BUMDes Tangsil Kulon Kembangkan Budidaya Lobster Air Tawar

Tanggul.jpg

Andiono Putra Tenaga Ahli Pemberdayaan Masyarakat (TAPM) P3MD Kementerian Desa PDTT, Ketua PC LTN NU Bondowoso menulis laporan yang menarik tentang Badan Usha Milik Desa (BUMDesa) yang mati suri akibat pandemi Covid-19 yang tak kunjung berakhir. Namun ditulisnya ada hal berbeda ditunjukkan BUM Desa Mandiri Jaya di Desa Tangsil Kulon.  Aktivitas ekonomi mereka justru semakin mengeliat. Usaha budidaya lobster air tawar, yang merupakan core business BUM Desa ini semakin berjaya.

Desa Tangsil Kulon terletak di Kecamatan Tenggarang, Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur. Keberhasilan BUM Desa Mandiri Jaya tidak lepas dari kreativitas dan keuletan Athour Rahman, ketua BUM Desa Mandiri Jaya, yang kini menahkodai Badan Usaha Milik Desa tempat tinggalnya. Ia terpilih pada awal 2020, sebelum Corona Virus Disease melanda negeri ini. Mendapat amanah tersebut, pemuda 35 tahun ini pun belajar ke sana ke mari. Kantor Tenaga Ahli P3MD (Pendamping Desa) di Bondowoso pun ia datangi bersama Kepala Desa untuk sekadar berdiskusi. Bahkan, kursus singkat budi daya lobster ia lakukan di Surabaya.

Mengomentari keberhasilannya, Kepala Desa ini menyatkan hanya ingin membuktikan, bahwa BUM Desa dengan modal tak seujung-kuku BUMN di negeri ini, juga bisa berkarya untuk bangsa. Dan, itu bisa dimulai dari Desa. BUMN-BUMN di negeri ini memang sering mendapatkan suntikan dana segar. Yang terbaru, 12 perusahaan BUMN mendapatkan ratusan milyar hingga puluhan trilyun. Sungguh, ibarat langit dan bumi jaraknya dengan permodalan BUM Desa.

Bermodal SiLPA (Sisa Lebih Perhitungan Anggaran) dari anggaran BUM Desa 2019 yang tak terserap, ia kelola dana Rp 50 juta untuk pembibitan lobster air tawar.

Dana yang tidak terserap itu, lantaran dampingan kita di Tangsil Kulon ini mengalami beberapa kali pergantian kepemimpinan. Setelah Plt (Pelaksana Tugas) Kepala Desa berakhir pada November 2018, berlanjut Pj (Pejabat) hingga November 2019, Pj (Pejabat) berikutnya sampai Desember 2019, hingga Kades definitif dilantik menjelang 2020 ini. Baru kemudian BUM Desa berhasil didorong untuk bergerak Kembali.

Ketua BUM Desa yang baru, dengan mengandalkan permodalan dari sisa anggaran untuk modal usaha yang tidak seberapa untuk kelas bisnis, Kepala Desa berhasil mendapatkan sekitar 1.700 lobster lengkap dengan peralatannya. Di antaranya, ada yang dijadikan indukan 100 ekor, pejantan 50 ekor. Selebihnya, lobster-lobster itu ia besarkan sebagai persiapan untuk order daging lobster dari luar kota. Dari 100 ekor yang kita siapkan untuk indukan, sebagian sudah bertelur. Bahkan beberapa sudah menetas. Jika 1 ekor indukan bertelur 200 butir, maka 100 ekor itu akan berkembang-biak menjadi 20 ribu bibit lobster.

Atok mengaku, pemilahan itu dilakuknnya sebagai strategi agar modal BUM Desa terus berputar. Jika hanya mengandalkan lobster yang dibesarkan, butuh waktu cukup lama untuk mengembangkan usaha. Tapi jika dipilah, ada yang ditangkarkan atau dikembang-biakkan, ada pula yang dibesarkan.

Ikhtiar Kepala Desa untuk menghidupkan BUM Desa tentu bukan hanya dari usaha lobster. Di luar itu, Kepala Desa bersama dengan pengurus lainnya melakukan lobi-lobi dengan perbankan. Penyertaan modal BUM Desa tahun ini sebenarnya sudah siap untuk simpan-pinjam yang dikerjasamakan dengan perbankan. Tapi karena Covid-19, maka modal usaha sebesar Rp 100 juta itu dialihkan untuk Bantuan Langsung Tunai Dana Desa (BLT DD) untuk 158 KPM, dengan total hampir Rp 300 juta.

Kepala Desa sadar, tanpa kerjasama dengan pihak lain, BUM Desa tak akan berkembang. Tak hanya urusan pasar, tapi juga ketersediaan pasokan lobster juga dipikirikannya. Karena itu, selain bermitra dengan sejumlah pihak di Mojokerto, Banyuwangi, dan Malang dalam pemasaran lobster, Atok juga akan menggerakkan masyarakat sekitar sebagai mitra BUM Desa dalam budidaya lobster.

Kepala Desa optimis, jika ada puluhan masyarakat yang bermitra, maka bukan hanya stok lobster yang akan melimpah, tapi pemberdayaan akan berjalan, roda perekonomian masyarakat sekitar juga akan membaik.