Gunter Pauli mengenai Indonesia
Catatan Aam Bastaman
Sebagian pengalaman dan pandangan Gunter Pauli mengenai Indonesia dan potensi Ekonomi Biru di Indonesia dapat dilihat dalam bukunya: The Blue Economy - 10 Years, 100 Innovations, 100 Million Jobs (2010).
Seperti telah disebutkan pada artikel sebelumnya, saya bertemu dengan Prof. Gunter untuk pertama kali pada bulan Januari 2018, saat dilangsungkannya konferensi internasonal mengenai Ekonomi Biru di Jakarta. Ditemani Rossalis Adenan (Dubes RI untuk Sudan) sahabat masa muda saya yang juga sahabat lama Prof. Gunter. Sebelumnya, keduanya sering bekerja sama dalam menjalankan beberapa program pemerintah RI.
Gunter Pauli yang merupakan inisiator Ekonomi Biru, dilahirkan di Antwerp pada tahun 1956. Ia sering juga dipanggil sebagai “Steve Jobs of sustainability”. Mendapat gelar doktor kehormatan bidang ekonomi dari University of Pecs (Hongaria). Ia juga menguasai 7 bahasa. Telah tinggal di banyak Negara di 4 benua, sekarang menjadi penduduk (resident) Jepang sejak 1994. Ia merupakan anggota dari Club of Rome dan sejak tahun 2017 anggota komite eksekutif di Club of Rome.
Indonesia menurutnya merupakan salah satu contoh terbentuknya surga bagi Blue Economy. Bagaimana Negara dengan 17.000 pulau ini bisa mejadi panggung ekonomi baru.
Pemahamannya mengenai Indonesia dipertajam setelah bertemu tokoh-tokoh terkemuka negeri ini, antara lain Hamka, Sujatmoko, dan Sarwono Kusumaatmaja. Ia menulis kesannya tentang Indonesia: “Menemukan sebuah budaya dan agama yang melampaui ekonomi dan kekuasaan.”
Prof. Gunter (demikian ia biasa disapa di Indonesia) terkesan dengan kekuatan dan potensi bambu Indonesia, yang ia bilang tanaman ajaib yang memiliki kekuatan luar biasa untuk diberdayakan menjadi aneka roduk ramah lingkungan. Bambu di Indonesia sangat melimpah. Ia bilang Indonesia sebenarnya negeri bambu, yang menunggu pemanfaatannya secara bijak. Bambu bisa menggantikan beragam bahan non-alam yang berpontensi merusak lingkungan.
Ia juga melihat dengan penerapan inisiatif Ekonomi Biru bisa menjadi model bisnis yang bisa merubah Indonesia menjadi sebuah rumah kekuatan ekonomi yang mampu menjawab kebutuhan masyarakatnya dengan baik.
Ia juga melihat Indonesa sebagai Negara nelayan terbesar di dunia. Namun sebagian besar sumber dayanya dicuri oleh pihak-pihak asing.
Indonesia memiliki lebih dari 2.7 juta nelayan, dengan jumlah kapal sebanyak lebih dari 540.000. Melihat kekuatan nelayan Indonesia secara kuantitas, seharusnya industri galangan kapal bisa tumbuh dan berkembang di negeri ini.
Potensi kelautan Indonesia sangat besar, namun sangat rawan terhadap eksploitasi asing, dan pemanfaatannya yang kurang mempertimbangkan aspek keberlanjutan.
Indonesia juga memiliki peluang untuk pengembangan lebih luas rumput laut. Indonesia memiliki lebih dari 800 jenis rumput luat, baik rumput laut merah, hijau maupun cokelat, yang bisa dimanfaatkan untuk aneka ragam produk, dari tekstil, kosmetika, obat-obatan sampai makanan. Peluang untuk meningkatkan nilai tambah sangat besar.
Ia mendorong penerapan inisiatif Ekonomi Biru di Indonesia. Menurutnya Ekonomi Biru merupakan suatu Prinsip ekonomi yang sederhana, kuncinya adalah inovasi, kegotongroyongan dan semangat kewirausahaan. Bisa dilakukan dengan sumber daya yang ada untuk penciptaan lapangan kerja, menumbuhkan ekonomi, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Ekosistem tetap terjaga dan berkelajutan. Kehidupan bekerja secara alami, layaknya alam bekerja.
“Hanya satu Negara di dunia ini yang memiliki keanekaragaman hayati dan orang – Indonesia.” Tulisnya.
Aam Bastaman – Univ. Trilogi (Dosen, Pelancong dan Penulis).
Foto-foto: Dokumen pribadi dan sumber open access