Desa Bedoro Bangun Karantina Mandiri untuk Pemudik

bedoro.jpg

Gedhe Nusantara dari Kementerian Desa PDT melaporkan bahwa di tengah meningkatnya wabah corona virus atau covid-19, komponen pemudik atau pelaku perjalanan (PP) memang menjadi sorotan. Pemerintah Desa Bendoro memiliki inovasi dalam menangani para pemudik utamanya dari daerah zona merah yang dianggap paling rentan menjadi carrier atau pembawa virus covid-19.

Desa Bedoro merupakan salah satu desa di Kecamatan Sambungmacan, Kabupaten Sragen, Jawa Tengah. Desa Bedoro membuat model karantina mandiri dengan metode khusus, yaitu stiker khusus. Pengadaan stiker dibiayai dari pengalihan dana desa untuk penanganan covid-19 senilai Rp 60 juta. Stiker bertuliskan karantina mandiri itu berukuran 60 x 40 cm. Di dalamnya berisi nama pelaku perjalanan atau pemudik, tanggal durasi karantina dan keluhan gejala serta nomor hotline layanan. Stiker itu akan ditempel di setiap rumah yang di dalamnya kedatangan pelaku perjalanan atau pemudik yang baru tiba dari luar daerah.

Ide stiker itu muncul setelah terbentuknya Satgas Covid-19 di tingkat desa. Satgas Covid-19 tingkat desa melibatkan semua anggota lembaga desa, LP2MD, semua karang taruna, dan perangkat desa. Satgas bertugas 24 jam secara shift di posko Covid-19 dan menjalankan mekanisme screening terhadap semua pemudik atau PP yang tiba. Teknisnya semua pemudik atau PP yang tiba dari luar daerah harus terlebih dahulu lapor ke posko di balai desa. Kemudian Satgas mendata, memeriksa suhu tubuh dengan thermo gun, lalu mengantar dan menempelkan stiker ke rumah hingga memantau selama 14 hari karantina.

Ide stiker disepakati dalam musyawarah desa. Desa Bedoro tidak melaksanakan model karantina khusus di satu tempat karena berpotensi menimbulkan banyak masalah sosial baru. Pemerintah dan masyarakat desa sepakat untuk membuat karantina mandiri dan stiker ditempelkan di rumah sebagai penanda. Selain itu, stiker itu akan memudahkan warga dan lingkungan sekitar membantu pengawasan sehingga pemudik atau pelaku perjalanan tidak seenaknya keluar rumah selama masa karantina. Artinya, pemberian stiker mendorong semua unsur untuk melakukan pengawasan.

Untuk menghindari persepsi negatif atau stigma yang salah, sebelumnya Pemdes dan tim Satgas sudah menyosialisasikan ke masyarakat bahwa stiker itu hanyalah penanda kalau dia baru pulang dari luar daerah. Masyarakat juga diberi pemahaman bahwa stiker itu bukan berarti menandakan orang dengan gejala atau kasus covid-19. Setelah melalui 14 hari karantina tanpa keluhan, barulah stiker dilepas. Apabila dalam masa karantina mandiri ada keluhan demam, batuk, sesak nafas atau pilek, nanti yang bersangkutan bisa menghubungi tim dan bidan desa di nomor hotline service yang tertera di stiker.

Sejauh ini sudah ada 50 pemudik yang rumahnya dipasangi stiker dan menjalani karantina mandiri di rumahnya. Selain stiker, dana itu juga digunakan untuk pengadaan desinfektan yang disemprotkan ke semua wilayah RT, pembelian masker untuk warga, sosialisasi lewat MMT, alokasi bantuan sembako untuk ODP yang karantina, hingga konsumsi harian bagi Satgas Covid yang bertugas 24 jam.

Haryono SuyonoComment