantu membuat dan mengisi nilai rapor dengan tulisan tangan. Karena kami sangat dekat dengan guru kami dan dengan sendirinya Kepala Sekolah, maka pada saat tamat SD dan dadakan “hari perpisahan”, kami sangat diperhitungkan. Kami ditunjuk menari tarian Srikandi Mustoko Weni yang sesungguhnya harus ditarikan anak perempuan, tetapi kami berdua yang menari, anak laki-laki dianggap lebih mampu. Peranan anak perempuan pada waktu itu mungkin belum sama sepeti sekarang.
Dengan nilai lulus SD yang lumayan kami ditargetkan ayah Bapak Alimoeso untuk ke Sekolah Guru di Madiun, tetapi kakak kami di Yogyakarta, almarhum Mas Suyadi, menarik kami ke Yogyakarta masuk SMP IV. Di SMP kami tidak terlalu mengingat banyak peristiwa tetapi kami tetap tidak kalah bersaing dengan anak-anak kota. Di SMP, sahabat kami sama-sama pelajar di SMP IV, mas Yunus yang berbadan besar dan tinggi seakan seperti anak dewasa. Mas Yunus layaknya pelajar SMA atau bahkan lebih. Mas Yunus tinggal di rumah indah di pinggir jalan di klitren barangkali termasuk elite.
Rupanya mas Yunus ini “menaruh hati” pada guru sejarah Ibu Sumaryati yang cantik dan manis. Keakraban kami rupanya bagi mas Yunus, karena kami berbadan kecil dan termasuk cerdas, bisa sebagai alasan teman berkunjung ke kediaman guru, ibu Sumaryati. Kunjungan itu hampir bersifat rutin, tetapi kami tidak sadar, mungkin sebagai anak desa, bahwa bibit cinta belum tumbuh seperti mas Yunus.
Kesan saya hanya karena ibu guru sangat menarik dalam mengajar sejarah. Beliau selalu mengingatkan muridnya agar mencintai ilmu sejarah dan memperhatikan setiap tokoh yang masuk dalam sejarah. Setiap tokoh, sejak jaman dulu, seseorang akan dikenang dalam sejarah, apabila memberikan jasa dan kesan mendalam kepada masyarakat. Karena itu dalam belajar sejarah harus selalu dilihat hubungan antara tokoh dan alasan yang membuat tokoh itu menjadi bagian dari suatu sejarah. Kesan ini sangat mendalam sebagai hasil fungsi peran pengawal mas Yunus yang menaruh hati pada guru sejarah yang kecil, cantik dan manis tersebut. Hubungan antara murid dan guru itu setidaknya memberi semangat belajar karena tidak mau kalah dengan pelajar lainnya. Hasilnya kita buktikan bahwa dalam ujian akhir SMP kami berdua mendapat nilai yang sangat baik.
Berbekal nilai yang baik kami dengan mudah masuk SMA IVB di Yogyakarta. Pada periode SMA inilah kepribadian, popularitas dan kedekatan kami dengan para guru makin berkembang. Kami sangat ingat, hormat dan menghargai guru Olah Raga Bapak Suparno. Karena kami berbadan kecil, maka kami tidak diharuskan menjadi bagian dari pemain Basket Ball atau Voley Ball. Kami diarahkan pada permainan Koprol dan Tiger Sprong. Dengan pertolongan tangan beliau sebagai guru kami harus berputar untuk melaksanakan gerakan awal koprol. Pada perkembangan berikutnya kami dengan mudah melakukan tanpa pertolongan tangan Bapak Suparno sebagai guru. Mungkin karena badan yang kecil dengan mudah kami bisa melakukan putar badan di udara tanpa pertolongan seorang guru. Kami mulai merasakan rasa bangga karena sebagai anak desa mendapat tepuk tangan kawan-kawan satu kelas seperti halnya teman yang ikut rombongan Basket Ball.
