Tranformasi yang Dipercepat bagi Petani dan Nelayan

petani1.jpg

Secara kebetulan menjelang hari Kartini tanggal 21 April 2020 tiga tokoh yang sangat menaruh perhatian pada bidang pertanian dan nelayan di desa, yang umumnya memiliki sumber daya manusia yang masih terbelakang, utamanya kaum ibunya, mengutarakan pikiran yang memihak kaum petani dan nelayan pedesaan berhubung Serangan Virus Corona atau Covid-19 dewasa ini.  Terdapat konsensus global untuk mengurangi mobilitas keluarga dengan anggotanya guna mencegah penularan Virus ini makin meluas karena dibawa oleh penduduk dengan segala kegiatan yang menyebar ke mana-mana. Pengurangan mobilitas itu berarti bahwa setiap orang harus tinggal di rumah, work from home atau work at home, study from home atau at home, atau semua kegiatan dilakukan dari atau di rumah. Lebih dari itu setiap orang harus menjaga jarak, menutup hidung dan mulut, serta berita terakhir, keluarga yang merantau di larang pulang kampung menjelang dan selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri agar penyebaran Virus yang berbahaya itu bisa di stop atau sangat dikurangi.

nelayan.jpg

Menjelang hari Kartini, Prof. Dr. Arief Satrio PhD, Rektor Uiversitas IPB di Bogor mengatakan, sebagai mana di kutip Antara, bahwa pentingnya melindungi petani dengan membuat jaring pengaman sosial bagi petani dan nelayan di masa pandemi ini. Menurut beliau, setelah masa pemulihan Corona, petani butuh modal untuk menanam kembali, pembudi daya ikan juga perlu produksi lagi. Perlu langkah efektif untuk membantu mereka, ia mengatakan bahwa saat ini Kementerian Pertanian telah menyediakan KUR dan keringanannya pada masa pandemi ini. Namun demikian, sejumlah harga komoditas yang jatuh, seperti gabah dan ayam hidup (livebirth) membuat petani kesulitan mendapat keuntungan.

Sementara itu, Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Tim Pakar Mentri Desa PDTT, dalam serie tulisannya tentang Strategi guna mengatasi Serangan Virus Corona, khususnya Strategi keenam menyatakan bahwa Work at Home, atau Work from Home adalah cocok dan bisa diterapkan untuk pegawai pada era 4.0 dewasa ini. Tetapi bagi petani dan nelayan hal ini tidak mungkin dikerjakan karena sawah dan ikan di laut tidak bisa di garap dari rumah. Diusulkan adanya Work from home dikembangkan menjadi “bekerja di sekitar rumah” yang bagi banyak keluarga di Indonesia bisa diartikan bahwa keluarga petani, seperti dilakukan oleh dr. Purwanto dari Banyuwangi, yang dalam ikut mengatasi serangan Virus ini mendirikan Rumah Transit di suatu desa terpencil, di mana penghuninya diajak bertani dan tetap produktif, dan tetap bekerja keras seperti penduduk dalam kondisi normal.

Penduduk yang diisolasi tetap bekerja di sawah tidak jauh dari rumah isolasi, juga berati bekerja di sawah yang ada di sekitar rumah isolasi, kalau keluarga biasa bisa bekerja di sawah dengan pengertian bahwa yang bekerja di sawah tidak mendatangkan jumlah pekerja banyak yang berasal dari berbagai desa dan kedatangannya  menempuh jarak jauh atau harus menggunakan media transportasi umum sehingga bisa membahayakan penumpang lainnya.

Sesuai usulan Prof. Dr. Arief Satria, usaha seperti ini bisa mendapatkan modal dari Bank dengan sistem bunga bersubsidi, dana tidak dibagikan secara mudah sebagai sumbangan charity bagi penerimanya yang non aktif seakan sedang liburan. Suatu proses transformasi yang dipercepat sehingga alasan Serangan Corona bisa menjadi jalur cepat tersebut. Para petani mendapat modal untuk modernisasi pertanian dengan menggabungkan tanah sempit yang biasanya dimiliki petani bisa digabung menjadi tanah garapan yang lebih luas karena milik dua atau tiga keluarga digabung menjadi satu dan diberikan kredit dari Bank, sebagai suatu proses transformasi yang dipercepat.

