Meniru Strategi Suntik Vaksin Covid-19 untuk Mencegah Nikah Muda

kmu1.jpg

Minggu lalu, Sekolah Tinggi Kesehatan Mitra RIA Husada (SMRH) di Cibubur Jakarta, yang selalu menghasilkan bidan berkualitas, dipimpin oleh Dr. Sri Danti Anwar MA menggelar Webinar dengan beberapa pembicara ulung yang banyak berpengalaman dalam menganjurkan budaya baru “nikah pada usia dewasa”, minimal di atas usia 19 tahun bagi anak perempuan seperti diatur pemerintah. Gerakan menganjurkan menikah pada usia dewasa itu telah berlangsung lama, tetapi di masa lalu terbentur pada UU yang memberi ijin anak gadis menikah pada usia 16 tahun. Setelah perjuangan yang sangat lama akhirnya disepakati UU yang memberi ijin anak perempuan menikah pada usia 19 tahun. Sayangnya pada UU yang sulit disepakati semua pihak itu, ada embel-embel yang menyatakan boleh menikah lebih muda kalau memiliki alasan penting yang di sahkan keputusan pengadilan. Oleh karena itu seseorang dengan alasan tertentu tidak dilarang menikah pada usia lebih muda dari 19 tahun kalau alasannya di sahkan oleh pengadilan.  Akibatnya banyak sekali kabupaten yang anak-anak muda menikah pada usia dini setelah terlebih dulu pergi ke Pengadilan Agama mendapatkan pengesahan alasan untuk menikah secara dini dari Pengadilan.

kmu2.jpg

Akibatnya dilaporkan bahwa biarpun ada UU baru yang mengatur kenaikan usia nikah, selalu ada jalan yang memungkinkan dilakukan pernikahan secara dini yang alasannya disahkan pengadilan sehingga dicatat bahwa pernikahan usia muda masih tetap tinggi. Karena itu jumlah bayi lahir dengan berat badan rendah, kurang gizi dan stunting tetap merajalela, dan pertumbuhan bayi tidak normal juga tercatat sangat tinggi. Pejuang untuk meyakinkan para halim menolak pengesahan alasan untuk menikah terbentur pada berbagai aturan yang masih tetap diperjuangkan untuk diperketat oleh para aktifis yang menolong anak perempuan atau keluarganya  agar tidak menikahkan anaknya secara dini..

kmu3.jpg

 Sementara kita lihat jelas bahwa Vaksinasi untuk mencegah atau mengurangi bahaya Coid-19 dijadikan suatu gerakan seperti halnya program KB sebelum tahun 2000. Pada awal program KB, untuk ikut KB harus melalui prosedur yang rumit di klinik atau rumah sakit, sehingga program KB awal hanya bisa memperoleh 50.000 akseptor KB pada tahun pertama. Pada tahun kedua pesertanya naik menjadi 100.000 peserta. Sukar sekali mendapatkan peserta dan  peserta awal itu umumnya sudah lanjut usia dan terlanjur memiliki banyak anak. Semua calon akseptor KB dilayani di klinik atau rumah sakit dengan prosedur yang sangat berbelit, bahkan banyak yang segan  pergi ke klinik atau rumah sakit karena tidak merasa sakit atau menganggap bahwa hamil bukan penyakit tetapi justru kebahagiaan karena dianggap sebagai cita-cita perkawinan yang bahagia.

Dengan mengubah KB menjadi Gerakan Masyarakat maka setiap tahun bergabung sebagai peserta kB  bisa berjumlah 5.000.000 serta memelihara peserta lama yang jumlahnya makin melimpah. Gerak KB pada waktu itu diperkenalkan bukan degan menganggap hamil sebagai penyakit tetapi sesuatu yang sangat membanggakan sehingga perlu disiapkan dengan baik, bayinya dipelihara dengan penuh kasih sayang. Karena itu pengaturan kelahiran seorang bayi perlu diatur dengan baik  dan dapat dilayani di mana saja. Pelayanan bisa di Desa, di pesantren dan bahkan di rumah-rumah penduduk dengan mendatangkan bidan atau dokternya ke tempat pelayanan.

kmu4.jpg

Gerakan vaksinasi Covid-19 rupanya mendapat inspirasi yang sama sehingga hari-hari ini bergerak dengan cepat untuk seluruh penduduk yang dimulai dari kelompok yang memiliki risiko tinggi seperti  tenaga medis, guru dan penduduk lanjut usia. Kegiatan itu masih berlangsung di banyak tempat di luar klinik. Gerakan ini, seperti gerakan KB yang ditargetkan pelaksanaannya dimulai dalam jumlah ribuan, puluhan ribu, ratusan ribu setiap hari dalam pendekatan klinik. Diubah menjadi pendekatan masyarakat seperti kegiatan Vaksinasi dewasa ini. Target puluhan ribu dalam KB diubah menjadi 5.000.000 pasangan usia subur selama satu tahun.

Pencapaian vaksinasi dalam kasus covid-19 perlu disiarkan secara luas dengan meminta bantuan dan kerja sama semua komponen untuk menggerakkan dengan target seperti KB, yaitu dalam waktu singkat sebanyak mungkin penduduk bisa terjangkau di seluruh Indonesia. Makin cepat seluruh penduduk mendapatkan vaksinasi makin baik karena penduduk akan lebih dijaga dengan kekebalan yang baik.

Bahkan perlu ada semacam penghargaan bagi Desa yang memenuhi target seluruh penduduknya mendapat vaksinasi, kecamatan yang menyelesaikan vaksinasi bagi penduduknya, Kabupaten dan penghargaan bagi petugas kesehatan, para pembantunya dan relawan yang menggerakkan masyarakat untuk siap di vaksin. Berita tentang kegiatan ini diharapkan muncul di media masa, televisi dan radio menggantikan dan melebihi berita tentang laporan penyebaran covid-19 sehingga seakan ada penghargaan yang tinggi terhadap gerakan menyematkan anak bangsa, bukan berita tentang gerakan virus yang harus dianggap sebagai musuh yang menakutkan. Masyarakat bergerak cepat mengatasi masalah dan secara gotong royong menjaga diri dengan taat pada komitmen yang tinggi mematuhi protokol kesehatan.

km5.jpg

Usaha untuk meningkatkan usia nikah minimal 19 yahum atau perlu diberikan penghargaan ditambahi syarat seperti persiapan bagi kaum gadis untuk menikah pada usia makin dewasa dan mandiri, Kepada keluarga atau gadisnya  perlu dilakukan seperti gerakan KB atau Gerakan Vaksin masal yang mengikut sertakan masyarakat secara luas. Kalau perlu Kepala keluarga atau gadisnya diberi penghargaan, Desa atau komunitas diajak berlomba. Lebih dari itu perlu diciptakan berbagai program untuk persiapan bagi gadis muda dan penghargaan yang tinggi bagi anak perempuan yang menunda waktu nikahnya dengan bea siswa atau kemudahan melanjutkan pendidikan. Penghargaan lain adalah kepada gadis yang mencapai pendidikan tinggi dan menikah pada usia dewasa. Suatu gerakan yang semua kegiatannya menjadi perhatian dan muncul dalam media masa dengan cakupan yang menarik.

Haryono SuyonoComment