AA Ayu Kusuma Arini ikut Mewarnai Suksesnya KB di Indonesia
Setelah pensiun dari Jabatan pemerintahan kami makin yakin bahwa dibalik suksesnya suami atau istri yang bertahun-tahun mengabdi pada pemerintah selalu ada tokoh tersembunyi, sebagai istri atau suami, yang pada jamannya dihormati atau disegani atau dikagumi karena latar belakang, peran atau krida yang luar mendampingi pasangannya. Ungkapan yang selalu terngiang, begitu ditelusuri, ternyata bukan hanya terjadi pada tokoh nasional saja. Kenyataan itu bisa terjadi pada tokoh lokal yang sama-sama memiliki ratna mutu manikam yang bisa di sejajarkan pada tokoh nasional. Sebabnya adalah bahwa sering terjadi tokoh lokal tersebut “diam seribu bahasa” dan tidak mau menunjukkan diri atau sengaja “merendahkan diri” serta “pasrah pada Tuhan Yang Maha Esa” yang nanti akan memberikan penilaian akhir dan anugerah pada waktunya.
Agung Ayu Kusuma Arini adalah salah satu “intan ratna mutu manikam yang berkilau” di belakang Bapak Kepakisan SH, mantan pejabat teras pada BKKBN Provinsi Sulsel dan mantan Kepala BKKBN Provinsi Bali yang berhasil, selalu setia mengikuti suami tetapi tidak tinggal diam. Di setiap daerah beliau sebagai “orang Bali asli” yang pandai menari dan Dosen Tari selalu mengajarkan tarian Bali yang eksotik kepada karyawan dan masyarakat sekitar yang ingin memperdalam dan mahir menarikan tari yang merupakan pujaan masyarakat Indonesia dan dunia tersebut. Lebih dari itu Ibu Agung Arini menulis buku tentang Legong Peliatan yang dewasa ini sangat terkenal dan menjadi rujukan yang berharga.
Kepada kami, mantan bos suaminya, beliau bertutur bahwa sejak tahun 1954, masih kecil ditingkat SD sering mendengar bunyi gamelan legong dari radio BBC London bersama bapaknya. Lambat laun Ayu Arini kecil baru tahu bahwa gamelan itu adalah iringan tari legong Peliatan saat pentas di london pada tahun 1952.
Setelah makin besar pada tahun 1960an sering mendengar bahwa ada pentas legong Peliatin untuk turis. Tarian itu sungguh sangat menyenangkan karena tari ini tergolong klasik tetapi seakan memiliki daya tarik magis yang tetap menawan sepanjang masa. Karena itu setelah tumbuh dewasa dan pada tahun 2009 ikut hibah penelitian, Ibu Arini menulis tentang Identitas dan kontinuitas legong lasem Peliatan. Kemudian dari itu muncul gagasan menulis buku dengan judul Legong Peliatan Pionir Promosi kesenian Bali yang tetap Lestari pada tahun 2011. Pada tahun 2014 buku itu diterbitkan dalam Bahasa Inggris sehingga karena itu menjadi bacaan dunia yang secara langsung ikut melejitkan nama Bali tidak saja sebagai area wisata yang tidak ada tandingannya tetapi sekaligus pusat seni yang lestari karena pada setiap sudut wilayah dan setiap anak warganya sanggup menyajikan pertunjukan tari yang sama indahnya untuk upacara dan tamu turis wisata dari berbagai negara dengan kepuasan yang tiada tersaingi dan membuat mereka datang kembali dan kembali lagi.
Bermula dari kekaguman mendengarkan siaran radio BBC London tersebut Ayu Arini ikut terjun dalam pelatihan tari di bekali kecintaan yang sangat mendalam sehingga sangat ingat bahwa pada tahun 1931 ada pantas rombongan tari berkunjung ke London dan negara Eropa lainnya atas permintaan Ratu Belanda pada acara Colonial Exebition.di Paris melalui kapal laut yang sukses luar biasa. Disitulah Arini menjadi makin yakin bahwa suatu tarian yang dibawakan dengan kasih sayang dan dengan hati yang disertai komitmen tinggi memberikan dampak yang sangat tinggi. Masyarakat Eropa yang menyaksikan tarian rombongan kekagumannya tidak dapat diukur dengan semua kecintaan mengikuti latihan sampai tuntas sehingga sewaktu melaksanakan tariannya seakan setiap penari menarikan tariannya di pentas sorga loka di kayangan.
Karena keberhasilan tersebut masyarakat Eropa tidak segan mendatangkan rombongan lain pada tahun 1952, dan rombongan lain lagi, seakan tidak ada bosannya. Dan tidak itu saja, anak-anak muda dari Eropa, Ameria, Jepang dan lainnya berbondong “hijrah ke Bali” belajar menari dan tidak sedikit yang kemudian menikah dengan pria atau gadis dari Bali. Memang penari bertambah usia, tetapi anak muda dari Bali, seperti Ibu Agung Arini, berkat setiap hari mendengar irama lagu yang sangat menusuk hati, jatuh cinta pada budaya nenek moyangnya, melestarikan seni budaya luhur tersebut secara lestari. Kita memberikan hormat pada pejuang dan pelestari seni budaya bangsa.