Kenangan Program AFS Intercultural: Puasa di Negeri Kanguru
Di Keith, Australia Selatan, kota kecil (town) tempat saya tinggal selama belajar dan menetap di Australia, yang berpenduduk waktu itu hanya sekitar 300 orang, mungkin hanya saya satu-satunya penduduk Muslim. Keith memang sebuah kota kecil di sebuah daerah pertanian, sekitar 3 jam dari Adelaide, ibukota South Australia, terletak antara Bordertown, kota perbatasan dengan Negara Bagian Victoria dan Adelaide. Makanya teman saya yang kuliah di Adeliade dan pernah melintasi Keith bilang, ini kota “in the middle of nowhere”. Dengan penduduk yang kalau di indonesia (di pulau Jawa) barangkali setingkat RW, maka Ternak domba (lamb) jauh lebih banyak populasinya dari pada manusianya.
Memasuki bulan ramadhan tentunya memiliki tantangan tersendiri. Untungnya ibu angkat saya (Mum) sangat perhatian. Hari pertama bahkan saya dibangunkan. “Aam get up!, breakfast time..” Di dapur sudah terhidang makanan untuk sahur (Mum menyebutnya early breakfast). Rupanya Mum sudah mempersiapkan makanan untuk saya. Ia sendiri kembali tidur, dan saya makan sahur sendirian di dapur. Waktu memasuki bulan puasa, untungnya belum memasuki musim dingin, masih peralihan dari musim panas ke dingin (musim gugur). Sehingga waktu puasa tidak terlalu panjang, tapi normal seperti di Indonesia. Sahur sekitar pukul 4.00 dan buka pukul 6.30.
Di sekolah (setingkat SMA, persiapan kuliah/Matric), biasanya saya membawa bekal, sama seperti adik Australia saya, Bruce. Biasanya ada dua bungkus makanan, satu untuk istirahat, sekitar pukul 10.00 dan satu bungkus lagi untuk makan siang. Selama puasa tentu saya tidak dibekali makanan. Jadi saat istirahat siang biasanya saya hanya menonton teman-teman yang makan siang. Biasanya makan siang ringan (buat saya yang biasa makan nasi), seperi sandwich, atau kadang hot dog, dengan sosis daging sapi. atau hamburger, plus kentang dan buah apel, kadang-kadang juga pisang. Untuk istirahat pukul 10.00 biasanya ada makanan kecil, kue-kue atau roti coklat dan sejenisnya. Jadi selama bulan puasa isi tas saya sepenuhnya buku-buku, tanpa makanan.
Yang agak repot saat ada acara sosial atau pertemuan di siang hari. Saat tiba acara makan saya tidak ikutan, hanya menemani mereka makan. Kalau di meja, sambil ngobrol, biasanya banyak pertanyaan, kenapa harus puasa? Berapa lama puasa? Apa puasa hanya tidak makan, minum saja? Saya bilang bukan hanya tidak makan minum saja, bahkan bagi suami istri tidak boleh bahkan berciuman sekalipun, apalagi kalau lebih dari itu… Kecuali malam hari setelah berbuka. Mereka senyum-senyum, sebagian lagi tertawa. Saya bilang sayapun tidak boleh ke pantai, karena melihat para perempuan berbikini bisa membatalkan puasa. Merek tertawa lagi.
Dalam beberapa kesempatan selama bulan puasa saya mendapat undangan untuk berbicara di beberapa organisasi kemasyarakatan di Keith dan sekitarnya, kadang-kadang acaranya pas di jadwal makan siang, jadi terpaksa saya hanya menemani mereka ngobrol lagi. Umumnya mereka minta maaf, karena tidak bisa ikut puasa, dan harus makan siang. Cerita mengapa puasa, berapa lama puasa dan apakah hanya tidak boleh makan minum? kembali ditanyakan, Saya seperti sudah merekam sendiri, jawaban standar yang saya tahu saya kemukakan. Mereka biasanya tertawa-tawa saat saya bilang bagi suami istri ciuman pun dilarang, apalagi berhubungan selama puasa. Saya tambahkan pula, pergi ke pantai bisa membatalkan puasa, karena banyak perempuan hampir telanjang… tidak boleh dilihat.
Buka puasa, biasanya disesuaikan dengan jadwal makan malam, atau terbalik, jadwal makan malam di rumah disesuaikan dengan jadwal buka puasa saya, sekitar pukul 6.30. Biasanya makan malam pukul 6.00 atau lebih awal, jadi mereka menunggu sekitar setengah jam, sampai saya bisa buka puasa. Mum hampir setiap hari masak. Saya dan adik Australia saya biasanya punya tugas cuci piring. Saya selalu bilang terima kasih ke Mum, Dad juga Bruce karena mau nunggu sampai saya buka puasa. Mereka bilang ingin berpartisipasi juga di bulan ramadhan, paling tidak ikut buka puasa bareng.
Mum kalau ketemu teman-temannya, apakah di sekolah atau di tempat pesta selalu cerita-cerita kalau saya sedang puasa, tidak makan dan tidak minum dari dini hari sampai menjelang malam. Biasanya ibu-ibu kemudian mengerubuti saya bertanya-tanya tentang puasa. Oh jadi tidak boleh berpelukan juga ya… kata seorang teman Mum, sambil tersenyum.
Keluarga (host family) tempat saya tinggal sangat pengertian, sehingga puasa saya alhamdulillah lancar-lancar saja. Kadang tetangga juga mengundang makan malam untuk buka puasa. Atau Mum dan Dad mengundang temannya untuk makan di rumah sekaligus buka puasa, meskipun yang puasa hanya saya sendiri.
Yang seru di acara lebaran, Saya bersekolah seperti biasa. Hari raya lebaran tidak terasa, aktifitas rutin dilakukan seperti biasa, juga tidak ada shalat Ied. Kali ini saya sudah dibekali kembali lunch box untuk makan siang. Teman-teman di kelas semula tidak tahu hari ini hari lebaran, hari raya istimewa di Indonesia. Tapi kemudian ada yang tahu juga, tapi mereka bilangnya selamat sudah selesai berpuasa. Di rumah, Mum mengatakannya end of fasting, Iedul Fitri, harus dirayakan. Mereka membawakan acara khusus dengan menu makan malam yang spesial. Mum menanyakan makanan khas kalau lebaran. Saya bilang pokoknya makanan yang enak-enak, ada juga yang khasnya, seperti ketupat sayur… Tapi sayapun sulit membuatnya, untuk ketupat tidak ada daun kelapanya. Tapi saat lebaran itu Mum masak daging domba (lamb) yang lezat, tidak ada ketupat sayur tapi ada kentang. Tidak ada sambal, tapi ada merica dan garam, tinggal ditabur, jarang ada bumbu lain seperti yang melimpah di Tanah Air, untung daging dombanya sudah gurih alami.
Lebaran di sini memang beda. Banyak orang tidak tahu ini hari spesial buat Muslim. Ibu angkat saya sekali-kali menyampaikan atau menyelipkan informasi saat bicara telpon dengan teman-temannya, hari ini akhir ramadhan, iedul fitri, diinfokan saya sudah selesai puasanya. Hal lain yang membedakan tentu saja tidak ada shalat ied. Selama sebulanpun tidak ada shalat tarawih berjamaah (maklum tidak ada mesjid dan tidak ada Muslim lain), kecuali sesekali shalat sunnah sendirian. Untuk urusan shalat, ibu angkat saya kadang-kadang megingatkan, kalau sudah waktunya shalat.
(Aam Bastaman).
Foto-foto: Itimewa (dari berbagai sumber open access).