Menolong Keluarga terkena musibah banjir di Bekasi
Setelah kunjungan Ketua STIE IGI, Dr. Charles Bohlen Purba, S.E, MM pada Prof. Dr. Haryono Suyono yang diantar Ibu Yuli Ismiati, Ketua KCB Anggrek guna menggali pengalaman mengadakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) atau sekarang disebut Kuliah Merdeka, Ketua STIE langsung melaksanakan langkah-langkah awal membangun perkenalan dan kerja sama dengan masyarakat desa. Ketua STIE membuktikan bahwa Perguruan Tinggi yang dipimpinnya memiliki komitmen tinggi melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) dengan menerjunkan mahasiswa ke desa.
Secara kebetulan setelah kunjungan pada hari Jum’at, pada hari Sabtu tanggal 19 Februari banjir di daerah Bekasi tidak surut tetapi malah bertambah parah. Dengan bantuan koordinasi Ibu Yuli Ismiati, Ketua KCB Anggrek, pada hari Minggu kemarin Ketua STIE IGI, Dr. Charles Bohlen Purba, S.E, MM dan beberapa mahasiswa melakukan perkenalan dengan masyarakat desa melalui acara pengabdian kepada masyarakat di daerah Bekasi yang sedang dilanda banjir. Segera setelah itu, para Dosen Pembimbing dan mahasiswa dengan bimbingan Yayasan Anugerah Kencana Buana dan Yayasan KCB Anggrek, “memperkenalkan diri” dan berusaha bertindak sebagai “lembaga yang simpatik” oleh masyarakat desa yang dikunjunginya.
Kegiatan yang dilakukan bersama dengan Dt Peduli sekaligus disertai mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi International Golden Institute STIE Khusni Ridho, Padilawati, Dhita Puji Lestari melalui pembukaan dapur umum untuk mambantu korban banjir di Bekasi dan Cikarang. Dapur umum yang dibuka ditengah banjir akibat hujan yang sangat deras dimaksudkan sebagai bantuan darurat bagi keluarga yang sama sekali tidak bisa menggunakan rumah dan dapurnya. Selalu ditegaskan bahwa sifat bantuan itu kepada masayarakat bukan untuk selamanya karena itu setiap keluarga perlu segera mengusahakan agar makin mandiri atau mencari keluarga dekat yang rumahnya tidak kena banjir. Bantuan itu sifatnya sangat sementara agar tidak timbul kesan bahwa bantuan itu bukan pengganti upaya mandiri oleh keluarga penderita tetapi merupakan pertolongan sementara agar setiap keluarga korban bisa kembali menikmati hidup normal yang mandiri.
Dalam kegiatan yang selalu dilakukan oleh Ibu Yuli dari Yayasan Anggrek KCB dengan arahan Prof. Dr. Haryono Suyono selalu ditekankan agar setiap keluarga untuk “sementara dibantu tetapi harus berlatih kerja” dan bersedia bekerja keras. Percontohan itu diberlakukan kepada keluarga penyandang cacat yang mau berlatih menjahit sehingga setelah pandai menjahit, tidak lagi dibantu tetapi harus bekerja keras menjahit produk seperti Maker dengan target tertentu dan untuk itu mendapat upah jasa jerih payahnya, tidak lagi dibantu secara cuma-cuma.
Pada periode perkenalan dengan masyarakat desa tersebut, Ibu Yuli mengajak mahasiswa STIE International Golden Institute mengelola dapur umum dengan menyiapkan bahan makanan dan pengemasaan makanan untuk dibagikan sebagai pertolongan sementara. Kegiatan para mahasiswa itu di bantu ibu-ibu relawan dari Bekasi yang memasak bahan-bahan untuk segera dikemas. Sungguh menarik ternyata kegiatan sosial kemasyarakatan tersebut menarik mahasiswa STIE International Golden Institute yang untuk pertama kali terjun ke lapangan yang sangat mengharukan karena jelas sekali target yang dituju. Para mahasiswa memperoleh pelajaran berharga bahwa mahasiswa atau pemuda dapat ikut serta dalam keadaan musibah membangun kebersamaan saling peduli dan secara gotong royong membantu sampai keluarga yang bersangkutan secara mandiri mengatasi musibah yang dideritanya. Bahkan akan sangat bijaksana apabila keluarga setempat dapat mengatur bantuan yang mereka terima di arahkan guna pemberdayaan keluarga setempat makin bersatu untuk mandiri.
