Kenangan Indah bersama Ibu Astuty Haryono

Pendahuluan

Menjelang empat puluh hari kembalinya Ibu Astuty Haryono memenuhi panggilan Tuhan Yang Maha Kuasa, kita semua mengenang jasa-jasa dan peninggalan berharga yang disumbangkan oleh istri, ibu, mertua dan nenek yang sangat kami cintai. Biarpun pernah diterbitkan buku tentang “Cinta tiada henti bersama Ibu Astuty” sesungguhnya masih banyak kisah indah dari Ibu Astuty yang belum sempat di terbitkan, bahkan belum sempat di tulis karena semua kisah itu banyak terpendam dalam hati sanubari pribadi-pribadi yang merasa haru atau memendamnya dalam kenangan indah untuk pribadi. Penulisan singkat berikut  ini adalah bahan-bahan awal yang di kemudian hari bisa di kembangkan lebih luas menjadi kisah indah atau suka duka yang bisa diwariskan kepada generasi mendatang bagaimana seorang Astuty Hasinah dari Kampung Melayu dengan pendidikan tingkat SMA bisa menjadi Asisten Dosen pada dua Perguruan tinggi ternama di Amerika Serikat, yaitu Universitas Chicago dan Universitas Illinois, Urbana, di samping meninggalkan tidak kurang dari empat Pusat Pendidikan Usia Dini atau PAUD di empat Kabupaten di Indonesia atau dengan ikhlas mewariskan penemuan tentang kesulitan dan penyakit dirinya untuk kepentingan umum tanpa rasa malu atau risi rahasianya terkuak di hadapan publik antar benua demi kemajuan Ilmu Pengetahuan dan masa depan umat manusia yang lebih baik.

Mulai dengan Cinta Kasih yang bersemi dalam perjuangan

Ibu Astuty Haryono yang dilahirkan prematur tanggal 3 September 1944 dan meninggalkan kita tanggal 7 Juni 2020 dalam usia 76 tahun, masa mudanya adalah seorang gadis yang kemudian menjadi ibu dan nenek yang sederhana tetapi memiliki jiwa sosial dan cita-cita yang tinggi agar generasi muda menempuh pendidikan tinggi agar mudah meraih cita-citanya. Cinta kasihnya kepada anak, cucunya atau anak orang lain tidak ditunjukkan secara romantis seperti dalam cerita film melalui belaian atau ciuman, biarpun itu dilakukannya, tetapi lebih diwujudkan melalui tingkah laku nyata yang mengagumkan. Setiap anak dan cucunya mau belajar, atau anak orang lain mau belajar, bukan orang tuanya yang merayu, tetapi Ibu Astuty selalu “memaksa” suaminya untuk mencairkan deposito yang di simpan untuk masa depan. Bahkan kalau suaminya “alot”, maka Ibu Astuty secara berani “mencairkan deposito pribadinya” lebih dulu dan kemudian meminta ganti isi manakala bujukan kepada suaminya berhasil.

Sejak sekolah, di antara para gadis cantik teman-temannya, dia tidak menonjolkan diri di kelasnya, tetapi setiap berangkat sekolah secara sengaja memutar melewati samping rumah gurunya dan melambaikan tangan disertai senyum manis sehingga lama-lama menarik perhatian dan mengalahkan teman-temannya. Biarpun tidak mengakui bahwa kegiatan itu disengaja, tidak dapat diungkiri karena sesungguhnya ada jalan lebih dekat, tetapi nyatanya dia sengaja memutar mengambil jalan melingkar melewati samping rumah gurunya yang diam-diam ditaksirnya.  

Rupanya sapaan setiap pagi itu menimbulkan rasa cinta kasih yang berakhir di pelaminan tatkala gurunya selesai kuliahnya sebagai Sarjana Muda Statistik, lebih-lebih dipacu karena temannya sesama mahasiswa di Akademi Ilmu Statistik “mondok” di rumahnya dan “dianggap saingan” karena oleh orang tuanya “di gadang” bakal dijodohkan padanya, sehingga kebiasaan lambaian tangan di setiap pagi itu mempercepat proses rasa simpati menjadi cinta kasih yang berakhir di pelaminan.

Sejak saat menikmati masa pengantin baru, Ibu Astuty menjaga cinta kasih suaminya dengan ketat dan penuh kasih sayang. Karena pergaulan yang luas sebagai Ketua Senat Mahasiswa, sejak lulus Akademi Ilmu Statistik yang dibarengkan dengan saat pernikahan, pak Haryono langsung menjadi Dosen mengajar Ilmu Statistik pada Akademi Pimpinan Perusahaan di Jakarta. Karena Ilmu Statistik dianggap sangat penting bagi  Akademi Pimpinan Perusahaan, maka banyak mahasiswa yang di luar kuliah ingin mengadakan konsultasi ada dosennya. Bagi Ibu Astuty yang pengantin baru, karena cintanya yang tinggi, ada saja caranya mendampingi suami tatkala ada mahasiswa datang untuk konsultasi, apalagi kalau yang datang rombongan mahasiswi yang cantik-cantik.

