Desa Ngantru Manfaatkan Dana Desa untuk Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

khusus.jpg

Rupa-rupanya anak kebutuhan khusus tidak saja ada di kota besar, tetapi juga ada di kota kecil, bahkan ada di k desa-desa. Salah satu contoh adalah anak-anak yang ada di Desa Ngantru di Kabupaten Malang. Desa ini terletak di Kecamatan Ngantang, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Anak-anak itu semula di tempatkan di SLB rintisan Ngantru,  pertama kali sebagai inisiasi mahasiswa KKN Universitas Negeri Malang (UM) pada tahun 2013.

Sekolah rintisan itu adalah upaya untuk membangun Generasi Sehat Cerdas Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (GSC-PNPM). Pendanaan untuk upaya itu diperoleh dari dana PNPM yang meliputi pembiayaan ABK yang mau sekolah dan ongkos transportasi untuk empat guru saat itu. Dana bantuan PNPM sebesar Rp 800.000 untuk satu tahun disediakan bagi empat orang guru. Pendanaan berakhir seiring berakhirnya program PNPM pada tahun 2016. Pada tahun 2017, pengelola SLB mulai kerepotan karena sama sekali tidak ada sokongan dana, karena sekolah itu hanya SLB rintisan, secara formal belum memiliki izin. SLB rintisan juga belum memiliki gedung sendiri, kegiatan belajar-mengajar dilaksanakan di ruangan aula PKK, sehingga kalau ada  acara PKK atau acara desa lainnya di ruangan itu, sekolah diliburkan.

Selanjutnya di laporkan oleh Tim Desa bahwa Dana Desa bahwa kemudian diputuskan sekolah itu dibantu dengan Dana Desa dengan menggunakan Dana Desa untuk memberikan ongkos transpor dan seragam bagi guru agar bisa membina anak sekolah, membelikan mereka alat perlengkapan sekolah. Kebutuhan sekolah juga disokong oleh iuran dari orangtua siswa, mereka membayar Rp 2.000 per anak masuk sekolah. Awal dirintis, siswa ABK yang bersekolah di sana 25 orang.

Guru SLB rintisan itu ada tiga orang. Sekolah bagi anak berkebutuhan khusus (ABK) tersebut hanya beroperasi setiap Jumat dan Sabtu karena sifatnya masih rintisan. Jam belajar mengajar dimulai pukul 08.00 hingga pukul 10.00. Anak-anak luar biasa itu ada yang tunawicara, tunagrahita, hiperaktif, dan autis. Siswa yang belajar di sana bukan hanya dari Desa Ngantru, melainkan juga dari desa-desa di sekitarnya. Bahkan, ada juga yang berasal dari desa-desa perbatasan dengan Kabupaten Kediri dan Blitar, yang berjarak 18 kilometer dari Ngantru.

Di ruang belajar, sebagian anak-anak tampak diam dan menyilangkan tangan di atas meja. Ada yang heboh memeluk siapa saja yang masuk ke dalam kelas. Selebihnya ada yang mondar-mandir, tiduran, dan heboh sendiri. Dengan bantuan Dana Desa diharapkan Sekolah yang mulai sebagai tempat pendidikan rintisan itu bisa dikembangkan menjadi sekolah untuk anak-anak penyandang disabilitas yang lebih mapan dan berlanjut. Semoga.

Haryono SuyonoComment