Karena para petani telah memiliki pengalaman ransformasi sebelumnya yaitu mengubah jumlah keluarga besar menjadi keluarga kecil, maka keluarganya, istri dan anaknya, bisa di atur untuk bekerja dalam bidang industri kecil di pedesaan, misalnya di latih menjadi pengolah produksi pertanian agar nilai produknya  naik karena diolah lebih dulu oleh rakyat. Atau suatu kegiatan sebagai penjahit untuk kebutuhan rakyat yang bertambah maju karena anak-anak sekolah. Kalau usahanya industri kecil seperti dilaksanakan oleh Ibu Yuly di Bekasi, transformasi bisa di mulai sekarang, produksinya membuat Masker tutup hidung dan mulut.

petani2.jpg

Pelanggannya tidak datang ke pabriknya di satu rumah atau di rumah-rumah yang terpisah, tetapi setiap pemesan mengirim pesanannya. Pesanan melalui media sosial atau medsos kemudian diproduksi, dan hasil produksi dikirim, tidak diambil oleh pemesannya, sehingga tidak ada orang banyak yang datang ke suatu tempat, karena semuanya di lakukan dengan sistem digital modern yang satu dengan lainnya tidak perlu berhubungan. Suatu sistem industri, biarpun kecil, tetapi modern sehingga setiap pelaku bisa tetap tinggal di rumah.

Dalam diskusi melalui jalur Media Sosial kemarin, Prof. Arief Satria menyadari bahwa di tingkat desa perlu adanya lembaga sosial masyarakat yang menampung proses transformasi tersebut. Dalam hal pertanian dan nelayan ini di masing-masing desa telah mulai dibentuk Bumdes, atau lembaga lama seperti Poktan dan Posdaya. Kalau usahanya industri kecil seperti dilaksanakan oleh Ibu Yuly di Bekasi yang memiliki binaan keluarga penyandang cacat dan mesin jahit otomatis lebih dari 70 buah, dewasa ini produksinya adalah Masker tutup hidung dan mulut. Sebelum jaman Virus Corona usahanya membuat sarung tangan dan jilbab, sekarang memproduksi puluhan ribu tutup hidung dan mulut. Pelanggannya tidak datang ke pabriknya di satu rumah atau di rumah-rumah yang terpisah, tetapi setiap pemesan mengirim pesanannya. Pesanan melalui media sosial atau medsos kemudian diproduksi, dan hasil produksi dikirim, tidak diambil oleh pemesannya, sehingga tidak ada orang banyak yang datang ke suatu tempat, karena semuanya di lakukan dengan sistem digital modern yang satu dengan lainnya tidak perlu berhubungan. Suatu sistem industri, biarpun kecil, tetapi modern sehingga setiap pelaku bisa tetap tinggal di rumah.

Secara kebetulan menjelang hari Kartini tanggal 21 April 2020 tiga tokoh yang sangat menaruh perhatian pada bidang pertanian dan nelayan di desa, yang umumnya memiliki sumber daya manusia yang masih terbelakang, utamanya kaum ibunya, mengutarakan pikiran yang memihak kaum petani dan nelayan pedesaan berhubung Serangan Virus Corona atau Covid-19 dewasa ini.  Terdapat konsensus global untuk mengurangi mobilitas keluarga dengan anggotanya guna mencegah penularan Virus ini makin meluas karena dibawa oleh penduduk dengan segala kegiatan yang menyebar ke mana-mana. Pengurangan mobilitas itu berarti bahwa setiap orang harus tinggal di rumah, work from home atau work at home, study from home atau at home, atau semua kegiatan dilakukan dari atau di rumah. Lebih dari itu setiap orang harus menjaga jarak, menutup hidung dan mulut, serta berita terakhir, keluarga yang merantau di larang pulang kampung menjelang dan selama bulan Ramadhan dan Idul Fitri agar penyebaran Virus yang berbahaya itu bisa di stop atau sangat dikurangi.

