Sosiopreneur Desa Krandegan gunakan Peta Keluarga
Gedhe Nusantara dari Tim Kerja Kementerian Desa PDTT melaporkan bahwa Desa Krandegan dalam situasi bencana wabah Corona memiiiki banyak program dalam mengatasi akibat pandemi, seperti program Pasar Bergerak, Meja Anti Lapar, Baju Lebaran Untuk Si Kecil, dan Telu Nulung Siji.
Salah satu inovasi yang membuat gebrakan peningkatan kesejahteraan desa ini adalah program irigasi gratis. Sejak beberapa tahun lalu, Kades berinisiatif memperkuat sistem irigasi di desanya. Kegiatan ini dipicu keadaan lahan pertanian yang digarap warga, yang luasnya sekitar 70 hektar lebih banyak mengandalkan siraman air hujan, sehingga petani garap sawah hanya pada musim hujan, saat kemarau tanam palawija.
Usaha meningkatkan produksi lahan biasanya dilakukan warga dengan membuat sumur atau menyedot air dari sungai, namun memerlukan biaya mahal. Agar biaya lebih ringan, Pemerintah Desa melakukan usaha pengadaan air irigasi memanfaatkan aliran sungai yang berada dekat desa, yaitu Sungai Dulang dengan pompa besar untuk kemudian dialirkan ke sawah milik petani.
Untuk membiayai pengadaan pompa ini, Pemerintah desa memilih beberapa alternatif. Karena Dana Desa tidak bisa sembarangan untuk mendukung pengoperasian pompa, maka Dana Desa digunakan beli pompa. Tidak hanya satu pompa, Pemerintah Desa Krandegan memasang dua pompa, satu pompa dengan kekuatan 26 PK dibeli dari Program Nasional Penanganan Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan dan satu pompa lagi dengan kekuatan 20 PK didapat dari iuran warga. Dengan adanya pompa, petani bisa panen tiga kali setahun.
Sejak tahun 2013, air untuk mengairi sawah warga digratiskan. Petani di Desa Krandegan bisa menggunakan air irigasi dari pompa pengadaan Pemerintah Desa. Hitungannya, pemakaian pompa per hektar bisa habis sekitar Rp 4 juta untuk BBM. Berarti ada penghematan uang petani sekitar Rp 280 juta. Petani penikmat pengairan gratis ini didorong untuk terlibat memakmurkan warga, bila panennya bisa memenuhi syarat dengan berzakat.
Dana zakat dan sedekah itu harus diserahkan ke Posko Siaga Desa. Setelah itu akan didistribusikan oleh Posko kepada warga miskin yang layak dibantu. Sedekah dan zakat yang dipergunakan untuk membantu warga yang kurang mampu, bisa memupuk rasa kebersamaan antar warga. Dana zakat ini juga terbukti sangat membantu bagi jaring pengaman sosial di desa Krandegan. Apalagi di musim pandemi seperti ini. Pada bulan Mei lalu, dana yang bisa dikelola Pemerintah Desa secara mandiri bisa mencapai Rp 120 juta dan pada bulan Juni Rp 60 juta.
Bersama program lain seperti Telu Nulung Siji, Meja Anti Lapar juga Baju Lebaran untuk si kecil, Desa Kradegan bisa membuat warganya makmur. Seperti program Telu Nulung Siji atau tiga menolong satu (3N1), ini merupakan kegiatan yang bernafaskan semangat gotong royong antar warga. Konsepnya adalah, dimana ada 3 keluarga mampu yang membantu dan menopang 1 keluarga miskin di sekitarnya.
Untuk itu, semua warga didata dan dipetakan menjadi tiga kelompok, yaitu merah, kuning, dan hijau. Merah adalah kelompok keluarga yang sangat miskin, yang untuk memenuhi kebutuhan makan saja kesulitan. Kuning adalah kelompok keluarga miskin yang masih bisa memenuhi kebutuhan pangan, akan tetapi tidak bisa hidup secara layak. Adapun hijau adalah kelompok keluarga yang mampu, hidup layak, dan berpotensi membantu warga lainnya. Setelah didata dan dipetakan menjadi tiga kelompok, maka didata pula apa yang menjadi kebutuhan kelompok merah dan kuning, sekaligus apa yang bisa diberikan oleh kelompok hijau dalam membantu yang membutuhkan. Data itu kemudian direkap dan disatukan oleh tim di Posko Siaga di Kantor Desa Krandegan, untuk kemudian dilakukan eksekusi. Misal di bidang pangan, bantuan dari kelompok hijau yang berupa makanan siap saji, bisa langsung diberikan kepada kelompok merah secara terjadwal.
Sedangkan bantuan yang berupa uang dan bahan pangan, diserahkan ke dapur umum untuk kemudian dimasak, dan didistribusikan kepada warga yang membutuhkan. Untuk itu, warga Krandegan mengoperasikan dapur umum yang setiap harinya memasak dan mendistribusikan ratusan porsi makan untuk warga yang masuk kategori kelompok merah. Dari 900 KK, 212 di antaranya adalah Keluarga miskin. Dari 212 KK tersebut, ada sekitar 60 KK yang dalam kondisi kerepotan untuk memenuhi kebutuhan pangan. Mereka inilah prioritas pertama yang di selamatkan dengan sumber dana donasi, baik warga maupun dari luar desa. Konsepnya adalah gotong royong. Dari warga, untuk warga. Dari semua, untuk semua.
Upaya gotong royong dari rangsangan dana mandiri yang bertujuan kemakmuran bersama ini bisa menjadi sebuah upaya sosiopreneur yang nyata. Terakhir berkat semua usaha yang dilakukan itu, desa ini ditetapkan statusnya sebagai Desa Maju.