Webinar Internasional Menarik Minat antar Negara


brojo.jpg

Webinar Internasional yang diselenggarakan dalam rangka memperingati 75 tahun Indonesia Merdeka sebagai kontribusi Diaspora Indonesia “Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasioanl” I4 dalam konteks Kesehatan Global telah menarik minat yang luar biasa dari sekitar 2671 pendaftar dan  sekitar 1529 peserta yang mengisi daftar hadir berasal dari berbagai negara, belum termasuk yang mengikuti secara langsung melalui You Tube. Pada pendaftaran tercatat adanya peserta dari Jepang, USA, Inggris, Malaysia, Australia, Belanda, Canada, Swedia, Hongaria, Thailand, Denmark, Irlandia, Kuwait, Saudi Arabia, Perancis dan Indonesia. Pertemuan Webinar yang marak itu di buka oleh Menteri Riset RI Prof. Dr. Bambang Brojonegoro kemudian diantar oleh Ketua Umumnya Dr. Moh. Aziz yang menyampaikan sambutan dari Universitas Tokyo di Jepang. Beliau menceritakan bahwa keanggotaan Diaspora dewasa ini telah mencapai lebih dari 1200 orang dan bekerja atau melakukan tugas di berbagai negara bekerja sebagai tenaga dosen, riset atau dalam jabatan terhormat lain pada kapasitas yang sangat membanggakan, bahkan dalam kesempatan Webinar malam itu beberapa dari mereka akan menyajikan hasil karya riset atau kegiatannya yang sangat variatif secara langsung untuk para peserta. Kemudian Ketua Konsorsium Kesehatan Dono Widiatmoko SKM, MSc  mengantar pembicara kunci Prof. Dr. Haryono Suyono, mantan Kepala BKKBN, mantan Menko Kesra dari Indonesia. Beliau mengantarnya dari Derby University di Manchester Inggris, suatu paduan acara antar negara yang pada jaman 4.0 dewasa ini bisa dilaksanakan dengan mudah.

haryo.jpg

Setelah itu Prof. Dr. Haryono Suyono yang sejak muda telah aktif dalam Gerakan Kependudukan dan KB sejak jaman Gubernur Ali Sadikin, kemudian menjadi Deputy Pengembangan dan Deputy Operasional BKKBN selama masing-masing lima tahun, selanjutnya menjadi Kepala BKKBN merangkap sebagai Menteri Kependudukan dan kemudian Menko Kesra/Taskin sampai pensiun, tampil sebagai keynote speaker untuk Webinar yang marak tersebut.

Secara sistematis Prof. Dr. Haryono menjelaskan adanya komitmen yang sangat tinggi dari Presiden RI almarhum HM Soeharto  yang secara resmi mulai program KB pada tahun 1970 melalui pendekatan medis dengan fasilitas klinik di semua wilayah. Bersamaan dengan itu dikembangkan pendekatan kemasyarakatan yang di barengi dengan partisipasi perguruan tinggi dan masyarakat luas. Pengembangan yang berhasil dalam pendekatan kemasyarakatan dilanjutkan dalam lima tahun kedua dengan kegiatan operasional yang seimbang antara pendekatan klinis dan pendekatan kemasyarakatan. Pada awal tahun ketiga dari garapan lima tahunan, makin diyakini bahwa pendekatan kemasyarakatan bersama semua komponen pembangunan bangsa adalah pilihan yang tepat.

posy.jpg

Mulai tahun 1983, tatkala jabatan Kepala BKKBN oleh Presiden RI dipercayakan kepada Dr. Haryono Suyono, maka pendekatan kemasyarakatan itu di berlakukan untuk seluruh Indonesia. Guna mendukung pendekatan kemasyarakatan di seluruh Desa di bentuk suatu Pusat Pelayanan Terpadu pada tingkat desa dengan nama Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu)  yang pada tingkat awal d8iselenggarakan oleh aparat BKKBN dan Departemen Kesehatan. Selanjutnya ibu-ibu PKK di desa, aparat Kementerian Dalam Negeri seperti Kepala Desa, Camat dan lainnya dibantu oleh Petugas Lapangan KB dan para Bidan menjadi motor penggerak yang luar biasa. Selanjutnya hampir semua aparat pemerintah yang ada di desa ikut terlibat dan membantu kegiatan Posyandu yang makin meluas menjadi gerakan masyarakat.