Ast1.jpg

Tatkala belum punya anak, dengan ramah Astuty yang pengantin baru selalu menemani mahasiswa dan mahasiswi yang mau konsultasi minum teh dan berbincang sebelum suaminya menemuinya untuk konsultasi, sehingga para mahasiswa merasa “homey” karena disambut istri dosen yang sama-sama muda dengan ramah dan simpatik. Kebiasaan menyajikan minuman teh itu berlanjut setelah mempunyai anak pertama tetapi “gayanya” sedikit berubah, yaitu dengan menggendong anak pertama Ria Indrastuty yang manis dan menyenangkan. Setiap kali ada satu rombongan mahasiswi cantik-cantik melakukan konsultasi ke rumah, dengan ramah Ibu Astuty  selalu dengan ramah menyambut, menyajikan minum teh dan membawa Ria untuk berkenalan.

Biarpun para mahasiswi sibuk dengan konsultasinya, ibu Astuty tetap akrab. Bayinya yang mungil, anak pertamanya, di gendongnya modar mandir di ruang tamu sehingga mahasiswa marasa nyaman, Dosen Muda Haryono tetap tenang malayani mahasiswi-mahasiswi yang sedang konsultasi karena “aisteri dan anaknya” tetap ada disampingnya.

Karya Awal sebagai Ketua Ibu-ibu istri Pegawai BKKBN

Pada waktu suaminya memangku Jabatan sebagai Kepala BKKBN, di depan Kantor yang masih terletak di Jalan MT Haryono terdapat satu deret pedagang kaki lima melayani makan dan minum para karyawan. Karena itu pemandangan di depan kantor seakan seperti pasar dan kurang sedap. Bersama Pengurus Tantri Kencana, Organisasi kaum ibu istri karyawan, diambil keputusan agar pedagang yang tidak bisa diusir itu di pindah ke halaman di dalam kantor. Dengan negosiasi yang arif, para pedagang dipindah ke halaman dalam kantor dan dikenakan “sumbangan” untuk kepentingan program ibu-ibu istri pegawai. Halaman pinggir jalan dipercantik dan di tanami bunga penghias yang indah sebelum Pemda DKI mulai menghijaukan pinggir jalan seperti sekarang.

Sebagai istri Deputy KB dan kemudian sebagai istri Kepala BKKBN, Ibu Haryono ikut aktif kampanye KB ke daerah-daerah dengan rajin. Kemudian masuk dalam jajaran Dharma Wanita dan dengan gigih membantu ibu-ibu Lemsetina, bagian dari Ibu-ibu Dharma Wanita yang tergabung dalam Sekretariat Negara, Ketua Organisasi ini adalah Ibu Murdiono yang sangat ramah dan memiliki hubungan yang sangat baik dengan Ibu Astuty. Karena itu Ibu Astuty menjadi salah satu kepercayaan yang mendapat kesempatan sangat luas dalam kiprah dan kegiatan Organisasi Dharma Wanita. Dalam kesempatan itu Ibu Haryono sempat menyebar luaskan program KB di kalangan Dharma Wanita maupun Lemsetina. Ibu Haryono juga sempat mengikuti kegiatan Ibu Murdiono berkunjung ke daerah atau ke luar negeri, praktis ke mana saja ada kegiatan Lemsetina atau kegiatan Dharma Wanita. Dengan demikian kegiatan KB di dalam lingkungan Dharma Wanita sangat maju sehingga Ibu Haryono tercatat sangat berjasa, bukan karena istri Kepala BKKBN, tetapi sebagai tokoh Dharma Wanita sehingga berhak mendapat penghargaan Mahaputra Utama dari Presiden RI. Berkat penghargaan tersebut, tatkala Ibu Astuty meninggal dunia, beliau mendapat kehormatan di makamkan di Taman Makam Pahlawan Nasional Kalibata dengan kehormatan militer.

Cinta pada Anak-anak diwujudkan dengan mendirikan PAUD

Ast2.jpg

            Sejak mengikuti suami ke beberapa daerah Ibu Astuty selalu memperhatikan sikap dan tingkah laku suaminya yang menganjurkan setiap keluarga agar memiliki hanya dua orang anak tetapi selalu mengatur agar disambut dengan anak-anak dari tingkat PAUD sampai tingkat SD. Pada awal pidato selalu diingatkan agar orang tua selalu menyekolahkan anak-anak sejak dini sehingga setiap keluarga dianjurkan agar dalam satu keluarga hanya punya seorang anak usia di bawah lima tahun. Artinya, hanya kalau anaknya berusia empat tahun boleh mengandung lagi. Fenomena ini menjadi perhatiannya sehingga Ibu Astuty mulai tertarik membuat PAUD di mana saja di anggapnya memungkinkan.

Di Pacitan kami mendapat warisan rumah dari orang tua dan di belakangnya di bangun bangunan baru langsung di jadikan PAUD, semula dikelola oleh anak nomor dua Dewi dan keponakan yang ada di Pacitan, dinamakan PAUD Siti Patmirah, nama ibunda Bapak Haryono. PAUD ini sekarang di kelola oleh keponakan pak Haryono, Ibu Sulih dan maju pesat, bahkan barangkali merupakan salah satu PAUD bermutu di Pacitan. Di Kampung Melayu, tanah kelahiran Ibu Astuty, bekas rumah orang tuanya di rombak menjadi PAUD dan sampai sekarang maju pesat menampung anak-anak balita dari Kampung Melayu untuk masuk sekolah sejak dini.

