Nama Tunggal Memiliki Akar Masa Lalu yang Kuat
Sumber: Open access
Teman-teman saya ternyata banyak yang memiliki nama tunggal, nama dengan hanya satu kata, yaitu nama tanpa nama kedua atau nama keluarga (surname), sepeti Endri, Rizal, Widodo, Tukiman, Arman, dan lain-lain. Mengapa mereka hanya memiliki nama tunggal? kenapa nama bapaknya atau nama keluarganya tidak dicantumkan sebagai nama kedua, ketiga ataupun nama keluarga (surname)?. Alasannya: Sudah dari sononya begitu. Itulah kemudian yang tertulis di akte mereka, sampai KTP dan kartu keluarga, termasuk ijasah dan surat-surat berharga lainnya.
Nama bagaimanapun merupakan “personal identity”, yang melekat dengan sang pemilik nama dan membedakan dengan orang-orang pemilik nama lainnya. Bagaimana orang tua memberi nama umumnya tersirat harapan dan doa atas perjalanan hidup anaknya. Sehingga pemilihan nama seringkali didasarkan atas preferensi dan hak preogratif orang tua.
Selain nama dengan hanya satu kata, Begitu pula dengan pemilihan nama dengan dua, tiga bahkan lebih dari tiga kata. Faktanya banyak juga nama orang Indonesia yang memiliki lebih dari tiga kata, seperti nama ini: Indah Mekar Wangi Harum.
Namun untuk pemilik nama dengan hanya satu kata biasanya mereka mengalami kesulitan saat membuat paspor, karena harus disebutkan nama kedua (nama keluarga, atau apapun sebagai nama kedua). Jadilah banyak diantaranya melakukan pengulangan. Jadi teman saya yang namanya Rizal, tertulis nama pertama (first name): Rizal, nama kedua atau keluarga (Surname): Rizal. Walhasil dalam paspor tertulis Rizal Rizal.
Saya cek juga di beberapa publikasi teman-teman yang kebetulan berprofesi sebagai akademisi, dalam publikasi mereka juga tertulis seperti apa yang ditulis di paspor. Misalnya kawan Rizal, kalau nama pertama disingkat menjadi R. Rizal. kalau namanya tidak disingkat maka muncul tertulis Rizal Rizal.
Pemakaian nama tunggal memang nampak aneh bagi mereka yang berasal dari beberapa keluarga atau suku yang biasa menggunakan nama kerluarga, atau marga. Karena itu sudah menjadi aturan pemberian nama orang tua secara turun temurun. Tradisi ini dilakukan seperti di Sulawesi Utara, Sumatera Utara, ataupun Nusa Tenggara Timur.
Pemberian nma keluarga merupakn tradisi banyak bangsa di berbgai belahan bumi, seperti bangsa-bangsa Barat dan bahkan di Cina dan Jepang. Tradisi pemberian nama keluarga ini yang bersal dari bangsa Barat seperti Inggris, Portugis, Jerman dan Belanda bisa jadi yang mempengaruhi pemberian nama di beberapa kalangan suku di Indonesia. Kelebihan tradisi pemberian nama seperti di Barat dalam beberapa hal sangat membantu mengindentifikasi leluhur ataupun kerabat. Bisa ditelusuri dari nama keluarganya.
Namun kalau ditarik ke belakang, bagaimana manusia-manusia pelopor peradaban baru yang lahir seperti di jaman kehidupan para Nabi dn Rosul, maka terlihat hampir semua Nabi dan Rosul memiliki nama tunggal. Umat Islam mempercayai 25 Nabi dan Rosul yang mengajarkan Keesaan Tuhan, melakukan perubahan kemasyarakatan untuk mencapai peradaban yang lebih tinggi dan menyebarkan kebaikan.
Ke 25 Nabi dan Rosul tersebut: Nabi Adam, Idris, Nuh, Hud, Shaleh, Ibrahim, Luth, Ismail, Ishaq, Yaqub, Yusuf, Ayyub, Syu’aib, Musa, Harun, Zulkifli, Daud, Sulaiman, Ilyas, Ilyasa, Yunus, Zakaria, Yahya, Isa, sampai Nabi Muhammad, memiliki nama tunggal atau satu kata.
Jadi pemberian nama tunggal (nama dengan satu kata) oleh orang tua kepada anaknya bukanlah hal yng baru, namun merupakan tradisi lama di jaman para Nabi dan Rosul. Hanya saja saat ini terjadi perubahan dalam tradisi pemberian nama. Adakalanya harus menyesuaikan dengan ketentuan internasional, atau ketentuan pada negara-negara dimana kita punya kepentingan.
Kalau kita mau umrah, misalnya, ataupun naik haji, atau hanya melakukan perjalanan wisata ke Arab Saudi atau beberapa negara Timur tengah lainnya, nama kita harus terdiri dari tiga nama, nama pertama, nama tengah dan nama keluarga. Kalau memiliki dua nama maka tinggal menambahkan nama ayah. Tapi kalau hanya memiliki nama tunggal, maka selain nama sendiri ditambahkan nama ayah, kemudian nama kakek. Tradisi pemberian nama di Arab Saudi memang mencantumkan nama ayah, atau bahkan kakek dan leluhurnya, yang ditunjukkan dengan “bin”.
Bagi mereka yang memiliki nama tunggal jadi “dipaksa” untuk mencantumkan nama ayah dan sampai kakeknya.. Oleh karena itu disarankan pemberin nama lebih dari dua kata, meskipun tidak selalu harus memakai nama keluarga. Tapi kalau kita lihat di batu nisan pemakaman, pada akhirnya nama ayah tercantum juga, misalnya Pulan bin Pulana.
Namun seperti tertulis di atas, manusia di bumi hanya akan tinggal nama pada akhirnya, dan kemudian hilang dengan sendirinya. “Our names are the light that glows in the sea wave at night and then dies without leaving its signature (Rabindranath Tagore)..
(Aam Bastaman. Content creator dan owner blog aambastaman.com).
Sumber photo (dengan kata-kata mutiara): Open source