Revolusi Kereta Api

Catatan: Aam Bastaman

Kereta Api (KA) memiliki sejarah yang sangat panjang di Indonesia. Jenis alat transportasi publik ini sudah berdiri saat Belanda menguasai Nusantara, pada tahun 1864 dengan jalur pertama kereta api Semarang-Vorstenlanden (Solo-Yogyakarta) pada masa Gubernur Jendral Hindia Belanda Baron Sloet van de Beele, tepatnya tanggal 17 Juni 1864.

Nama perusahaan pengelola KA pun berubah-ubah. Di era kemerdekaan mulai dari Djawatan Kereta Api Republik Indonesia (DKARI) tahun 1945, kemudian Djawatan Kereta Api (DKA) tahun 1950, Perusahaan Nasional Kereta Api (PNKA) tahun 1963 dan Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) tahun 1971, kemudian menjadi Perumka/PT KA tahun 1991, dan terakhir PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) 1998.

Sebagai alat transportasi publik, sebelumnya Kereta Api bukanlah alat transportasi yang menjadi pilihan utama bagi kelas menengah, apalagi kaum berduit. Fasilitas transportasi KA, termasuk Kereta Api lokal, seperti Kereta Rel Listrik Jabodetabek (KRL), yang kemudian menjadi Commuter Line Jabodetabek sangat jauh dari memadai. Kesan stasiun kumuh, kereta api kotor, bau, jorok, tidak bisa dihindarkan (kecuali kereta api eksekutif yang jumlahnya masih terbatas). Apalagi bayang-bayang kriminalitas: copet, pelecehan seksual. ataupun kesan kumuh karena kehadiran pengemis dan gelandangan, juga pedagang asongan yang kadang memaksa penumpang untuk membeli. Siapa yang tertarik naik kereta api?

Pemandangan Kereta Api penuh sesak, sumpek, ataupun bergelantungan di atap, masih bisa kita lihat sebelum tahun 2007. Mirip seperti Kereta Api di negara berkembang lain seperti India dan Bangladesh (meski mungkin Bangladesh lebih parah). Yang jelas kesan jorok dengan stasiun yang kotor, dan bercampur dengan para pedagang asongan dan pengemis sangat terasa. Plus perilaku merokok yang masih terjadi di stasiun atupun di dalam Kereta Api sendiri, menambah parah kesan jorok yang ditimbulkannya.

Kini semuanya sudah berubah. Terimakasih pak Jonan, yang memiliki keberanian untuk membersihkan dan menata perkerataapian nasional menjadi lebih manusiawi, bersih, teratur, nyaman dan profesional. Tidak mudah membersihkan suatu perusahaan dengan lingkungan yang memiliki aneka kepentingan, kecuali dilakukan oleh seorang pimpinan yang berani.

Ternyata kita bisa. Kereta Api sekarang sangat beda dengan dulu. Tidak ada lagi asap rokok di stasiun. Tidak ada lagi pengemis dan pedagang asongan, stasiun menjadi tempat yang bersih dan bermartabat, meski copet barangkali belum bisa hilang. Tapi menggunakan kereta api sekarang sungguh manusiawi, meskipun ada jalur tertentu yang sangat padat, seperti Bogor-Jakarta di pagi hari, atau Jakarta- Bogor di sore hari. Tapi Kereta Api kita bukan lagi alat transportasi yang kumuh, semuanya telah memiliki pendingin (AC), meski di kelas ekonomi sekalipun, atau juga di KRL Stasiun KA (termasuk stasiun KA di luar kota) sekarang menjadi tempat yang bersih dan membanggakan.

Kita bisa berubah, kita bisa menjadi lebih baik, itulah kesan yang didapat dari pembenahan Kereta Api ini. Selamat pak Jonan, semoga para penerusnya juga memiliki semangat yang sama, untuk melayani masyarakat dan menjadikan Kereta Api sebagai alat tranportasi utama di Indonesia. Mengingat jalan raya sudah sangat parah, kemacetan di mana-mana, menguras energi baik tenaga maupun biaya, jangan dibilang lagi terbuangnya waktu.

Khusus untuk Jabodeabek yang memiliki jaringan Communter Line, dan DKI Jakarta dengan MRT nya semoga menjadi pilihan semua kalangan, bukan hanya warga biasa, namun juga para eksekutif, terutama pejabat dan anggota DPR/D perlu memberi contoh. Kita menantikan keteladanan, untuk merubah perilaku membawa mobil sendiri yang memacetkan. Perlu budaya baru, dengan memprioritaskan angkutan publik terutama KA sebagai alat transportasi utama.

(Aam Bastaman)

Foto: Istimewa

kereta api indonesia 4.jpg
Aam BastamanComment