Di Loji salah satu Kebun yang dibeli dengan uang honor suaminya secara diam-diam juga didirikannya PAUD yang dewasa ini telah mendapat subsidi dari Pemda sehingga dari Ibu Astuty tinggal memberi honor bunda PAUD yang sehari-harinya mengajar dengan baik sampai sekarang. Di Buncit Indah, ibu Astuty menugaskan anak pertamanya Ria mendirikan PAUD di suatu Komplek perumahan yang maju biarpun untuk beberapa tahun terpaksa di subsidi secara langsung dan sewa gedungnya tidak diperhitungkan. Hanya di Cinangka di mana Ibu Astuty secara diam-diam membantu penduduk setempat apabila ingin mengkitankan anaknya selalu menjual tanah kepadanya, belum bisa didirikan PAUD karena sudah ada dan tidak diberikan ijin pendirian PAUD baru. Tetapi tanah yang dibeli dari luas 50 m2 ditambah setiap ada yang punya hajat, sekarang di dedikasikan untuk tempat “camping” bagi anak-anak dari tingkat SD sampai SMA, Pramuka dan pelatihan Guru. 

Sebelum ada wabah Corona pemakai lahan seluas satu ha dengan tanaman langka itu selalu antri agar mendapat jatah untuk camping karena setiap minggunya selalu penuh untuk belajar berkebun, mengenal tanaman langka dan kesempatan acara Camping untuk 50 sampai 100 anak-anak yang tergabung dalam Pramuka, suatu dedikasi Ibu Astuty yang dicatat sebagai sumbangan pendidikan luar sekolah yang luar biasa.

Ast3.jpg

Di samping Bintang Mahaputra, Ibu Astuty telah diberikan beberapa penghargaan dari Organisasi Sosial seperti Persatuan Masyarakat Betawi di mana Ibu adalah salah satu Pengurusnya. Semestinya Ibu Astuty berhak menerima banyak penghargaan lain dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan karena jasa-jasa beliau dengan mendirikan tidak kurang lima PAUD dengan pusat Camping untuk anak-anak Pramuka dari tingkat SD sampai SMA di Cinangka dan di Pucang Sewu Pacitan telah di sponsorinya dengan baik. Hanya kita malas melaporkan dan dari kalangan Kementerian Pendidikan biasanya “relatif malas” mencatat, atau mungkin berpikir bahwa pihak swasta “harus melaporkan” partisipasinya dalam Pendidikan Luar Sekolah. Untung beberapa Pemerintah Kabupaten mengulurkan bantuannya dengan subsidi pada setiap PAUD yang maju.

Menjadi Nyonya Rumah Pelatihan Posdaya

PidatoNenek2.jpg

Setelah pensiun dari Jabatan Menko Kesra, Pak Harto menugaskan pak Haryono memimpin Yayasan Damandiri yang didirikan bersama dengan Pak Harto, Pak Sudwikatmono dan Om Liem Soei Liong. Mula-mula Ibu Astuty tidak terlibat sama sekali. Tetapi kemudian Yayasan Damandiri menyelenggarakan pelatihan untuk membentuk Posdaya. Pelatihan itu diadakan di daerah atau di hotel-hotel. Atas ijin pak Harto peltihan itu sebagian akan dipindah ke Jakartta dan kami diijinkan untuk menggunakan Yayasan Anugerah sebagai penyelenggara pelatihan karena sejak didirikannya Yayasan Damandiri memang sudah di gadang bahwa Yayasan Anugerah yang kami dirikan dengan sebagian modalnya dari beliau akan ditugasi untuk manjadi salah satu pelaksana dari Damandiri karena kita mendirikan Yayasan lain untuk menampung dana sumbangan dari Kongleomerat.

Dengan ijin tersebut maka Ibu Astuty merelakan kamar pirbadinya dan kamar anak-anak serta suang tamu di rombak menjadi suatu hall untuk pelatihan yang sanggup menampung sekitar 100 sampai 150 orang peserta dengan biaya dari Damandiri. Ibu Astuty kami tunjuk sebagai Pimpinan Anugerah dibantu oleh mas Fajar dan kemudian di serahkan kepada mas Fajar karena saya mewakili Damandiri. Setelah ruang pelatihan selesai maka dimulai dengan angkatan pertama sekitar 100 orang dari seluruh Indonesia wakil-wakil LPPM dan kader dari desa untuk pelatihan yang pertama.

Selanjutnya setiap bulan diadakan pelatihan dan pada setiap pelatihan Ibu Haryono selalu menyambut atas nama Yayasan Anugerah dan menyediakan konsumsi dengan dukungan dana dari Yayasan Damandiri. Sering Ibu tidak merasa puas dengan makanan yang ada dan menambah lagi dengan dana sendiri cemilan di antara acara makan agar para peserta yang umumnya sangat antusias merasa nyaman dan puas dengan pelatihan yang ada. Ibu Astuty dan kawan-kawan tidak pernah berpikiran untuk mengurangai jatah yang disediakan tetapi malah menambah dengan cemilan atau buah yang dibayar dengan dana pribadi.

