Kreatifitas Kota dan Kearifan Lokal

Oleh: Aam Bastaman

Kota-kota di Indonesia terus meningkatkaan “citra mereknya”, dengan berbagai upaya kreatif. Salah satunya adalah dengan menggali kearifan lokal yang menjadi ciri khas atau jati diri kota, sehingga citra mereknya semakin kuat, dan menjadi daya tarik bagi pelancong untuk datang ataupun para investor untuk berinvestasi.

Kota-kota yang berbasis sungai banyak memiliki kekhasan lokal yang menarik, antara lain pasar terapung di atas sungai, seperti diperlihatkan di kota Palembang, kota Banjarmasin, dan kota-kota lainnya yang memiliki sungai besar. Sebagian kota lagi menggali pesona alamnya yang indah, seperti pantai untuk pembukaan pariwisata baru, seperti dilakukan di kota Mataram di Lombok, NTB, Kota Manado di Sulawesi Utara, Sabang di Aceh, Makassar Sulawesi Selatan. Denpasar di Bali bahkan mengembangkan wisata pantai sudah jauh hari. Disamping itu ada beberapa kota yang mengembangkan kekhasan budaya, seperti Yogyakarta ataupun Solo. Selanjutnya kota kreatif, yang berkaitan dengan fesyen, seni dan pertunjukan, seperti Bandung, ataupun penggalian jati diri kota yang inovatif, seperti Surabaya, yang muncul dengan konsep kota cerdas dan kebersihannya.

Kota-kota di Indonesia yang tumbuh seiring dengan keenderungan menguatnya budaya urban, selintas tidak berbeda dengan kota-kota di dunia, yaitu dicirikan dengan gedung-gedung menjulang tinggi, kepadatan lalu lintas, perumahan yang terfokus di beberapa bagian kota, apartemen, mal, perkantoran, pusat bisnis dan fasilitas kota lainnya. Sehingga kota-kota di Indonesia harus mampu menunjukkan jati dirinya yang kuat melalui berbagai upaya branding (peningkatan citra kota yang positif, dan sesuai dengan karakter kota). Sehingga tidak menjadi kota yang sama saja (me too), tanpa keunggulan dan kekhasan yang mencolok dan menarik.

Tidak ada pilihan lain, kota-kota harus menampilkan kreatifitasnya, untuk bisa tampil dan bisa memikat para pelancong, baik dari dalam maupun luar negeri, disampaing bisa meningkatkan reputasi kota itu sendiri. Penggalian kekhasan kota yang berbasis kearifan lokal kota menjadi pilihan yang tepat. Mengingat masing-masing kota memiliki kekhasannya sendiri-sendiri, baik dari sisi sejarah, perkembangan penduduk, seni dan budaya, ekonomi, juga kuliner serta gaya hidup masyarakatnya.

Ada contoh bagus, Semarang baru-baru ini berbenah dan melakukan ekplorasi dengan apa yang dimilikinya yang berharga untuk ditampilkan, hasilnya cukup luar biaa, kota tua dengan gedung-gedung tua peninggalan Belanda direnovasi, dengan lingkungannya ditata ulang. Sekarang wajah kota menjadi lebih menarik, bisa menampilkan sesuatu yang khas Semarang.

Kota Padang barangkali bisa memperkuat mereknya sebagai kota kuliner, dengan makanan khas Padang yang diterima oleh hampir seluruh penjuru masyarakat. Selain itu kota Tangerang, yang memiliki Bandara Soekarno Hatta mulai memperlihatkan keseriusannya untuk memiliki ikon sebagai kota Aerotropolis, kota yang memiliki pusaran Bandara Internasional, dengan aneka layanan jasa dan daya dukung infrastrukturnya.

Kota yang nampaknya paling banyak menerima sambutan hangat dan buah bibir karena kreatifitasnya diantaranya Banyuwangi, yang bisa muncul sebagai kota pariwisata berbasis kearifan lokal, dengan festival Banyuwangi-nya, disamping “jualan” pesona alamnya. Sehingga kepopulerannya sebagai kota wisata dengan kekhasan lokal belakangan ini patut diacungi jempol

Citra dan reputasi sebuah kota nampaknya sangat dipengaruhi kepemimpinan kotanya, plus kreatifitas masyarakatnya. Penggalian kearifan lokal masing-masing kota patut didukung semua pihak, karena bisa menciptakan pembeda (diferensiasi), yang khas yang tidak dimiliki daerah lain.

Kota-kota saat ini berkompetisi, demi reputasi dan kesejahteraan warganya. Banyak warga kota yang begitu mencintai kotanya, sehingga sering dikatakan saat meninggal pun ingin dikuburkan di kotanya. Ada pula warga yang dengan totalitas berkerja untuk memberikan kontribusi kepada kotanya. Persaingan antar kota terjadi dimana-mana, bahkan dalam satu negara. Seperti bagaimana Sydney dan Melbourne di Australia bersaingan dengan ketat, dan masing-masing warganya selalu berpendapat bahwa kotanya lebih baik. Alasan kompetisi yang ketat (juga sensitif) itulah yang antara lain pemerintah Ausralia dulu memutuskan untuk membangun kota baru, Canberra, sebagai ibukota Australia, bukan Sydney ataupun Melbourne.

Di Indonesia persaingan positif terjadi, dan wajar-wajar saja kota-kota beserta warga kotanya berkompetisi untuk nama baik dan kebanggaan, serta kesejahteraan penduduknya, tentu saja.

Aam Bastaman. Penulis.

Aam Bastaman1.png
Aam BastamanComment