Pada tahun ketiga kegiatan Posyandu dan aktifitas masyarakat yang makin meluas, Indonesia di datangi tamu dari berbagai negara untuk belajar dan meniru gerakan masyarakat tersebut. Dengan restu Presiden target penurunan fertilitas menjadi 50 persen dibanding keadaannya pada tahun 1970 yang semula diputuskan dicapai pada tahun 2.000, dipercepat sepuluh tahun, yaitu bahwa target itu bisa diusahakan dicapai pada tahun 1990. Untuk itu bersama masyarakat luas dan lembaga-lembaga yang simpatik pada program KB diadakan Gerakan Masyarakat untuk mencapai target tahun 1990 tersebut. Gerakan itu terkenal dengan nama “Safari KB”  dilakukan secara massal dan pelayanan di berikan di desa atau di rumah-rumah penduduk di desa atau bahkan di pesantren atau di tempat yang dipandang layak untuk pelayanan umum.

webs.jpg

Pada tahun 1986 kondisi pelayanan KB pedesaan sangat meyakinkan sehingga rekan-rekan Donor komunitas menyarankan agar diundang PBB untuk menilai kemajuan program kB. Kemudian disimpulkan bahwa inovasi pendekatan kemasyarakatan pantas membawa kasus KB di Indonesia ke kancah dunia. Kemudian diusulkan agar Indonesia mendapat penghargaan PBB. Usulan itu baru terlaksana pada tahun 1989 karena sebelumnya di Jepang ada seorang pemimpin senior yang pantas mendapat penghargaan.

Dengan mulus pada tahun 1989 Presiden RI Bapak HM Soeharto untuk pertama kalinya pada ulang tahun kelahiran beliau mendapatkan Penghargaan UN Population Awards dari PBB yang diserahkan langsung oleh Sekjen PBB di Markas PBB di New York. Tahun 1990 angka fertiitas di Indonesia telah turun 50 persen dibandingkan angka fertilitas tahun 1970, target tahun 1990 telah dapat dicapai.

unaw.jpg

Oleh karena itu Presiden memberikan petunjuk agar sejak saat itu mulai dibangun keluarga Indonesia melalui pemberian fasilitas ekstra kepada komunitas yang KB-nya berhasil berupa  “community incentive” dalam bidang sosial ekonomi agar keluarganya makin bahagia dan sejahtera. Tetapi karena suasana menjelang Pemilu tahun 1990, maka gerakan tersebut dianggap kurang tepat dan bisa mempengaruhi hasil Pemilu. Intervensi kepada keluarga harus di dasarkan Undang-undang, sehingga sejak tahun 1990 itu mulai di gagas pengembangan UU tentang Kependudukan dan Keluarga sebagai dasar intervensi untuk keluarga oleh pemerintah. UU itu berhasil lolos dari DPR pada tahun 1992 sebagai UU tentang Kependudukan dan Keluarga Sejahtera.

Sejak UU itu disyahkan, maka tugas BKKBN bergeser dari menggalang akseptor KB semata, menjadi lembaga untuk Pembangunan Keluarga Sejahtera, termasuk melanjutkan program KB. Pada tahun 1993 di tetapkan tanggal 29 Juni setiap tahun sebagai Hari Keluarga Nasional mengambil simbul “kembalinya keluarga Indonesia dari pengungsian di Desa” gara-gara serangan Belanda ke Ibu Kota RI di kota Yogyakarta  ke rumah masing-masing di kota pada tanggal 29 Juni tahun 1949.