Secara total sejak sekittar tahun 2008 samapai tahun 2015 pada waktu pelatihan Posdaya atau kegiatan Posdaya dihentikan, ada sekitar 110 ngkatan pelatihan di mana setiap pelatihan diikuti oleh sekitar 100 sampai 150 peserta sehingga Ibu Astuty praktis memiliki pertemanan dengan sekitar seratus sepuluh angkatan yang ikut dalam pelatihan Posdaya di Haryono Suyono Center atau HSC, sehingga tidak aneh bahwa pada waktu mininggal dunia melalui media sosial sampai sekarang tetap mengalur ucapan doa bela sungkawa untuk ibu Astury dari mereka yang pernah ikut pelatihan, bahkan ibu di doakan dengan acara tahlil secara bersama di berbagai tempat atau kelompok di luar Jakarta. Alhamdulillah.

Ibu Kampung Melayu itu jadi Asisten Bahasa Jawa di Universitas Chicago dan Ilinois

            Pada waktu pak Haryono mengambil kuliah pada Universitas Chicago tahun 1969-1972 di Amerika Serikat, sejak tahun kedua ibu Astuty menyusul mendampingi beliau. Pada Universitas yang sangat terkenal itu terdapat jurusan Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa yang diajar oleh seorang Guru Besar Ahli Bahasa dari Perancis. Guru Besar itu ahli bahasa tetapi tidak terlalu mahir berbahasa Jawa, apalagi oleh mahasiswa tidak dianggap sebagai “native speaker”. Mengenal suaminya mengambil Ujian Bahasa Asing sebagai syarat untuk Doktor padanya dari Indonesia dan dari suku Jawa, dipastikan bahwa isterinya juga orang Jawa, maka di ajaknya Ibu Astuty menjadi asistennya sebagai “native speaker”, padahal selama menjadi istri orang Jawa sejak tahun 1963, pada tahun 1970 bahasa Jawa yang sedikit diketahuinya adalah “bahasa Jawa ngoko” atau kasar. Rupanya tidak menjadi masalah, sehingga setiap hari Ibu Astuty berlatih berbahasa Jawa di rumah dengan suaminya dan jadilah anak Betawi itu Asisten Dosen pada Universitas Chicago dengan honor yang jauh lebih tinggi dari beasiswa suaminya.

Karena karier sebagai Asisten yang berhasil di Uiversitas Chicago, tatkala pada Semester berikutnya Guru Besar itu mengajar pada Universitas Illinois di Champaign, Urbana, Ibu Astuty dibawanya menjadi Asisten tetap setiap hari Senin sampai Jum’at. Pada Jum’at sore kembali kumpul dengan suami di Chicago bukan hanya untuk bercinta, tetapi secara intensif berlatih membaca bahan asistensi membaca cerita dalam “bahasa Jawa kromo” berupa Chapter baru sebagai bahan ajar praktek yang harus dibacakan mulai hari Senin sampai Jum’at berikutnya. Jadi setiap weekend kita berdua bercinta sambil ibu Astuty membaca berulang-ulang bahan ajar praktek untuk minggu berikutnya. Suatu pengalaman yang asyik yang menjadikan Ibu Astuty tidak lagi seperti Raden Werkudoro yang “hanya bisa berbahasa ngoko” kepada siapa saja, tetapi makin faham bahasa Jawa kromo yang “lebih sopan” waktu bicara pada mertuanya. Dua orang mahasiswanya pernah bekerja di Indonsia yaitu Prof. Dr. Dwight King sebagai guru besar dan ahli Politik dan Dr. Bob yang bekerja sebagai Konsultan Bisnis yang maju di Jakarta.

Nama Ibu Astuty diabadikan di Houston, Amerika Serikat

Ast4.jpg

Di luar Negeri Ibu Astuty namanya menjadi terkenal bukan karena melaksanakan beberapa kegiatan spektakuler seperti menjadi Asisten Dosen Bahasa Jawa, tetapi karena pernah menjadi pasien dengan kasus luar biasa karena kasus penyakit jantungnya menjadi bahan ajar yang berharga sebagai referensi ilmiah mahasiswa fakultas kedokteran. Kasus itu adalah karena Ibu Astuty menderita sakit jantung dan menjadi pasien almarhum dr. Sukaman, Sp JP, seorang ahli penyakit jantung yang sangat disegani di Indonesia, sekaligus dokter pribadi Presiden RI HM Soeharto. Almarhum bersama rekan-rekannya berhasil meyakinkan Presiden HM Soeharto untuk mendirikan Rumah Sakit khusus untuk penyakit jantung RS Harapan Kita. Untuk itu disetujui mengundang ahli penyakit jantung dunia, yaitu dari Houston Methodist DeBakey Heart & Vascular Center (sebelumnya dikenal sebagai Methodist DeBakey Heart & Vascular Center), dari Houston Amerika Serikat.

