Menghormati calon Akseptor KB Muda di Desa

IMG_4438.jpg

Disamping adalah sebuah gambar kuno kenangan indah yang diambil sekitar akhir tahun 1975-an di suatu desa di Jawa Tengah. Terlihat senyum penuh kekeluargaan dan hormat Deputy Operasional KB, Dr. Haryono Suyono di muka dua ibu calon akseptor KB pada pertemuan terbuka. Pada pertemuan itu hadir petugas Desa dan disaksikan ratusan ibu-ibu lainnya. Secara sengaja dalam kegiatan Komunikasi, Informasi dan Edukasi selalu diadakan dialog dengan ibu-ibu muda yang biasanya sangat polos menyatakan siap ikut KB. Apabila itu terjadi, selalu diundang tepuk tangan spontan yang disambut Ibu-ibu lainnya dengan gegap gempita karena biasanya ibu-ibu tanpa malu-malu menyatakan di muka publik bahwa mereka ingin tetap cantik agar suaminya makin sayang kepadanya.

Tema menonjolkan ibu subur muda tersebut diulang-ulang dalam setiap kesempatan sebagai “pesan khusus” kepada para petugas lapangan bahwa pejabat paling tinggi setelah Kepala BKKBN ingin agar peserta KB yang diajak diutamakan ibu-ibu pasangan usia subur muda. Kalau ibu-ibu muda yang ikut KB, pastinya belum memiliki banyak anak sehingga setiap ibu muda yang menjadi peserta KB program diuntungkan hemat 5 sampai 6 anak. Kalau ibu yang sudah berusia diatas 30 atau 35 tahun ikut KB, maka keuntungannya terbatas pada ibu sendiri yang kemungkinan tidak akan memiliki anak lagi. Program tidak akan banyak diuntungkan karena umumnya telah memiliki jumlah anak lebih dari 4 atau lima orang. Dengan demikian kalau makin banyak ibu muda menjadi peserta KB akan makin cepat terjadi penurunan fertilitas di Indonesia.

upgk8.jpg

Pilihan pada ibu muda tersebut memberi kesempatan makin banyak peserta KB karena tidak harus memilih kontrasepsi mantap karena kecelakaan menjadi hamil tidak sangat merugikan bagi program karena peserta rata-rata baru memiliki satu anak. Dengan makin banyak peserta KB terdiri dari ib-ibu muda, maka penurunan angka kelahiran sebesar lima puluh persen yang semula ditargetkan pada tahun 2000 sudah dicapai pada sekitar tahun 1989 sehingga PBB memberikan penghargaan untuk Indonesia berupa UN Population Awards.

Strategi lain yang perlu disegarkan adalah bahwa pada awal program di tahun 1970-an program KB dituduh seakan anti bayi atau anak. Untuk menghilangkan tuduhan itu pada tahun 1975 dan seterusnya pada setiap gerakan mengumpulkan calon peserta KB selalu diundang ibu-ibu yang memiliki bayi untuk mendapat penjelasan dan menjelaskan pada ibu bagaimana memelihara bayi atau anak balitanya. Kalau ibu sedang memiliki bayi berarti ibu itu subur dan dipastikan belum terlalu tua atau bahkan baru memiliki satu anak, sebuah pasangan usia subur muda IB yang menjadi sasaran utama program KB.

Posyandu1.jpg

Cara kampenye seperti itu diulang-ulang dalam pertemuan masal secara terbuka dengan penjelasan santai tidak formal sehingga bukan saja merupakan arahan kepada petugas KB tetapi juga kepada ribuan kader desa, termasuk para Kepala Desa dan punggawa Desa tanpa harus melakukan kursus dengan pembiayaan tinggi. Strategi tersebut merupakan gerakan KIE masal yang sekaligus disiapkan dengan matang sebagai upaya penghematan dalam pendidikan kader secara masal yang diketahui masyarakat luas karena petugas yang berhasil diberikan penghargaan sosial secara terbuka, di puji di hadapan publik yang sangat terbuka misalnya dengan tepuk tangan atau di ajak bicara di atas mimbar disaksikan ribuan rakyat yang membludak di lapangan. Suatu kenangan indah yang ternyata smembawa hasil setiap tahun mampu mengajak tidak kurang lima juta peserta KB baru. Alhamdulillah.

Haryono SuyonoComment