Prof. Dr. Ravik Karsidi, Mantan Rektor UNS Solo pelopori Pembangunan Desa

KM1.jpg

Dalam suasana menjelang pengakuan oleh rakyat banyak akan Norma Baru,  dengan penuh hormat kepada para Rektor Perguruan Tinggi yang membantu kami sebagai Ketua Tim Pakar Menteri Desa PDTT, kami mengenang sahabat lama berbagai Perguruan Tinggi untuk diajak mengembangkan Norma Baru yang diidamkan setelah dipacu dengan serangan Covid-19 akhir-akhir ini. Salah satu sahabat yang setiap hari fotonya terlihat karena dipanjang di meja kerja kami adalah Prof. Dr. Ravik Karsidi, mantan Rektor Universitas Sebelas Maret di Surakarta yang dewasa ini dijabat oleh Prof. Dr. Jamal Wiwoho, SH, MHum. Pada masa beliau menjabat Rektor Universitas Sebelas Maret kami menjabat sebagai Ketua Yayasan Damandiri yang didirikan bersama almarhum Mantan Presiden HM Soeharto, Bapak Sudwikatmono, Om Liem Soei Liong dan Haryono Suyono pada tahun 1995 dan resmi tahun 1996. Yayasan itu sejak didirikan bertujuan membangun sumber daya manusia Indonesia, utamanya yang orang tuanya miskin dan bercita-cita membantu pemberdayaan keluarga miskin lepas dari kemiskinannya serta berkembang menjadi keluarga yang bahagia dan sejahtera.

Pada waktu Prof. Dr. Ravik Karsidi memangku jabatan Rektor Universitas Sebelas Maret, kami sangat sering berkunjung ke Perguruan Tinggi yang maju dan dinamis itu, utamanya bergaul dengan Lembaga Pengabdian pada Masyarakat (LPPM) yang dipimpin oleh Prof. Dr. Darsono, yang setiap kali menggelar Kuliah Kerja Nyata (KKN) ke desa-desa di sekitar Solo atau Jawa Tengah dan kami saling berbagi sehingga kami mendapat penghargaan yang menggembirakan dari UNS.

KM2.jpg

Kegiatan bersama Perguruan Tinggi itu merambah ke seluruh Indonesia yang oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim disebut sebagai Kuliah Merdeka. Adalah betul bahwa Kuliah Merdeka bisa dua atau tiga Semester kalau membawa manfaat luas untuk mengantar Norma Baru yang dicita-citakan setelah serangan Covid-19. Norma baru itu, seperti norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera dalam program KB, tidak hanya diukur sampainya pesan kepada rakyat banyak, tetapi rakyat banyak, utamanya keluarga muda dan subur melakukan “praktek KB” dan merasa puas. Lebih dari itu, keluarga itu “tidak saja praktek KB”, tetapi berkembang menjadi penganjur sehingga akhirnya norma baru itu “dua anak cukup” membudaya menggantikan norma lama “banyak anak banyak rejeki”.

Menurut pendapat kami, norma baru sesudah serangan Covid-19 harus diukur dan diumumkan apabila masyarakat telah melakukan praktek dan merasa puas atas anjuran “sering-sering cuci tangan, memelihara jarak lebih dari dua meter, tidak bergerombol, tidak keluar rumah apabila tidak sangat perlu, dan memelihara kekebalan dengan makan makanan bergizi” suatu norma yang berbeda dibandingkan cara kehidupan keluarga dan individu di masa lalu yang bergerombol dan saling bersalaman kalau bertemu dengan rekan lainnya. Norma baru itu harus mulai dari setiap keluarga, tidak saja dalam kehidupan bermasyarakat tetapi juga dalam kehidupan mendapatkan pendidikan, bekerja dan memelihara lingkungan serta sumber daya alam untuk kehidupan yang lestari bagi generasi yang akan menggantikannya.

KM3.jpg

Oleh karena itu tatkala menjabat sebagai Ketua Yayasan Damandiri, kami ikut memberi pembekalan kepada ribuan mahasiswa yang melakukan KKN selama lebih satu bulan di desa-desa serta sekaligus mengajak para mahasiswa dan Dosen Pendampingnya membentuk kelompok masyarakat desa berupa Pos Pemberdayaan Keluarga (Posdaya) agar setelah mahasiswa kembali ke Kampus, kelompok Posdaya melanjutkan menyebar luaskan tujuan KKN mahasiswa. Karne itu tujuan KKN di banyak tempat, melalui Posdaya yang terbentuk, tetap berfungsi dan banyak yang kemudian menjadi inti Kelompok Bumdes yang mengelola usaha menggunakan Dana Desa, suatu budaya baru yang berkembang di masa lalu.

Kalau ada kesempatan KKN ke Desa-desa yang diantar Dosen yang di pimpin Rektor baru, Prof. Dr. Jamal Wiwoho, SH, MHum membantu pemerintah mengajak masyarakat memasuki Norma Baru, maka ukurannya bukan hanya masukan informasi dan edukasi dari aparat resmi pemerintah tetapi usaha rakyat banyak, termasuk usaha rakyat yang diantar oleh mahasiswa KKN atau Kuliah Merdeka di desa bersama antara mahasiswa dan rakyat banyak mengadopsi pola hidup baru sebagai Norma baru sebagai bagian dari Budaya yang secara otomatis di lakukan rakyat dengan tulus tanpa diperintah lagi. Rakyat merasa nikmat, tanpa disuruh melaksanakan pola kehidupan baru itu karena sesuai dengan tatanan yang dianut masyarakat luas, sehingga tidak ada rasa kikuk, tanpa merasa tidak sopan, serta melaksanakannya dengan ceria sebagai bagian dari hidupnya yang penuh sopan santun dan tidak merasa terpisahkan dari rakyat banyak.

yeni2.jpg

Gerakan itu menjadi gerakan mahasiswa oleh banyak kalangan Perguruan Tinggi sehingga setiap Perguruan Tinggi tidak merasa “diperintah” Universitas Sebelas Maret tetapi otomatis mengadakan Pekan Inovasi dengan mengundang para Punggawa Desa, utamanya Kepala Desa yang menerima Dana Desa sehingga Perguruan Tinggi melalui KKN tidak dianggap saingan tetapi merupakan mitra pendamping Desa yang ingin menggunakan inovasi yang dikembangkan Perguruan Tinggi membangun Desa dan masyarakatnya, suatu sinergi yang akan menguntungkan rakyat banyak sekaligus memicu keterkaitan antara Perguruan Tinggi dengan masyarakat luas.

Semoga masyarakat dengan pendampingan mahasiswa Kuliah Merdeka bisa melahirkan banyak inovasi yang dikembangkan dengan cinta dan dicintai rakyat banyak serta membawa manfaat untuk membangun desa dan masyarakat desanya. Gerakan masyarakat Perguruan Tinggi tidak dianggap saingan rivalitas pembangunan Pemerintah tetapi justru melengkapi program pemerintah dengan melatih mahasiswa sebelum lulus terbuka hatinya bahwa pembangunan bersama masyarakat akan mempercepat terbasngunnya masyarakat yang mandiri dan maju bersama dengan cakupan yang lebih luas.