Dalam suatu kunjungan konsultasi Prof Dr. DeBakey ke Jakarta, disediakan undangan konsultasi kepada beberapa pasien sakit jantung dari Indonesia. Atas perkenan Bapak Presiden, Ibu Astuty dikawal dr. Sukaman, Sp JP dan kawan-kawannya sebagai salah satu pasien diundang untuk konsultasi. Suatu kejadian yang sangat menarik terjadi tentang penyakit Ibu Astuty. Menurut dokter-dokter dari Amerika, dokter-dokter Indonesia sungguh luar biasa karena bisa melakukan deteksi atas kasus penyakit Ibu, satu benjolan yang diperkirakan ada di dalam atrium kiri yang sangat kecil sudah bisa di deteksi. Menurut para dokter ahli tersebut, di Houston setiap hari puluhan kasus segera dilakukan operasi yang sangat maju dan pasien dapat diselamatkan. Para dokter ahli di Indonesia belum pernah menangani kasus seperti ini melalui operasi, sehingga Presiden memutuskan untuk mengirim Ibu Astuty menjalani treatment operasi di Houston, Amerika. Segera segala sesuatu di urus, dan karena menurut para dokter dari Amerika kasusnya dianggap ringan, diputuskan tidak perlu dikawal oleh dokter, cukup diantar suaminya.

Singkat cerita, karena petunjuk Bapak Presiden, urusan keberangkatan kami ke Houston berjalan lancar, semuanya diurus dengan jaminan dari Sekretariat Negara lengkap dengan biaya penginapan dan biaya operasi di Rumah Sakit di Houston. Sesampai di Houston segera kami lakukan konsultasi dan pemeriksaan ulang secara lengkap dengan peralatan modern. Setelah pemeriksaan lengkap diputuskan bahwa Ibu Astuty harus segera di operasi karena kasusnya dianggap gawat alias tidak ringan. Karena itu kepada suami diwajibkan menyetujui operasi dengan risiko sangat tinggi karena ternyata benjolan dalam atrium kiri jantung Ibu Astuty sudah sangat besar, bukan sebesar biji jagung, tetapi sudah sebesar buah salak, satu kasus yang tidak pernah dijumpai oleh para dokter di Houston sebelumnya. Para dokter di Amerika “heran” kenapa sudah sebesar itu hanya diberi obat medis biasa dan tidak segera di operasi. Dugaan di Jakarta keliru, sehingga para dokter mengharuskan kami untuk “belajar” tentang jantung sebelum menanda tangani “persetujuan operasi” yang memiliki risiko tinggi tersebut. Kami diberi buku tebal tentang jantung untuk dipelajari sehingga dalam dua hari dan dua kali konsultasi kami mendadak menjadi “ahli jantung” dan menanda tangani ijin operasi kepada para dokter ahli dari Houston dengan doa yang tidak putus-putusnya kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Dengan rasa sangat prihatin, diiringi doa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, akhirnya pagi yang ditentukan, kami sendirian mendampingi istri selama empat jam mengikuti operasi yang mendebarkan, salah satunya adalah karena para dokter sebelumnya memberi pesan untuk berada tidak jauh dari kamar operasi menunggu kemungkinan ada dokter yang keluar dari ruang operasi kalau perkiraan semula meleset untuk meminta persetujuan tindakan lain yang lebih serius. Tetapi ternyata para dokter selama empat jam itu tidak ada yang keluar ruang operasi untuk meminta persetujuan baru sehingga diagnosa awal tentunya benar dan operasi berjalan lancar.

Segera setelah operasi ibu di kirim ke kamar pasca operasi menunggu agar sadar kembali sebelum masuk kamar rawat biasa. Hanya setengah hari di kamar rawat pasca operasi. Setelah sadar dan istirahat beberapa jam di kamar rawat pasca operasi, ibu segera di pindah ke kamar perawatan biasa. Sungguh suatu proses yang sangat cepat dan luar biasa.

Di kamar rawat biasa kami diberi petunjuk agar Ibu Haryono tidak dimanja, harus mandi sendiri dengan semua alat yang bergantungan dan menempel pada tubuhnya. Perawat dan kami hanya boleh menolong tetapi ibu harus melakukannya sendiri, kami sangat merasa iba tetapi itulah instruksi dari Team Dokter yang pengawasannya di kamar dilakukan oleh seorang suster. Kami tidak boleh menolong terlalu jauh. Hari-hari berikutnya sungguh menakjubkan karena Ibu diperintahkan jalan-jalan di koridor yang sangat luas dan tidak dikawal oleh suster kecuali dengan kawalan kami sendiri, tidak boleh menuntun kecuali mendampingi saja. Kami protes tetapi diyakinkan bahwa di semua tempat ada kamera sehingga kalau ada sesuatu, tenaga para medis sudah siap untuk menolong. Pada hari kedua kami agak terhibur karena dari Washington Duta Besar RI mengirim utusan untuk menyampaikan simpati pada operasi yang tellah berlangsung, biarpun agak terlambat, karena kami masih pada posisi Deputy KB, tetapi cukup menghibur.

Tidak lebih dari tiga hari dirawat, kami diminta sudah pindah ke Hotel tempat kami menginap dan melakukan konsultasi setiap hari ke hospital untuk pemeriksaan dan konsultasi rutin. Tidak lama Ibu dianggap sudah normal dan mendapat ijin pulang kembali ke Indonesia. Dalam konsultasi terakhir sebelum kembali ke Indonesia kami dimintai ijin tertulis penggunaan puluhan slide dan vidio jantung dan proses operasi hasil rekaman selama operasi berlangsung. Ijin berangkap rangkap kami tanda tangani dan disampaikan bahwa sejak itu nama Ibu Astuty Haryono dan kasus Jantungnya menjadi bahan ajar pada Fakultas Kedokteran Universitas Houston di Amerika Serikat. Sungguh, secara tidak langsung Ibu Astuty menyumbang pada kemajuan penanganan penyakit jantung Universitas dan Rumah Sakit ternama di Amerika Serikat.