Menjelang hari Kartini, Prof. Dr. Arief Satrio PhD, Rektor Uiversitas IPB di Bogor mengatakan, sebagai mana di kutip Antara, bahwa pentingnya melindungi petani dengan membuat jaring pengaman sosial bagi petani dan nelayan di masa pandemi ini. Menurut beliau, setelah masa pemulihan Corona, petani butuh modal untuk menanam kembali, pembudi daya ikan juga perlu produksi lagi. Perlu langkah efektif untuk membantu mereka, ia mengatakan bahwa saat ini Kementerian Pertanian telah menyediakan KUR dan keringanannya pada masa pandemi ini. Namun demikian, sejumlah harga komoditas yang jatuh, seperti gabah dan ayam hidup (livebirth) membuat petani kesulitan mendapat keuntungan.

Sementara itu, Prof. Dr. Haryono Suyono, Ketua Tim Pakar Mentri Desa PDTT, dalam serie tulisannya tentang Strategi guna mengatasi Serangan Virus Corona, khususnya Strategi keenam menyatakan bahwa Work at Home, atau Work from Home adalah cocok dan bisa diterapkan untuk pegawai pada era 4.0 dewasa ini. Tetapi bagi petani dan nelayan hal ini tidak mungkin dikerjakan karena sawah dan ikan di laut tidak bisa di garap dari rumah. Diusulkan adanya Work from home dikembangkan menjadi “bekerja di sekitar rumah” yang bagi banyak keluarga di Indonesia bisa diartikan bahwa keluarga petani, seperti dilakukan oleh dr. Purwanto dari Banyuwangi, yang dalam ikut mengatasi serangan Virus ini mendirikan Rumah Transit di suatu desa terpencil, di mana penghuninya diajak bertani dan tetap produktif, dan tetap bekerja keras seperti penduduk dalam kondisi normal.

Penduduk yang diisolasi tetap bekerja di sawah tidak jauh dari rumah isolasi, juga berati bekerja di sawah yang ada di sekitar rumah isolasi, kalau keluarga biasa bisa bekerja di sawah dengan pengertian bahwa yang bekerja di sawah tidak mendatangkan jumlah pekerja banyak yang berasal dari berbagai desa dan kedatangannya  menempuh jarak jauh atau harus menggunakan media transportasi umum sehingga bisa membahayakan penumpang lainnya.

Sesuai usulan Prof. Dr. Arief Satria, usaha seperti ini bisa mendapatkan modal dari Bank dengan sistem bunga bersubsidi, dana tidak dibagikan secara mudah sebagai sumbangan charity bagi penerimanya yang non aktif seakan sedang liburan. Suatu proses transformasi yang dipercepat sehingga alasan Serangan Corona bisa menjadi jalur cepat tersebut. Para petani mendapat modal untuk modernisasi pertanian dengan menggabungkan tanah sempit yang biasanya dimiliki petani bisa digabung menjadi tanah garapan yang lebih luas karena milik dua atau tiga keluarga digabung menjadi satu dan diberikan kredit dari Bank, sebagai suatu proses transformasi yang dipercepat.

Karena para petani telah memiliki pengalaman ransformasi sebelumnya yaitu mengubah jumlah keluarga besar menjadi keluarga kecil, maka keluarganya, istri dan anaknya, bisa di atur untuk bekerja dalam bidang industri kecil di pedesaan, misalnya di latih menjadi pengolah produksi pertanian agar nilai produknya  naik karena diolah lebih dulu oleh rakyat. Atau suatu kegiatan sebagai penjahit untuk kebutuhan rakyat yang bertambah maju karena anak-anak sekolah. Kalau usahanya industri kecil seperti dilaksanakan oleh Ibu Yuly di Bekasi, transformasi bisa di mulai sekarang, produksinya membuat Masker tutup hidung dan mulut.