Penghargaan dan popularitas teman-teman pada kami, yang berbadan kecil, bertambah tinggi tatkala dengan mudah bisa melompat melampaui halangan besar untuk “Lompatan Tiger Sprong”. Lompatan Tiger Sprong tidak terlalu memerlukan kekuatan tetapi lebih pada keyakinan bahwa kita bisa melompat dan jatuh pada karpet empuk yang ada di belakang papan. Yang diperlukan adalah kemampuan melompat dan tidak takut jatuh karena telah diberi tahu teknik jatuhnya. Suatu kepercayaan pada diri sendiri dan keyakinan pada petunjuk yang benar dipastikan memberi hasil positif.
Berkat prestasi itu selama tiga tahun berturut-turut nilai Olah Raga dalam rapor kami selalu pada posisi delapan (8) sehingga kalau perlu bisa bilang pada anak cucu bahwa kakeknya semasa muda di SMA termasuk “jago olah raga” biarpun tidak pernah masuk dalam Tim Bola Basket atau Bola Voli yang sangat populer di kalangan anak SMA. Suatu kebanggaan yang ikut mengukir masa depan yang bahagia.
Popularitas itu memberi “posisi yang diperhitungkan” pada pembentukan Pengurus Organisasi pelajar SMA IVB. Sejak kelas satu SMA kami diikut sertakan sebagai Ketua Bidang Penerangan sekaligus “Pimpinan Redaksi Majalah Sekolah Gelora” yang diharapkan terbit sekali sebulan. Posisi itu bertahan selama tiga tahun karena secara kebetulan majalah yang terbit dalam bentuk stensilan didukung oleh perusahaan Kakak Mas Soeyadi yang memiliki Perusahaan Stensil yang sangat terkenal di Yogyakarta.
Kenangan pada para guru dapat kami mulai pada guru sejarah Bapak Murdani dari Banda Aceh. Barangkali berkat kedekatan kami pada Ibu Sumaryati guru sejarah yang baik di SMP. Tetapi Pak Murdani lain, dalam mengajar beliau selalu melakukan oleh drama yang menarik tentang tokoh yang sedang dibicarakan. Beliau bisa menjadi Pangeran Diponegoro, apalagi sebagai Tengku Umar dengan gaya yang sangat menarik. Beliau dengan sangat cerdik memainkan tokoh-tokoh sejarah itu dalam mata pelajaran sejarah. Akibatnya, bagi kami mata pelajaran Sejarah menjadi salah satu favorit yang selalu menghasilkan nilai sembilan (9) sampai ke tingkat ujian akhir di SMA.
Favorit kedua adalah Ilmu Ukur Ruang yang diajarkan oleh Bapak Suparjitno, Kepala SMA IV pada waktu itu. Selama lebih dari dua tahun mata pelajaran ini sangat menarik melihat garis-gari bisa tembus suatu ruangan. Kita belajar melihat tempat titik tembus dengan tepat. Suatu mata pelajaran yang memberikan cara berpikir untuk melihat bahwa suatu titik tembus itu selalu bisa dilihat dari hubungan antar ruang yang berkaitan dengan petunjuk yang ada dalam tata ruang yang sama atau berdekatan. Cara berpikir ini sangat diperlukan dalam hidup bermasyarakat dikemudian hari. Mata pelajaran favorit ini memberi hasil nilai sembilan (9) sampai ke ujian akhir SMA.
Pada umumnya mata pelajaran matematika ketika belajar pada bangku SMA dapat kami capai dengan prestasi yang baik sehingga dengan mudah lolos masuk Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta. Biarpun tidak sampai menjadi dokter, kami memperoleh gelar kehormatan Doktor dalam bidang Medical Sciences dari Universitas Monash di Australia. Kami mengenang dengan penuh hormat pada para guru SD, SMP dan SMA yang mengantar dengan ilmu-ilmu dasar sebagai modal dan bekal mengarungi hidup yang penuh perjuangan membangun keluarga, masyarakat dan bangsa yang sangat kami sayangi. Menjelang Hari Raya, kami ucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.