Tatkala kami ke Bagian Administrasi untuk menyelesaikan pembayaran biaya operasi, dengan senyum petugasnya menyatakan bahwa semua biaya menjadi tanggungan Universitas Houston di Amerika Serikat. Satu sen pun tidak dipungut bayaran. Kami minta kwitansi biaya yang harus dikeluarkan agar dana yang kami bawa dari Sekretaris Negara bisa dipertanggung jawabkan. Dijawab karena tidak membayar tidak dikeluarkan keterangan tentang pembayaran. Terpaksa sampai di Jakarta ratusan dolar dikembalikan ke Sekneg dan kami melapor kepada Bapak Presiden bahwa semua biaya operasi gratis karena kasus Ibu Haryono menjadi bahan ajar pada Universitas Houston di Amerika Serikat.

Menjadi Subyek Tes Obat Baru di Singapura

Ast5.jpg

Pada saat kami sedang tugas di luar negeri, Ibu Astuty jatuh sakit begitu gawat sehingga anak-anak mengirimnya ke Singapura ke Rumah Sakit National University langsung di bawah pengawasan Prof. Dr. dr. Goh Boon Cher yang beberapa bulan sebelumnya telah memeriksanya karena ada tanda-tanda terkena kanker. Sebelumnya itu telah diperiksa di Jakarta dan kebetulan dalam keadaan gawat itu dokter di Jakarta yang beberapa hari sebelumnya memeriksanya menganggap tidak ada tanda-tanda sakit serius dan dianggap normal-normal saja. Tetapi ternyata pada keadaan gawat dan dibawa ke Singapura, Ibu langsung dibawa ke ruang  gawat darurat, ditangani secara intensif menyelamatkan jiwanya.

Dari luar negeri kami langsung ke Singapura dan ternyata di National University Hospital sedang ada kerja sama dengan Tim Dokter dari John Hopkins University dari Amerika Serikat.  Di samping itu, RS National University selalu melakukan treatmen Kemo Terapy untuk pengobatan kanker secara rutin dengan pasien yang jumlahnya puluhan setiap hari, tetapi kerja sama dengan John Hopkins University tersebut mencoba penggunaan obat baru untuk Kemo Terapi yang dianggap lebih efektif. Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat di John Hopkins Baltimore USA tersedia suatu Ruang Pertemuan yang dinamakan Haryono Room tempat pertemuan ilmiah mahasiswa kedokteran yang disediakan sebagai penghargaan atas jasa-jasa pak Haryono dalam pendekatan masyarakat bidang KB yang dianggap suatu terobosan yang sangat inovatif di dunia.

 Alhamdulillah, Ibu Astuty Haryono termasuk salah satu “pasien yang ikut dalam uji coba” penggunaan obat baru tersebut. Sehingga namanya tercatat sebagai kasus study yang menyumbang pada studi uji coba yang banyak digunakan sampai sekarang. Prof. Dr. Goh Boon Cher sangat menghargai partisipasi Ibu Astuty sehingga kontrol ulangan yang dilakukan beberapa kali setelah treatmen berhasil dengan baik selalu mendapat perlakuan istimewa dan dicatat dengan sangat baik. Dengan demikian, National University Hospital sebagai Rumah Sakit yang mendidik mahasiswa dari berbagai negara yang belajar di Singapura dalam pengobatan penyakit kanker mencatat kontribusi kasus Ibu Astuty Haryono.

Rina Mardiana, Fajar Wiryono, Dewi Pudjiastuti dan Ria Indrastuty serta keluarga menjadi saksi yang dengan cepat membawa ibunya ke Singapura. Rina yang secara rutin mengantar dan menunggui ibunya pada waktu kontrol pada bulan-bulan berikutnya menjadi makin tertarik dan minatnya menjadi dokter muncul kembali karena selalu mendengarkan petunjuk dokter untuk disampaikan kepada ibunya. Rina yang pernah masuk Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia (UKI) minatnya timbul kembali biarpun telah kuliah di Amerika dan mendapatkan gelar dalam bidang ekonomi, akhirnya memutuskan kembali kuliah di Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah dan lulus sebagai dokter, merawat ibunya dengan penuh kasih sayang seperti saudara yang lain sampai akhirnya Ibunya di panggil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa.

Terganggu karena kadar gulanya tinggi

UrG2sSVYM9hp7LO9ems31587560641.png

            Ibu Astuty yang konon lahir prematur ternyata memiliki hampir semua jenis penyakit. Setelah lolos dari sakit jantung, kemudian terkena kanker lympha sehingga mendapat perawatan yang luar biasa di Singapura. Lolos ari kanker ternyata tidak berapa lama Ibu Astuty terkena penyakit gula sehingga salah makan sedikit saja kadar gulanya meningkat. Kadar gula meningkat itu kemudian secara sangat ketat setiap bulan dikontrol oleh Prof. DR. dr. Sidhartawan Soegondo, Sp.PD-KEMD, FINA. Rupanya kadar gula tinggi itu bukan penyakit sembarangan. Cara makan dan makanan yang di makan harus di kontrol sangat ketat sehingga hampir-hampir hidup ini seakan harus makan dari makanan yang itu-itu saja, tidak boleh lebih, tidak boleh kurang dan harus sangat dijaga. Hidup ini menjadi sangat tersiksa karena setiap bulan harus diambil darah untuk dilihat kadar gula dan indikator kesehatan lainnya karena penyakit diabetes sangat mempengaruhi kondisi tubuh yang rentan terhadap berbagai penyakit lain.

