Dengan Semangat Muda Lakukan Intensifikasi Program KB Bersama Masyarakat

Safari1.jpg

Saya Haryono Suyono, sejak memangku jabatan sebagai koordinator penelitian dan pengembangan, yang kemudian  dikukuhkan sebagai Deputy Penelitian dan Pengembangan, kita bangun kerja sama dengan kalangan perguruan tinggi. Beruntung karena para dosen di berbagai Perguruan Tinggi pada tahun 1972 relatif muda, sehingga jiwa dan semangat muda relatif mudah diajak menciptakan gagasan pengembangan pendekatan program KB tingkat awal  yang masih dominan sebagai pendekatan klinik. Upaya pengembangan yang diarahkan pada pendekatan masyarakat diiringi masukan KIE, Komunikasi, Informasi dan Edukasi yang intensif mengarah pada perubahan sosial secara sistematis. Sebagai Deputy, apalagi kemudian di tunjuk sebagai Ketua Umum ISI, Ikatan Sosiologi Indonesia, dan berlatar belakang Sosiologi, Kependudukan dan Demografi, sangat akrab dengan kawan-kawan Perguruan Tinggi kebanyakan memiliki latar belakang ilmu-ilmu sosial yang membuat upaya pengembangan KB berbasis masyarakat menjadi lebih lancar.

bayiD.jpg

Di samping itu Kantor Menteri Pendidikan dan Kebudayaan belum mengembangkan penelitian program KB. Dengan lancar BKKBN membantu membangun jaringan pengembangan dalam lingkungan perguruan tinggi, utamanya Jaringan Penelitian Kependudukan dan KB, sehingga dalam lima tahun lembaga penelitian di kalangan Perguruan Tinggi makin erat hubungannya dengan BKKBN. Pada lima tahun berikutnya Lembaga Penelitian berkembang melalukan banyak pengembangan, termasuk merumuskan indikator operasional tahapan perluasan jangkauan, pembinaan dan pembudayaan yang kita sebut sebagai Strategi Tiga Demensi, tahapan serupa falsafah Ki Hajar Dewantara “Ing ngarso sun Tulodo, ing madyo mangun Karso dan tut wuri Handayani”, suatu tahapan atau “road map” penerimaan suatu inovasi yang harus digerakkan sistematis dengan indikator terukur jelas setiap tahapannya.

Safari2.jpg

Untuk mendukung proses perubahan sosial itu, dikembangkan kelompok Akseptor KB dalam lingkungan masyarakat desa, kemudian menjadi Kelompok Peserta KB, dan akhirnya menjadi “Pelaksana KB masyarakat” dengan dibentuknya Pos-pos KB Desa yang merupakan suatu kemajuan bagi program KB yang berkembang secara bertahap menjadi gerakan masyarakat KB yang luas. Sekaligus bagi BKKBN, lima tahun terakhir sampai tahun 1980 merupakan tahapan persahabatan yang makin akrab dengan Perguruan Tinggi di seluruh Indonesia.

Pada tahun 1980 diadakan Sensus Penduduk dan hasil yang dikeluarkan pada tahun 1981 belum terjadi penurunan fertilitas karena jumlah kumulatif akseptor belum cukup. Beberapa kalangan Perguruan Tinggi memberikan kritik, khususnya dari seorang antropolog Gajah Mada, Dr. Masri Singarimbun. Kritik itu kami sambut dengan baik dan beliau kami undang bertukar informasi dengan jujur bahwa jumlah peserta KB belum memenuhi syarat dan kami minta beliau melanjutkan kritik yang akan kami jelaskan sebabnya kepada publik. Selanjutnya, kritik beliau berkembang menjadi diskusi positif mendorong peningkatan perhatian dan komitmen yang tinggi dan dimuat pada halaman depan harian Kompas serta surat kabar terkemuka lain di Jakarta.

Pada tahun 1982 kami memperoleh Anugerah Penghargaan berupa Bintang Mahaputra Utama karena jasa dalam Pelaksanaan Program KB dan diskusi yang menarik di berbagai media selama tahun 1981. Pada tahun berikutnya kami ditugaskan sebagai Kepala BKKBN dengan tanggung jawab menurunkan fertilitas pada tahun 2000 menjadi separo fertilitas pada tahun 1970 sebagai target yang disampaikan oleh Presiden RI dalam Pembukaan Sidang DPR pada awal pelaksanaan program KB.

safari3.jpg

Jabatan baru itu merupakan kesempatan emas mengubah pendekatan program KB dari pendekatan klinik menjadi pendekatan masyarakat dengan memberikan tanggung jawab kepada masyarakat dan banyak kalangan luas ikut mengambil tanggung jawab dan partisipasi dalam pelaksanaan program KB. Sejak itu kerja sama dengan berbagai instansi diperkuat, antara lain bersama Departemen Kesehatan disepakati pembentukan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) pada tahun 1983 sebagai Pusat Pelayanan KB dan Kesehatan ibu dan anak secara terpadu di kalangan masyarakat luas. Sejak saat itu segera ditanda tangani kerja sama hampir dengan semua Kementerian dan Lembaga Strategis Pemerintah guna menggalang kerja sama dalam menangani program KB. Secara khusus BKKBN juga menggalang kerja sama dengan Menteri Dalam Negeri dan bersama mempersiapkan Instruksi Lima Sukses Utama oleh semua Bupati dan Walikota Kepala Daerah, di mana sukses KB merupakan salah satu dari lima sukses yang ditetapkan sebagai lima program prioritas tersebut.

