Tidurnya Kota-Kota di Dunia

Catatan: Aam Bastaman

Wabah Corona baru (Covid-19) yang menyebar ke seluruh dunia mulai awal tahun ini telah merubah wajah kota-kota besar dunia. Kota-kota besar yang dulu hiruk pikuk, sibuk, ramai dan seperti tidak pernah tidur kini sepi, seolah mati tak berpenghuni. “Matinya” kota-kota di dunia sangat merata, hampir di semua benua, dari Eropa, Amerika, Asia, Australia, termasuk Afrika. Afrika memang kurang banyak dikabarkan, namun “matinya” kota-kota melanda juga benua hitam tersebut. Saya lebih suka menyebutnya “tidurnya kota-kota di dunia”, sesuai harapan semua orang kota-kota itu akan bangun kembali suatu hari. Bukan “mati”, karena kalau mati artinya tidak bisa hidup kembali.

5-street-shanghai.jpg

Banyak negara melakukan “lock down”, karantina wilayah, atau pembatasan sosial besar-besaran, baik secara nasional, maupun untuk kota-kota tertentu. Akibatnya aktifitas kehidupan masyarakat melambat, karena semua orang melakukan aktifitas di rumah - bekerja, belajar, termasuk beribadah. Jalanan sepi, gedung-gedung publik sepi, tidak ada lagi pertunjukkan musik, pertunjukkan olah raga, pusat-pusat rekreasi, bahkan mal-mal dan bioskop semua ditutup. Kota-kota dunia kini seperti tidur, istirahat, dari kerja kerasnya yang tiada henti selama ini.

3-galleria-vittorio-emanuele-shopping-mall-milan.jpg

Kota-kota menyumbang polusi terbesar di dunia, yang menyebabkan terjadinya bencana baru di muka bumi - pemanasan global. Asap kendaraan, asap pabrik, pembangunan gedung, eksploitasi air tanah, pertumbuhan penduduk perkotaan yang tidak terkendali, menyebabkan kota-kota besar dunia, selain memberikan tempat untuk kehidupan modern, juga memberikan tantangan baru, baik tantangan sosial maupun dalam kelestarian ekosistem, dengan terjadinya perubahan iklim yang diakibatkannya.

Bencana epidemi virus Corona baru (Covid-19) seolah menjungkirbalikkan kehidupan perkotaan selama ini. Kota-kota super sibuk dunia tiba-tiba sepi, seolah ditinggalkan penduduknya, tiada lagi pelancong atau wisatawan yang bisasnya berjubel ingin mendapatkan pengalaman berkunjung, menikmati pemandangan kota, kuliner dan aneka atraksi kota. Sebutlah di Eropa, mulai dari Paris, London, Madrid, Roma, Berlin, menjadi kota mati. Begitu pula kota-kota di Asia, seperti Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok, Shanghai, Tokyo, Jakarta. Ataupun di Eropa utara seperti New york, Washington, Los Angeles. Virus memaksa semua orang kembali ke rumah, meninggalkan hiruk-pikuk kehidupan kota.

1-wuhan-china-tgl-10-maret.jpg

Bahkan kota-kota suci dunia, yang diyakini oleh berbagai pemeluk agama, yang bisasanya selalu ramai dikunjungi oleh para pemeluknya dari berbagai penjuru dunia, untuk melakukan ritual ibadah, maupun ziarah, atau sekedar berkunjung, menikmati kegungan Tuhan, baik Mekah, Madinah, kemudian Jerusalem, sampai Vatikan, dan kota-kota suci lain, sepi.

Kota-kota dunia seolah dibiarkan istirahat dari aktifitasnya yang padat dan membebani. Lupakan dulu pembangunan, lupakan dulu proyek-proyek besar, lupakan dulu semua pekerjaan dan hiburan perkotaan. Semua orang kembali ke rumah. Barangkali dengan cara ini Tuhan memaksa manusia untuk membiarkan kota-kota dan bumi untuk beristirahat.

Dampak sementara yang bisa kita lihat, kini sementara waktu kota-kota dunia memiliki langit biru, tidak ada lagi asap yang mengganggu, burung-burung seolah memiliki kembali rumahnya, binatang seolah menyambut lega, tiba-tiba saja udara bumi kita semakin bersih, seperti bumi yang dulu sebelum terjadinya modernisasi besar-besaran. Peradaban sementara berhenti, kembali ke peradaban “gua”, tinggal di rumah.

9-the-courtyard-louvre-pyramid-paris.jpg

Bagaimanapun kita berharap semoga bencana epidemik Covid-19 ini cepat berlalu, rupanya ekonomi tidak bisa menunggu terlalu lama, manusia perlu bekerja, berkarya untuk hidup dan memenuhi kebutuhan hidup, Semoga kita bisa bertahan dan terhindar dari kekacauan ekonomi.

Tuhan selalu memberikan pembelajaran, Covid 19 bisa saja pembelajaran yang memberikan hikmat bagi masa depan kehidupan umat manusia.

(Aam Bastaman)

.Foto-foto: Istimewa

7-terminal-bandara-milan-malpensa-airport-ferno-italia.jpg
Aam BastamanComment