Melihat semangat mahasiswa, kiranya sesudah musibah banjir dan pembuatan dapur umum sementara, para mahasiswa dapat diterjunkan ke daerah yang sama untuk membantu mengatasi kemungkinan banjir di masa yang akan datang atau mengembangkan kegiatan lain yang memungkinkan keluarga di desa itu makin mandiri. Desa yang kaya dengan produksi ikan bisa mempersiapkan diri menghadapi banjir atau musibah lainnya. Apabila daerah itu memperoleh bantuan pemerintah diubah menjadi daerah bebas banjir, keluarga setempat bisa mengubah desa itu menjadi penyelenggara pasar ikan atau daerah wisata dengan suguhan ikan segar yang dimasak aneka macam seperti daerah wisata di Pantai Ancol di Jakarta.
Berkat kegiatan membuat dapur umum tersebut, mahasiswa mendapatkan pengalaman yang sangat berkesan terhdap kepemimpinan Ibu Yuli Ismiati yang merupakan seorang penderita cacat sekaligus motivator yang inspirasi bagi para ibu-ibu sekitar. Ibu Yuli Ismiati selalu mengutamakan kerja nyata dan memberikan yang terbaik untuk membantu satu sama lain. Disini mahasiswa terbuka pikiran dan wawasan untuk berkembang dan memulai kerja nyata, mahasiswa mendapatkan pengalaman yang sangat berharga.
Setelah selesai memasak dan mengemas makanan untuk dibagikan kepada korban banjir sampai larut malam, mahasiswa STIE IGI dengan sangat terharu membagikan makanan untuk para korban yang mengungsi dalam keadaan lapar. Dalam kesempatan membagi makanan siap santab itu para mahasiswa ikut merasakan penderitaan yang tercermin dari rasa terima kasih yang tidak dapat diukur atau ditulis dengan kata-kata.
Ibu Yuli Ismiati dan mahasiswa STIE IGI Khusni Ridho, Padilawati, Dhita Puji Lestari beserta para dosen pendamping sangat terharu melihat suasana keluarga yang sangat berterima kasih tersebut. Mahasiswa STIE IGI St. Hendro Budiyanto sampai di lokasi banjir desa Bulak Sriamur Kecamatan Tambun Utara dan desa Lambansari Kecamatan Cikarang Timur sambil membagi makanan siap saji sempat menitikkan air mata karena tidak menyangka bahwa sesuap nasi itu sangat besar artinya kalau kita lapar dan kedinginan biarpun biasanya bisa makan mewah di rumahnya sendiri.
Ketua STIE IGI Dr. Charles Bohlen Purba, S.E, MM sangat berterima kasih kepada Ibu Yuli dan pak Haryono yang selama ini selalu menganjurkan kepada para mahasiswa untuk terjun langsung ke desa membantu pemberdayaan dan pendampingan kepada keluarga terkena musibah atau menderita kemiskinan tetapi mau bergerak bekerja keras membangun keluarga menjadi keluarga mandiri.
Berkat pengalaman membantu korban banjir tersebut diharapkan para mahasiswa menyabar luaskan kepada kalangan mahasiswa dan Sekolah Tinggi lain sehingga budaya gotong royong peninggalan nenek moyang dapat dilestarikan. Suatu tindakan nyata, penuh perhatian yang dilakukan dengan hati yang paling dalam serta diyakini akan memberi manfaat bagi masyarakat luas dipastikan akan diterima dengan rasa syukur yang sangat mendalam. Semoga apa yang didapatkan dari petunjuk Bapak Prof. Dr. Haryono Suyono dan Ibu Yuli Isimiati diridhoi oleh Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga menjadi berkah bagi para mahasiswa STIE IGI dan dosennya. Amiin YRA