miskinh.jpg

Kepada kelompok yang KB-nya berhasil diberikan hadiah komunitas, akseptor KB Lestari diberikan dua buah bibit kelapa hibrida dan digalakkan program Gizi Keluarga melalui Posyandu di semua desa atau di sekitar 60.000 desa di Indonesia sehingga suasana di desa menjadi marak seperti halnya masa sekarang adanya kegiatan gotong royong di desa yang sebagian dibantu dengan dana dan bantuan fisik dari pemerintah. Di mana-mana ada penimbangan bayi dan anak balita, pemberian makanan tambahan dari bahan pangan lokal, penimbangan ibu hamil, penanaman kelapa hibrida dan Kebun Bergizi di halaman rumah penduduk marak di desa-desa. Angka balita kurang gizi menurun tajam, kasus stunting tidak ada lagi, hongerudim lenyap dari desa.

Pada tahun 1993 Presiden mengeluarkan Inpres Desa Tertinggal (IDT) untuk intervensi langsung kepada keluarga di 20.000 desa yang sangat miskin dengan membangun infrastruktur di desa. Kepala BKKBN yang memiliki Peta Keluarga untuk seluruh desa melihat bahwa di 40.000 desa yang tidak terlalu miskin, jumlah keluarga prasejahtera yang sekitar 90 persen miskin, jauh lebih besar dibanding di 20.000 desa IDT. Dengan data lengkap, maka Menteri Kependudukan/Kepala BKKBN melapor kepada Presiden bahwa kalau hanya di 20.000 desa dilakukan intervensi, maka hasilnya akan tidak memadai. Kepala BKKBN minta ijin agar di Desa non IDT juga dilakukan pembangunan keluarga yang lebih gencar agar hasil secara nasional memadai. Gagasan itu disetujui Presiden dan dikeluarkan Inpres Keluarga Sejahtera (IKS) untuk memperkuat dasar hukum pembangunan keluarga di 40.000 desa non IDT. Maka di seluruh Desa yang berjumlah 60.000 dilakukan upaya pengentasan kemiskinan. Pada 20.000 Desa IDT dipimpin oleh Menteri/Ketua Bappenas dan pada 40.000 desa non IDT dipimpin oleh Menteri Kependudukan/Kepala BKKBN. Bedanya, pada 20.000 desa disediakan anggaran pemerintah, sedangkan pada 40.000 desa dilakukan dengan partisipasi masyarakat secara luas dan dukungan berbagai lembaga donor yang menaruh simpati, seperti adanya “lelang kepedulian”, keluarga kaya mengambil angkat keluarga miskin, gerakan UPGK yang meriah atau gerakan lain dalam bentuk partisipasi gotong royong yang marak.

dono.jpg

Angka kemiskinan yang di tahun 1970 masih berada pada tingkat 70 persen, pada tahun 1990 sudah turun menjadi sekitar 30 persen, dan alhamdulillah pada tahun 1997 sudah turun menjadi 11 persen berkat dua program Inpres IDT dan IKM tersebut. Karena itu PBB mengutus Dirjen UNDP ke Jakarta, mewakili Sekjen PBB menyerahkan Penghargaan khusus PBB untuk Indonesia berkat keberhasilan tersebut. Tetapi karena Presiden HM Soeharto tahun berikutnya lengser, penghargaan tersebut “tidak terekpose” kepada masyarakat luas.

Tahun-tahun berikutnya program IDT, IKM dan Gizi Keluarga kalah pamor dibanding program politik sehingga angka kemiskinan tidak lagi menurun, angka kurang gizi meningkat, angka kematian ibu hamil meroket, kesertaan KB juga merosot. Karena itu angka pertumbuhan penduduk stagnan untuk beberapa waktu, baru mulai turun kembali setelah ada tren kenaikan jumlah kaum perempuan yang bekerja di luar ruah. Pada tahun 2015 Presiden Jokowi mulai dengan Program Pembangunan Desa dan Masyarakat Desa dengan kucuran dana Desa langsung ke desa-desa. Program itu berlanjut sampai sekarang, tetapi sangat terganggu serangan Virus Corona sehingga antara tahun 2015 sampai tahun 2020 tingkat kemiskinan hanya menurun dari 11 persen menjadi 9.90 persen, suatu penurunan sangat kecil karena programnya tidak menggunakan “Peta Petunjuk Perkembangan Keluarga” seperti pada program IKM. Sasaran penerima bantuan pemberdayaan keluarga “kurang terarah”. Semoga setelah serangan Virus, program pengentasan kemiskinan bisa di sempurnakan.

