Ekonomi Biru: Prinsip Nir Limbah (Zero Waste)

Catatan Aam Bastaman

Nir Limbah (Zero waste) merupakan prinsip Ekonomi Biru yang paling mencolok karena kekhasannya dan dampak yang ditimbulkannya bagi lingkungan dan nilai tambah ekonomi (Cash flow).

Zero-Waste-1.jpg

Oleh karena itu tidak mengherankan jika Ekonomi Biru seringkali diidentikkan dengan prinsip nir limbah ini, Padahal nir limbah hanyalah salah satu prinsip Ekonomi Biru yang utama, salah satu prinsip yang paling penting. Jadi apa nir limbah dalam perspetif Ekonomi Biru?

Banyak cara untuk mengungkap definisi konsep nir limbah, termasuk contoh penerapannya. Dari berbagai pendekatan diantaranya didefinisikan sebagai filsafat yang mendorog perancangan ulang sumber daya dari siklus yang sifatnya linear menuju siklus tertutup. Sehingga semua produk (sisa) digunakan kembali. Dengan kata lain, tidak ada sampah sisa olahan suatu proses produksi yang dikirim ke temat pembuangan sampah, karena digunakan kembali sebagai suatu input untuk proses produksi yang lainnya.

Dengan demikian, prinsip nir limbah ini mengedepankan bukan saja usaha kreatif untuk memberi nilai tambah ekonomi pada sampah, namun sekaligus menjaga dan menyelamatkan lingkungan ekosistem tetap lestari. Secara estetika lingkungan tetap bersih, terjaga dan indah.

Nir sampah merupakan tujuan etis, yang bersifat ekonomis, efisien dan visioner, untuk memandu masyarakat dalam mengubah gaya hidup dan praktik-praktik untuk meniru siklus alam yang berkelanjutan, dimana semua material yang tidak terpakai lagi dirancang untuk menjadi sumber daya bagi suatu proses produksi yang lain. Prinsip ini memacu kreatifitas masyarakat untuk berpikir mengenai pemanfaatan sampah menjadi bahan baku yang dapat memberikan nilai ekonomis.

Saya pernah berkesempatan mendatangi suatu Pusat Penelitian dan Pengembangan dibawah Kementerian Pertanian di Lembang, Bandung. Lembaga tersebut memiliki beberapa rumah yang digunakan sebagai wisma yang disediakan bagi pengunjung maupun untuk kalangan peneliti sendiri. Uniknya, energi yang digunakan seperti untuk listrik dan pemanas air dalam kompleks wisma tersebut berasal dari suatu proses yang bahan bakunya adalah kotoran sapi.

Lembaga ini memiliki sejumlah sapi perah, dan perkebunan dengan berbagai tanaman, Salah satunya tanaman serehwangi, yang merupakan salah satu bahan baku untuk pembuatan minyak atsiri. Rupanya sisa tanaman (sampah) serehwangi yang sudah disuling digunakan menjadi pakan ternak sapi, yang kotorannya menjadi sumber energi, dan sebagian menjadi pupuk organik untuk perkebunan di lembaga tersebut.

Inilah contoh bagaimana lembaga ini mengembangkan prinsip nir limbah, tidak ada limbah yang tersisa, semua terpakai dalam proses produksi secara berputar. Ada produk susu yang dihasilkan sapi yang diternakan, ada serehwangi sebagai bahan untuk pembuatan penyulingan minyak atsiri, ada pakan ternak dari sisa tanaman untuk penyulingan dan pengolahan minyak atsiri. dan energi yang dihasilkan berupa bio gas dari kotoran sapi.

Konsep pendekatan nir limbah seperti yang dilakukan di lembaga tersebut, ternyata dilakukan pula di beberapa perkampungan dan perumahan di Bogor, dengan melibatkan warga. Cash flow dari hasil proses ekonomi yang bersifat multi produk tersebut (susu, daging, hasil tanaman, energi, pupuk organik) juga dinikmati warga. Tidak ada lagi limbah yang menjadi masalah lingkungan.

Mengenai prinsip nir limbah ini Prof. Gunter Pauli, sang inisiator Ekonomi Biru menyampaikan dengan kalimat yang singkat: “Product waste utilized as an input to create new cash flow”. Sehingga Ekonomi Biru dapat menginspirasi paradigma baru, yaitu dari kelangkaan (scarcity) menunju berkelimpahan (abundance), karena pada dasarnya alam tidak mengenal konsep sampah buangan. Semua unsur alam memiliki manfaat bagi umat manusia.

.(Aam Bastaman, Uni Trilogi).

Zero-Waste-4.jpg

Gambar: Istimewa (sumber open access)

Aam BastamanComment