Kena Pengaruh Covid-19 ?

            Sejak tiga bulan terakhir, utamanya sejak diberlakukannya anjuran untuk tinggal di rumah kondisi Ibu Astuty secara bertahap terus menurun. Biasanya setiap akhir minggu kita membawa anak dan cucu pergi ke Mall atau rumah makan untuk makan bersama. Biasanya Ibu gembira bersama anak dan cucu-cucunya biarpun kandang harus duduk di kursi roda karena merasa lelah untuk berjalan-jalan berputar agak jauh melihat keramaian atau mengantar anak dan cucunya melihat-lihat “window shoping” di toko atau di Mall.

Ast8.jpg

            Sekitar satu minggu menjelang pengumuman harus tinggal di rumah karena di luar ada gangguan Virus, kondisi Ibu Astuty sudah dipastikan harus tetap di kursi roda karena merasa tidak nyaman berjalan biarpun tidak jauh. Begitu ada pengumuman tidak boleh keluar rumah, kondisi Ibu Astuty menjadi sangat lemah dan terpaksa setiap hari hanya berpindah dari kamar tidur ke ruang tamu di atas kursi roda. Kalau ada tamu atau anak-anak datang berkunjung, suasana masih bisa berubah tambah ceria, tetapi lama kelamaan suasana itu bagi ibu tampak sangat menjemukan karena acaranya adalah dari kamar tidur ke ruang tamu, tetap di kursi roda atau tidur di tempat tidur yang disediakan rangkap di kamar tidur dan di ruang tamu.

            Kami sangat bersyukur bahwa Ibu Astuty sangat dicintai oleh Tuhan Yang Maha Kuasa karena selama sakit dan masa prihatin gara-gara Covid-19 masih bisa menikmati bulan puasa secara penuh biarpun kita larang untuk berpuasa karena keadaan tidak puasa saja makan dan minumnya sangat terbatas dan harus disuapi karena tidak lagi bisa mengambil makanan dari piring sendiri, sungguh sangat memilukan, membuat yang menyaksikan merasa sangat pilu menyaksikan betapa susahnya Ibu Astuty mengunyah dengan susah payah sesendok makanan yang masuk ke mulutnya. Pada Hari Raya Idul Fitri kami sangat gembira karena Ibu Astuty bisa merayakan Hari Raya bersama seluruh anak dan cucu yang berkumpul dan semua mencium neneknya dengan penuh kasih sayang biarpun Ibu Astuty hanya sekali-kali saja menyungging senyum melihat kebahagiaan yang ditunjukkan anak dan cucunya.

Ast9.jpg

Setelah Hari Raya Idul Fitri keadaan dari hari ke hari makin gawat karena kadar gulanya  makin tidak teratur dan Ibu sering seakan tidak sadar atau sukar berbicara. Kondisi yang memburuk itu memaksa Ibu Astuty dibawa ke Rumah Sakit untuk mendapat perawatan yang memadai. Tetapi karena keadaan makin gawat dengan adanya pasien Covid-19, dirawatnya Ibu Astuty di rumah sakit sangat tidak dianjurkan. Saat terakhir di rawat di rumah sakit selama tiga hari direncanakan bahwa pada hari keempat, karena kondisinya membaik, akan di bawa pulang dan perawatan selanjutnya akan dilakukan di rumah dengan perlakuan seperti di rumah sakit. Karena itu satu kamar di rumah dipersiapkan seperti kamar khusus di rumah sakit dengan tempat tidur di sewa seperti di rumah sakit lengkap dengan tabung oksigen dan jaring-jaring alat pengukur berbagai indikator kesehatan lainnya. Dokter Rina yang kerja di rumah sakit telah lebih satu bulan memutuskan keluar dari pekerjaannya dan bertindak sebagai dokter pribadi melayani ibunya di rumah. Pada saat terakhir dirawat di Rumah Sakit selama tiga hari, dr. Rina dibantu seorang tenaga perawat mengawal ibunya dengan ketat dan telah membuat perjanjian dengan Rumah Sakit dengan persetujuan dokter spesialisnya untuk datang ke rumah melalukan kontrol pada waktu-waktu tertentu seperti di rumah sakit. Persiapan Rumah Sakit di rumah dianggap sempurna.

            Pagi itu tanggal 7 Juni 2020, sejak pukul 9.00 pagi mobil ambulans yang akan membawa Ibu pulang ke rumah sudah siap. Kondisi Ibu pagi itu baik dan sebelum pulang, seperti lazimnya di Rumah Sakit, dilakukan pemeriksaan dokter dan pemberian obat seperlunya. Pada waktu diperiksa keadaan masih baik tetapi dalam waktu yang sangat singkat kondisinya menurun drastis, sehingga sepuluh menit sebelum diangkut ke ambulans Ibu menghembuskan nafas yang terakhir dan akhirnya tidak pulang ke rumah tetapi pulang ke Rumah Abadi di Surga memenuhi panggilan Tuhan Yang Maha Kuasa. Ina lilahi waina lilahi rojiun. Ibu Astuty meninggalkan kita dalam usia 76 tahun pada tanggal 7 Juni 2020, atau tanggal 76 dengan angka yang sama dengan usianya.