cert.png

Untuk memberi dukungan yang kuat menuju Indonesia Emas tahun 2045, maka Program BKKBN perlu pertama-tama diarahkan lebih tajam kepada usaha meningkatkan “mutu sumber daya manusia” seperti sering disampaikan Presiden Jokowi yaitu melalui peningkatan “Indeks Mutu Manusia (IPM)”, mempertahankan usia harapan hidup melalui perbaikan tingkat kesehatan penduduk agar angka kematian bayi dan anak, ibu hamil dan remaja terus diturunkan, Usia Harapan Hidup lansia yang meledak jumlahnya dipertahankan pada posisi tinggi seta mutu kesertaan KB diarahkan pada pasangan usia muda dan diharap ber-KB dengan lebih lestari.

Yang kedua perlu dijamin kerja sama yang erat dengan berbagai instansi bahwa semua penduduk usia sekolah sudah masuk sekolah sejak saat dini dan tetap belajar di sekolah sampai tingkat setinggi-tingginya. Perhatian perlu diberikan agar anak perempuan tidak “drop out” karena alasan menikah dini. Anak-anak SMA perlu melanjutkan ke tingkat pendidikan tinggi agar “lamanya seorang anak” sekolah menjadi target utamanya. Sekolah-sekolah keagamaan perlu dijamin bisa menguasai sistem sekolah umum agar lamanya sekolah diperhitungkan dengan baik. Tidak perlu ada lomba kecerdasan, tetapi lebih dijamin seorang anak sekolah dalam waktu lama.

hastow.jpg

Yang ketiga, perlu diperkuat kerja sama dengan Kementerian Tenaga Kerja, kalangan Perdagangan, Perindustrian, Pertanian serta Wisata Desa agar setiap penduduk muda usia kerja dapat memiliki kerja yang menghasilkan pendapatan untuk persiapan rumah tangga dan jaminan hidupnya. Para lansia muda perlu tetap mendapat kesempatan kerja agar tidak mempengaruhi “dependency rasio” penduduk muda yang jumlahnya besar. Ketiga strategi awal itu harus menjadi program selama sepuluh tahun pertama untuk disempurnakan pada bagian akhir menjelang tahun 2045 di mana kita berada era 5.0 yang serba cepat dan perlu efisiensi yang sangat tinggi.

Paparan Prof. Dr. Haryono Suyono itu di akhiri dengan Penyerahan Penghargaan oleh Kelompok Diaspora “Ikatan Ilmuan Indonesia Internasioanl” yang disampaikan oleh Ketua Umum Dr. Azis dari Tokyo secara visual dan disambut oleh Kepala BKKBN Pusat Dr.(HC) dr. Hasto Wardoyo SpOG (K) yang dewasa ini memiliki gagasan yang cemerlang untuk melanjutkan Pembangunan Kependudukan dan Program KB yang lebih segar dalam era 4.0 yang serba cepat dewasa ini, serta memiliki obat kontrasepsi tidak lagi terbatas pada alat medis, tetapi lebih pada partisipasi anak muda perempuan yang memiliki pendidikan tinggi dan bekerja secara profesional di luar rumah dengan baik. Webinar yang luar biasa itu dilanjutkan dengan paparan para Doktor muda yang bekerja di beberapa negara secara Virtual. Webinar ini nampaknya diselenggarakan dengan keja sama BKKBN dan diatur di Indonesia oleh staf BKKBN dan Ibu Iin Ardhiningsih,dari Madiun bertindak sebagai nara hubung dengan Panitia I4.

Haryono Suyono1 Comment