Gerakan Gizi Keluarga Intensip dan Kebun Bergizi Atasi Stunting
Minggu ini terbetik beria bahwa Kepala BKKBN Dr(HC) dr Hasto Wardoyo, SpOG mendapat petunjuk langsung dari Presiden Jokowi disertai tugas untuk melakukan koordinasi menangani kasus stunting yang masih merajalela di berbagai daerah di Indonesia.
Mengacu pada pengalaman BKKBN selama tahun 1975 sampai tahun 1990-an, yaitu bersamaan pengembangan program KB berbasis masyarakat yang awalnya dikembangkan sebagai penelitian dan pengembangan, makin menunjukkan hasil yang positif, sehingga sejak itu program KB, berkat dukungan dana dari Donor Komunitas seperti UNFPA PBB, USAID dan Ford Foundation makin berkembang melalui pendekatan ganda, klinik dan masyarakat. Kegiatan Operasional Program KB makin di titik beratkan pada pendekatan Kemasyarakatan dengan lebih banyak melibatkan masyarakat membentuk Kelompok Peserta KB di desa-desa.
Proses pembentukan itu di dukung komitmen yang tinggi oleh Pemerintah Daerah, Bupati, Camat dan Kepala Desa, aparat BKKBN PLKB dan jajaran bidan dari Kemdes yang tersebar di Kecamatan dan Desa. Lebih lanjut, melalui pendekatan itu, BKKBN direstui secara resmi oleh DepKes ikut menagani Program UPGK, atau Program Gizi Masyarakat, bersama para bidan dan petugas kesehatan lainnya di desa dan kecamatan, dengan dukungan penuh jajaran Depkes dan Pemerintah Daerah yang makin menggebu.
Berkat pelaksanaan Program UPGK yang ditandai dengan kegiatan penimbangan balita dengan “alat timbang sederhana dacin”, nasehat dan treatmen bagi Ibu hamil dan anak balita kurang gizi, di semua Posyandu di desa-desa serta penambahan makanan tambahan dengan bahan baku lokal, maka pada akhir tahun 1990-an kasus Gizi Buruk dari ibu hamil dan anak balita sangat menurun. Kasus yang biasanya diributkan karena ada “kurang gizi” yang gawat tidak lagi terjadi. Kasus stunting tidak ada beritanya sehingga media masa tidak lagi memperolok-olok desa atau orang tua yang melantarkan bayi atau balita lagi. Tetapi sayang, pada akhir tahun 2000 kebijaksanaan dan kegiatan operasional berubah sehingga pada tahun 2015 mulai timbul ribut-ribut kasus kurang gizi dan stunting.
Berbagai program dilakukan oleh pemerintah, tetapi terkesan kurang fokus sehingga tidak memenuhi banyak harapan. Lebih dari itu kurang adanya koordinasi dan fokus, seakan setiap instansi jalan sendiri-sendiri tanpa adanya “roadmap” yang diikuti oleh setiap peserta. Sebagai mantan pejabat yang berpengalaman di masa lalu, bahkan masih berada pada posisi Ketua Umum PB PWRI dan Ketua Dewan Pakar Menteri Desa PDTT, Prof. Dr. Haryono Suyono terpanggil melakukan diskusi awal dengan berbagai kalangan secara terbuka guna mengumpulkan gagasan dan mengolah gagasan itu sebagai masukan kepada berbagai instansi terkait.
Diskusi awal telah dilakukan bersama Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, Prof. Ir. Nizam PhD tentang kegiatan “kurikulum Pagi” bagi anak-anak SD,SMP, SMA dan Mahasiswa yang selama masa Pandemi Covid-19 terpaksa belajar dari rumah. Kalau kurikukulum padi tersebut, utamanya di daerah yang kasus gizi buruk atau kasus stuntingnya tinggi bisa di dilakukan secara itensif, hampir pasti akan memiliki dampak yang sangat tinggi.
Hari Senin ini, menurut rencana Ketua Tim Pakar Menteri Desa PDTT, Prof Dr. Haryono Suyono, apabila tidak ada aral melintang, diantar oleh mantan Dirjen Pertanian, Ir. Sutarto Alimoeso, yang sama-sama Pengurus PB PWRI, akan diterima oleh jajaran Eselon I Kementerian Pertanian, antara lain Diejen Tanaman Pangan Dr. Ir. Suwandi, NSc, Dirjen Hortikultural Dr. Ir. Anton Prihasto Setyanto MSc dan Kepala Badan Ketahanan Pangan Dr. Agung Handriadi yang memiliki Program Kebun Halaman Rumah. Akan diusahakan kiranya jajaran Kementerian Pertanian, yang selama ini memiliki Program Tanaman Bergizi di halaman rumah, dapat memadukan kegiatan program itu bersama program penanganan gizi buruk dan stunting melalui konsentrasi yang padat di daerah-daerah “padat gizi buruk dan stunting”, baik yang dilakukan oleh BKKBN, Kementerian Desa PFTT, Pendidikan dan Kebudayaan, Kesehatan maupun jajaran lain dan lembaga swadaya masyarakat. Kalau semua dapat dipadukan, disertai dengan Program Komunikasi dan Informasi yang efektif, tidak mustahil pengalaman di tahun 1980 sampai akhir tahun 1990 bisa diulang kembali. Kasus gizi buruk dan stunting dapat dihapuskan dari bumi Indonesia. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa memberkati usaha bersama yang diharapkan itu dengan limpahan RidhoNya. Aamiin YRA.