Jenazah.jpg

            Akhirnya jenazah Ibu dibawa pulang, dimandikan dan diurus pemakaman di Makam Pahlawan Nasional Kalibata karena Ibu Astuty adalah pemegang Tanda Jasa Bintang Maha Putra Utama yang diberikan atas jasa-jasanya yang luar biasa kepada Bangsa dan Negara oleh Presiden RI dan karena itu berhak mendapat tempat terhormat seperti pahlawan bangsa dan kehormatan Militer. Urusan pemakaman yang sakral berjalan sangat lancar seakan semuanya sudah dipersiapkan, padahal hari itu bukan hari kerja karena tanggal 7 Juni adalah hari Minggu.

            Penyerahan jenazah kepada Negara diwakili oleh Om Ir Sutarto karena saya tidak tahan untuk mengucapkan kata-kata sepatahpun. Penerimaan jenazah oleh Negara diwakili oleh Menteri Pendaya Gunaan aparatur Negara Tjahyo Kumolo yang datang bersama ratusan pelayat termasuk  pemimpin aktif seperti Rahmad Gobel, Sekjen Menteri Sosial, Kepala BKKBN, Ibu Titiek Soeharto mewakili kerabat pak Harto, para Deputi BKKBN dan banyak pensiunan anggota PWRI, Sekjen dan para Wakil Ketua, sahabat handai taulan yang secara spontan datang berbondong seakan tidak takut pada Virus Corona demi penghormatan yang tulus.

Ast10.jpg

Tiba di Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata telah penuh dengan sahabat dari Pacitan, Kampung Melayu,  para Dirjen dan kerabat teman dan sahabat lainnya. Pimpinan Upacara di pegang oleh Kepala BKKBN Dr dr. Hasto Wardoyo yang dengan pakaian lengkap memimpin upacara militer dengan tegap dan sangat mengharukan. Tabur bunga dilakukan oleh Pemimpin upacara di lanjutkan dengan tabur bunga oleh suami dilakukan dengan dikawal oleh mas Fajar Wiryono dan dr. Rina Mardiana dilanjutkan oleh khalayak dan keluarga yang datang ke tempat pemakaman. Pemimpin upacara kemudian membawa bendera merah putih dan menyerahkannya kepada pak Haryono. Inspektur Upacara Dr. dr. Hasto Wardoyo menandai bahwa upacara militer oleh Negara bagi Ibu Astuty selesai paripurna dengan sempurna penuh kehormatan. Ratusan yang ikut mengantar sampai ke Makam tidak segera bubar tetapi menyempatkan diri manggut-manggut menyampaikan duka cita kepada pak Haryono dan anak cucu yang menunggu sambil meneteskan air mata terharu atas penghormatan yang secara spontan di berikan biarpun semua memakai Masker penutup untuk menjaga penularan Covid-19.

Ast11.jpg

Kami seluruh keluarga tidak bisa berkata apa-apa kecuali bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa yang memberi jalan sangat lapang bagi istri, ibu, nenek tersayang Astuty Haryono yang memenuhi panggilan dengan sangat ikhlas dengan senyum tersungging di bibirnya, lancar dan diiringi doa dari saudara, sahabat dan pejabat yang sangat melimpah disertai karangan bunga yang sangat banyak. Di samping itu di media sosial melalui handphone dan komputer sampai hari ini tatkala kami menulis catatan singkat ini masih berdatangan ucapan duka cita yang tidak ada hentinya dari sahabat dan masyarakat luas, termasuk yang hanya kenal dari media masa atau melihat peristiwa ini melalui televisi atau media sosial yang tidak ada hentinya mengabarkan berita duka ini ke seluruh penjuru dunia.

Sahabat dari berbagai penjuru melaporkan bahwa mereka mengadakan pertemuan dengan disertai pembacaan doa dan tahlil, biarpun secara fisik tidak ada hubungan Saudara, pernah berjumpa atau ada hubungan kerja, sungguh suatu penghormatan yang sangat kami hargai dan kami hanya bisa bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa dan terima kasih yang tulus disertai doa agar amal ibadah itu mendapat balasan dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Aamin YRA.

 Dari luar negeri dalam waktu yang hampir bersamaan datang ucapan berduka cita karena sistem komunikasi modern yang mengabarkan peristiwa yang menyedihkan ini hampir pada saat yang sama dengan waktu kejadiannya. Sungguh Tuhan Maha Besar dan kami mohon maaf apabila tidak sempat mengirimkan ucapan terima kasih secara pribadi atas segala kiriman bunga dan doa kepada almarhumah dan seluruh keluarga yang sangat mencintainya. Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa menempatkan Almarhumah di tempat yang sebaik-baiknya dan kepada kami keluarga yang ditinggalkan di berikan kekuatan iman dan kesabaran menerima percobaan yang sangat memilukan ini. Aamiin Ya Robil Alamin.

Teriring permohonan maaf dan ucapan terima kasih yang sangat tulus.

                                                                                    Jakarta, 14 Juli 2020

                                                                                    Keluarga Haryono Suyono