Pelanggannya tidak datang ke pabriknya di satu rumah atau di rumah-rumah yang terpisah, tetapi setiap pemesan mengirim pesanannya. Pesanan melalui media sosial atau medsos kemudian diproduksi, dan hasil produksi dikirim, tidak diambil oleh pemesannya, sehingga tidak ada orang banyak yang datang ke suatu tempat, karena semuanya di lakukan dengan sistem digital modern yang satu dengan lainnya tidak perlu berhubungan. Suatu sistem industri, biarpun kecil, tetapi modern sehingga setiap pelaku bisa tetap tinggal di rumah.

Dalam diskusi melalui jalur Media Sosial kemarin, Prof. Arief Satria menyadari bahwa di tingkat desa perlu adanya lembaga sosial masyarakat yang menampung proses transformasi tersebut. Dalam hal pertanian dan nelayan ini di masing-masing desa telah mulai dibentuk Bumdes, atau lembaga lama seperti Poktan dan Posdaya. Kalau usahanya industri kecil seperti dilaksanakan oleh Ibu Yuly di Bekasi yang memiliki binaan keluarga penyandang cacat dan mesin jahit otomatis lebih dari 70 buah, dewasa ini produksinya adalah Masker tutup hidung dan mulut. Sebelum jaman Virus Corona usahanya membuat sarung tangan dan jilbab, sekarang memproduksi puluhan ribu tutup hidung dan mulut. Pelanggannya tidak datang ke pabriknya di satu rumah atau di rumah-rumah yang terpisah, tetapi setiap pemesan mengirim pesanannya. Pesanan melalui media sosial atau medsos kemudian diproduksi, dan hasil produksi dikirim, tidak diambil oleh pemesannya, sehingga tidak ada orang banyak yang datang ke suatu tempat, karena semuanya di lakukan dengan sistem digital modern yang satu dengan lainnya tidak perlu berhubungan. Suatu sistem industri, biarpun kecil, tetapi modern sehingga setiap pelaku bisa tetap tinggal di rumah.

kesawah1.jpg

Prof. Dr Arief Satria menyebutkan bahwa kuncinya adalah komitmen yang tinggi dan di setiap desa perlu adanya lembaga yang kuat dan mampu. Pengalaman telah membuktikan bahwa di tiap desa ada Poktan atau Kelompok Tani dan Nelayan, atau Posdaya, atau bahkan mulai dibentuk suatu Bumdes yang bisa menampung transformasi ekonomi pertanian di desa berkembang menjadi insdutri dengan skala makin membesar dengan modal awal dari pemerintah. Kalau komitmennya tinggi, lebih-lebih karena dirangsang Serangan Virus Corona yang tidak saja harus disikapi dengan disiplin tinggi tetapi juga dengan strategi transformasi yang dipercepat melalui modernisasi pertanian dan nelayan yang tetap bekerja secara sehat dan produktif. Semoga membawa manfaat, Aamiin YRA.

Prof. Dr Arief Satria menyebutkan bahwa kuncinya adalah komitmen yang tinggi dan di setiap desa perlu adanya lembaga yang kuat dan mampu. Pengalaman telah membuktikan bahwa di tiap desa ada Poktan atau Kelompok Tani dan Nelayan, atau Posdaya, atau bahkan mulai dibentuk suatu Bumdes yang bisa menampung transformasi ekonomi pertanian di desa berkembang menjadi insdutri dengan skala makin membesar dengan modal awal dari pemerintah. Kalau komitmennya tinggi, lebih-lebih karena dirangsang Serangan Virus Corona yang tidak saja harus disikapi dengan disiplin tinggi tetapi juga dengan strategi transformasi yang dipercepat melalui modernisasi pertanian dan nelayan yang tetap bekerja secara sehat dan produktif. Semoga membawa manfaat, Aamiin YRA.

Haryono SuyonoComment