Mengapa Perlu Menulis Buku?
Pemikiran, imajinasi, dan kreasi perlu dibukukan sebagai dokumen tulisan karya anak bangsa. Buku-buku bermutu bisa merubah landscape kehidupan dan peradaban manusia.
Buku merupakan produk kebudayaan yang dapat mencerminkan kemajuan peradaban, berupa kumpulan pengalaman, imajinasi, dan karya kreatif yang terdokumentasikan. Dalam buku karya pemikiran, pengalaman, edukasi dan imajinasi menjadi lestari.
Jika suatu karya tidak terdokumentasikan maka tidak ada jejak rekam, tidak ada bukti penciptaan karya dan bisa hilang dengan sendirinya. Bahkan bisa dianggap suatu masyarakat tidak menghasilkan suatu karya apa-apa, atau miskin karya. Buku menjadi arsip ilmu pengetahuan, termasuk seni budaya dan teknologi yang bisa dibaca dari generasi ke generasi.
Buku – buku yang baik selain menjadi saksi sejarah juga dokumen karya manusia yang bisa menunjukkan perjalanan peradaban manusia. Oleh karena itu, selain perlu meningkatkan budaya menulis juga harus dibudayakan kegiatan penerbitan perbukuan.
Mendokumentasikan tulisan bisa dilakukan dengan beragam cara, selain melalui penerbitan buku di era internet ini bisa juga melalui web atau blog, bahkan di media sosial dan penerbitan yang bersifat digital, namun penerbitan melalui buku cetak sementara ini lebih ideal, yang kemudian bisa diadaptasi dikonversi menjadi buku-buku digital, sesuai perkembangan kemajuan teknologi informasi.
Yang jelas, harus dibangun semangat kolektif untuk terbiasa menerbitkan tulisan – tulisan dalam bentuk buku. Bangsa-bangsa besar sangat kuat dengan budaya menulis, masyarakatnya dibanjiri buku-buku bermutu, yang mencerminkan kemajuan masyarakat dan peradabannya.
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat penutur lisan. Oleh karena itu tradisi menulis masih sangat lemah. Akibatnya banyak kreasi, opini dan beragam karya anak bangsa, termasuk pemikiran dan cerita berbasis kearifan lokal yang ada di masyarakat tidak sepenuhnya terdokumentasikan dalam bentuk buku.
Tradisi membukukan tulisan dan karya cetak sebenarnya bisa dimulai atau diinisiasi oleh masyarakat akademik, seperti dosen (pendidik) dan mahasiswa. Sayangnya tradisi menulis di kalangan masyarakat akademik-pun masih lemah.
Banyak dosen yang tidak produktif menulis atau bahkan tidak menulis sama sekali, karena memiliki kemampuan menulis yang lemah, karena tidak terbiasa menulis. Tidak heran dalam produktifitas perbukuan Indonesia tergolong rendah. Padahal produktifitas menulis dan produktifitas penerbitan perbukuan merupakan cermin produktifitas, tingkat kreatifitas dan kemajuan literasi suatu bangsa.
Buku adalah peradaban. Kemajuan peradaban bisa dilihat dari kreatifitas dan daya pikir kolektif ataupun individual bertalenta tinggi yang terdokumentasikan dalam penerbitan buku yang bisa mempengaruhi dinamika kehidupan masyarakat kearah suatu perubahan.
Banyak pemikiran, gagasan dan kreatifitas karya anak-anak bangsa hilang begitu saja karena tidak dibukukan sehingga tidak terekam dan tidak kebaca oleh masyarakat. Saatnya membangun tradisi menulis yang kuat dan publikasi perbukuan yang kuat pula.
Beragam cerita tutur berbasis kearifan lokal bisa dilestarikan dan didokumentasikan, termasuk kandungan budaya lokal, supaya tetap hidup dan lestari. Beragam falsafah dan kearifan lokal Tanah Air yang mengandung nilai-nilai kehidupan dalam berkemasyarakatan tidak bisa lagi dituturkan semata. Kuncinya tulis dan bukukan.
Perlu dukungan dan niat baik pemerintah termasuk pemerintah daerah untuk menciptakan ekosistem penulisan dan perbukuan yang memberikan ruang dan gairah kreatifitas kepada para penulis dan pelaku perbukuan lainnya untuk kemajuan dunia literasi kita yang tertinggal jauh.
(Aam Bastaman – aambastaman.com)
Photo: Sumber open access