safari4.jpg

Setelah konsolidasi dan persiapan operasional melalui kerja sama antar kekuatan pembangunan cukup, satu tahun kemudian diusulkan kepada Presiden bahwa target tahun 2000 dipercepat sepuluh tahun agar sukses pada tahun 1990. Alasannya, kalau tahun 1990 belum tercapai, bisa dikejar sampai tahun 1991 atau 1992, artinya Presiden dapat menyelesaikan target yang dijanjikan sembilan tahun atau delapan tahun lebih cepat dari tahun 2000. Tetapi kalau tahun 2000 tidak tercapai maka Presiden akan digugat tidak bisa menyelesaikan target penurunan tingkat kelahiran tersebut.

kuda.jpg

Usulan itu disetujui Presiden, sehingga BKKBN merancang anggaran percepatan langsung disampaikan kepada Bappenas dan Menteri Keuangan untuk realisasi. Dengan anggaran percepatan itu BKKBN segera mengembangkan Program Percepatan, melalui kegiatan Safari KB yang akan dipimpin oleh Organisasi atau dipertanggung jawabkan melalui masyarakat yang terlibat. Misalnya Safari Senyum merupan singkatan dari Sehat, Sejahtera untuk Masyarakat, dengan arah menarik sebanyak-banyaknya keluarga muda menghadiri pertemuan besar seperti pasar malam di mana banyak anggota PKK berjualan aneka produk kelompoknya, ada hiburan jaran kepang, musik, dan lainnya, dan pada saat yang sama diberikan penjelasan rinci tentang KB serta pelayanan lengkap di lapangan. Ibu-ibu muda seakan bukan datang untuk pasang spiral, tetapi berkunjung ke gelar pesta yang menarik bersama tetangga sehingga tidak ada rasa malu karena tetangga juga beramai-ramai datang bersama. Bupati, istri Bupati sebagai Ketua Tim Penggerak PKK, Camat dan istri, Kepala Desa lengkap dengan jajarannya selalu hadir, suasana sangat meriah dan mengesankan.

Para ulama, dari kalangan NU, Muhammadiyah dan lainnya, ikut dalam upacara dan sesepuh mereka selalu membacakan doa setelah Bupati atau Camat, atau yang tetua dalam pertemuan menyampaikan Pidato singkat. NU dan Kelompok Ibu-ibunya, kalau mengambil tanggung jawab penyelenggara,  biasa memberi nama kegiatannya sebagai Safari Bintang Sembilan sesuai sembilan bintang pada logo NU. Ada juga berbagai nama lain yang menarik diciptakan oleh lembaga yang menjadi pemimpin kegiatan acara Safari yang diadakan di desa, di lapangan, atau di Balai Desa yang biasanya memiliki halaman luas di desa, sehingga jumlah peserta yang besar itu memberikan dukungan moral, hilangnya rasa malu dan keberanian bagi ibu-ibu muda ikut KB dengan kepuasan maksimal karena hasilnya diumumkan secara luas pada media massa, termasuk TVRI yang meliput secara luas dan lengkap.

safari7.jpg

Rekan-rekan dari Perguruan Tinggi ikut serta memberikan dukungan yang sangat luas sehingga para mahasiswa otomatis menjadi penggerak masyarakat. Kemudian muncul kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tingkat awal secara aktif mendorong kegiatan KIE, Komunikasi, Informasi dan Edukasi melalui partisipasi generasi muda. Pada waktu Dr. Wardiman Djojonegoro menjabat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, kegiatan mahasiswa itu dikaitkan dengan “Link and Match” sehingga makin memberi warna kegiatan dalam membangun partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa dan masyarakat desa. Melalui kegiatan di desa, para mahasiswa ikut memperkuat usaha kelompok PKK yang kuat, dibantu kelompok Peserta KB yang makin kuat dan makin banyak anggotanya bekerja keras membangun melalui Kelompok-kelompok Peserta KB yang tumbuh sebagai jamur di musim hujan.

unawards.jpg

Akhirnya pada tahun 1988 Indonesia oleh banyak lembaga nasional dan internasional dianggap pantas mengajukan diri kepada PBB karena berhasil menurunkan fertilitas mendekati separo dari angka fertilitas di tahun 1970, artinya target tahun 1990 hampir tercapai. Usulan pada PBB tahun itu belum berhasil, baru pada tahun berikutnya Indonesia mendapat penghargaan “UN Population Awards” PBB yang diserahkan langsung oleh Sekjen PBB di Markas PBB di New York, Amerika Serikat. Program perubahan sosial berhasil dilaksanakan secara gotong royong oleh seluruh kekuatan masyarakat di Indonesia.

Haryono SuyonoComment