Kenangan Program AFS Intercultural: Sebuah Kota Pedesaan yang Disebut Laura
Lebih tepatnya tulisan ini untuk nostalgia. Mengunjungi Laura karena diajak host parents, saat liburan sekolah. Dari tempat inilah Mum (host Mum) berasal, sebelum menikah dan kemudian tinggal di Keith, kota kecil tempat saya menghabiskan satu tahun masa studi dan tinggal saya.
Laura adalah sebuah kota pedesaan di wilayah Mid North Australia Selatan, Orang Eropa pertama yang menjelajahi distrik itu adalah Thomas Burr pada bulan September 1842. Laura, memang nama seorang perempuan, terdengar eksotik, saat nama ini diberikan untuk sebuah kota kecil pedesaan di Australia Selatan ini. Terletak di lereng timur Flinders Ranges selatan, 218 km arah Utara Adelaide dan 40 km arah Timur Port Pirie. Dari jalan highway, sekitar 12 km sebelah utara Gladstone di Horrocks Highway. Nama Laura sendiri berasal dari nama istri Pendeta Herbert Bristow Hughes, yang datang dan menguasai kawasan itu pada 1872, yaitu Laura Hughes.
Bagi saya ini seperti “pulang kampung”, ke rumah nenek (grandpa/ma Barrie). Layaknya tradisi mudik di Tanah Air. Kebetulan Ayah dan ibunya Mum baru pulang dari England, jadi sebagai anak Mum datang untuk mendengarkan cerita grandpa/ma Barrie.
Rumah Grandma/pa cukup luas, ada beberapa kamar tidur. Lebih dari empat kamar saya kira. Halamannya jauh lebih luas lagi, terutama halaman belakang. Di belakang rumah ada sungai kecil, semacam parit, namun kalau ke seberang ada jembatan kecil, untuk berjalan. Disamping itu, ada banyak tananam di sekitar rumah, baik depan rumah maupun belakang rumah, juga samping rumah.. Grandma rupanya suka menanam bunga. jadi cukup rindang.
Grandma masak sendiri, tentu dibantu Mum, yang lain ngobrol di ruang tamu. Saat makan malam siap kami dipanggil. Masakan orang tua dimana-mana terasa lezat. Itu pula yang dikatakan Mum, mengenai masakah ibunya. Di Australia menu makan tidak menggunakan banyak rempah-rempah. Kualtas daging ataupun ayam di sini sangat baik, jadi cukup dioven dan ditaburi merica dan garam, kadang plus sedikit sauce dan kentang, sudah lezat.
Usai makan, kita para lelaki membantu cuci piring, itu kebiasaan saya dan adik angkat saya di sini. Kadang Dad juga membantu mencuci atau mengelap piring. Seingat saya di rumah grandma tidak ada televisi. Mungkin juga tidak disetel. Tapi kita memang jadi sibuk ngobrol, dan mendengarkan cerita grandma dan grandpa. Sekali-kali Mum berbicara mengenai saya, yang sudah suka dengan masakan Australia.
Saat dibawa keliling kota, kendaraan yang lalu lalang mungkin hanya satu atau dua mobil saja. Sepi. Rumah-rumah satu dengan yang lain agak berjauhan. Khas rumah-rumah di kota-kota kecil Australia. Tidak jauh berbeda dengan kota Keith tempat kami tinggal. Tidak ada hiruk pikuk. Maklum penduduknya tidak lebih dari penduduk satu - dua RW di Jabodetabek, hanya disni tanahnya masih sangat luas. Tidak ada kepadatan. Kami sempat dibawa melihat pengolahan dan pembuatan yoghurt, es krim dan keju di sebuah pabrik tidak jauh dari kota.
Mum cerita mengenai sejarah kota, tapi terus terang pada tulisan ini banyak juga ditambahkan informasi dari internet. Kadang cerita lisan mudah lupa. Kota itu berkembang karena menjadi pos pasokan penting bagi para pekerja yang membangun Waduk Beetaloo. Dikisahkan terdapat dua tukang kebun orang Cina menetap di sana dan menerapkan sistem irigasi pertama Australia Selatan untuk menanam sayuran dan buah-buahan. Bir, es, dan produk susu kemudian diproduksi di kota itu untuk dikirim ke Broken Hill, setelah operasi penambangan di kota itu didirikan pada tahun 1880-an.
Penyair dan penulis Australia Clarrie Dennis, penulis The Sentimental Bloke yang terkenal di Australia berasal dari Laura. Ayahnya adalah pemegang lisensi Beetaloo Reservoir Hotel dari tahun 1892 hingga 1910. Clarrie Dennis menghabiskan banyak masa mudanya di Laura. Boleh dibilang Dennis kebanggaan masyarakat Laura.
Kota yang berpenduduk 570 orang ini (Sensus 2006), terletak di tepi Sungai Rocky yang mengalir ke arah selatan. Salah satu tempat wisata sejarah adalah Stone Hut, sekitar 10 km ke utara. Pondok itu diberi nama sesuai dengan pondok batu tua yang dibangun pada tahun 1850-an di tepi Sungai Rocky untuk Frederick White dan istrinya. Pondok itu masih bertahan sebagai peninggalan perjalanan masa kereta surat, ketika itu juga merupakan tempat pemberhentian bagi orang-orang yang sibuk mengangkut kayu dari hutan ke tambang di Burra.
Pada tahun 1926 penduduk mengumpulkan uang untuk mendirikan sebuah bangunan sebagai peringatan bagi para prajurit Perang Dunia 1. Ini dikenal sebagai Stone Memorial Soldiers Stone Hall dan masih digunakan sampai sekarang untuk acara sosial dan pasar.
Masyarakat kota Laura cukup kompak dalam mengembangkan wisata kota. Kini (saat saya berkunjung ke sana belum ada) telah didirikan Asosiasi Pengembangan Masyarakat dan Pariwisata Laura (LCDTA) bekerja sama dengan Dewan pemerintahan lokal Area Utara dalam melestarikan dan memberikan akses, serta kemudahan wisata kota pedesaan, dengan dukungan banyak sukarelawan dalam proyek-proyek komunitas. Proyek utama LCDTA adalah mengoperasikan Taman Caravan Laura milik masyarakat. Keuntungan dari operasi taman karavan kemudian digunakan untuk perbaikan dan pelestarian kota. Targetnya saya kira wisatawan lokal dari berbagai kota atau kawasan di Australia Selatan.
Kota kecil yang unik, bukan hanya namanya yang eksotik.
(Aam Bastaman. UTrilogi. Alumni AFS Intercultural Program. www.aambastaman.com)
Foto-foto: Istimewa (sumber open access)