Belajar Merdeka dari Rumah di Desa
Pagi-pagi menjelang subuh hp saya berdering tiada henti. Setelah saya lihat ternyata ada kiriman WA dari sahabat saya di masa SD Suratno yang pensiunan Kepala SD di Kediri. Beliau bercerita bahwa oleh rekan-rekannya, selalu menjadi sumber konsultasi karena dianggap memiliki jalur ke informasi dari banyak pejabat teman-temannya semasa SD di Pacitan, yang memegang jabatan di pemerintahan. Beliau merasa bersyukur bahwa Menteri DikBud Nadien Makarim jauh sebelum serangan Virus Corona telah memberi kesempatan kepada para Dosen dan Guru bersiap memberi kesempatan kepada mahasiswa dan pelajar untuk Kuliah Merdeka, yang bisa berarti Belajar Merdeka. Setelah ada serangan Virus Corona, Kuliah Merdeka itu bisa diartikan sebagai Belajar di Rumah, suatu keputusan yang sangat membesarkan hati.
Sahabat saya Suratno mendapat pertanyaan melalui hp dari kawan-kawan yang masih Kepala Sekolah di berbagai Desa tentang cara belajar di rumah. Suratno beranggapan anak-anak di kota pasti memiliki hp atau setidaknya orang tuanya memiliki hp. Di Kabupaten Kediri yang sebagian desanya masih bersifat rural, pemilikan hp masih terbatas, baik milik orang tua atau milik pribadi. Karena itu perintah belajar di rumah kepada para murid akan punya cakupan terbatas. Keterbatasan itu pasti merugikan siswa yang tidak punya hp atau orang tua prasejahtera sehingga tidak memiliki hp.
Sahabat saya Suratno yang di masa muda sebagai siswa di kelas VI SD sempat bersama saya membantu Guru Sekolah menulis dengan tangan Buku Rapot untuk kawan-kawan karena dianggap pandai dan memiliki tulisan tangan bagus. Saya ingatkan sahabat saya Suratno untuk mengundang guru-guru dengan tulisan bagus menulis dalam satu lembar kertas tugas untuk setiap murid mulai dari menuliskan pengalaman belajar di rumah, soal-soal berhitung, pertanyaan tentang sejarah, ilmu bumi dan lainnya.
Apabila beruntung ada mesin tulis di Sekolah, tidak perlu menulis tangan, bisa di ketik. Kalau beruntung bisa di copy diperbanyak di Toko Photo Copy di kampung, atau dititipkan pada salah satu kantor yang ada di desa yang memiliki mesin Photo Copy. Kalau perlu dihubungi Petugas Lapangan KB (PLKB) karena mereka memiliki petugas lapangan yang bisa membantu mengantar petunjuk untuk siswa itu kepada orang tuanya yang kemungkinan besar adalah peserta KB, suatu kerja sama yang saling menguntungkan. Intinya setiap Kepala Sekolah atau guru sekolah perlu memiliki kreativitas tinggi dan tidak malu-malu meminta kerja sama dengan jajaran pemerintah desa, pemerintah kecamatan atau siapa saja yang sayang pada pendidikan anak bangsa. Saya tegaskan pada sahabat saya Suratno, seorang pensiunan Kepala Sekolah itu agar tidak putus asa karena sesuatu yang tidak menjadi masalah di kota, atau untuk keluarga kaya di kota, bisa menjadi masalah untuk keluarga miskin di desa. Tetapi, karena setiap keluarga harus dibantu mendapat akses pendidikan yang baik, lebih-lebih dalam situasi yang gawat dewasa ini, maka langkah yang baik dari para guru akan sangat dihargai. Kita tidak perlu malu karena kita membela anak bangsa, yang siapa tahu, biarpun berasal dari desa, pada waktunya nanti bisa menjadi pemimpin bangsa. Selamat berjuang mas Suratno, biarpun sudah pensiun tetap berjuang untuk anak desa harapan bangsa yang maju dan mandiri di masa depan. Semoga.