Kelola Sampah Jadi Pundi-pundi Rupiah

Sanpah.png

Provinsi DI Yogykarta, biarpun kecil ternyata punya inovasi yang bermacam ragam. Baru saja kita mengembangkan sampah sebagai bahan bakar terbarukan untuk dibuat menjadi pelet arang untuk Kompor Rakyat yang sangat efektif. Menurut pelaporan Gedhe Nusantara awal bulan ini yang terbaca oleh Ketua Tim Pakar Menteri Desa PDTT Prof. Haryono Suyono, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Amarta Desa Pendowoharjo mampu mengubah semua pandangan negatif tentang Tempat Pembuangan Sementara (TPS) yang terkesan kotor dan bau. Meski berada di lingkungan TPS, kantor Bumdes Amarta terlihat asri, bersih, rapi, dan tidak bau. BUMDes Amarta mampu mengubah sampah menjadi pundi-pundi rupiah.

Desa Pendowoharjo terletak di Kecamatan Sleman, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Keputusan BUMDes Amarta untuk mengelola sampah bukanlah tanpa alasan, bukan pula karena tidak ada potensi lain. Keinginan untuk mewujudkan lingkungan yang sehat dan bersih mendorong BUMDes untuk mengelola TPS yang sebelumnya tidak dikelola dengan baik.

Bumdes Amarta melihat permasalahan sampah sebagai peluang untuk menunjukkan eksistensinya dalam memberikan keuntungan kepada masyarakat desa. Bermodal awal Rp 50 juta, Bumdes Amarta memulai usahanya dengan memilah sampah organik dan anorganik yang dikumpulkan oleh tukang sampah dari rumah maupun warung yang ada di sekitaran Desa Pandowoharjo.

Sistem pengumpulan sampah mengandalkan tukang sampah desa bukan pegawai Bumdes. Bumdes memperlakukan mereka sebagai mitra kerja, di mana para petugas cukup membayar retribusi rutin kepada Bumdes. Pegawai Bumdes Amarta menangani pemilihan sampah sesuai dengan kategorinya, seperti sampah organik, sampah anorganik, dan residu. Proses pemilahan ini dilakukan dengan segera dimana sampah tidak dibiarkan menumpuk terlalu lama. Inilah kunci yang dilakukan oleh TPS Bumdes Amarta agar TPS tidak berbau. Dari hasil pilahan tersebut, sampah anorganik dikelompokkan lagi seperti botol, kardus, dan plastik untuk dijual. Sampah organik difermentasi menjadi pupuk kompos. Proses fermentasi ini sendiri biasanya memakan waktu kurang lebih 3-4 minggu. Sisanya, yaitu sampah residu, dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang dikelola oleh Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sleman.

Selain mengelola sampah, Bumdes Amarta juga memiliki unit usaha lainnya yang juga menjadi sumber pendapatan. Bekerjasama dengan Resto Jejamuran yang terkenal dengan kuliner serba jamur, Bumdes Amarta membuka Toko Desa sebagai wadah penjualan produk-produk desa di lapangan parkir resto. Pihak resto juga membantu menyediakan bahan baku pupuk dari bekas media tanam jamur dan menyerahkan pengelolaan sampah kepada Bumdes Amarta.

Bumdes Amarta juga mengembangkan perkebunan sayuran bekerjasama dengan Kader Sarasvati Desa Pandowoharjo. Hasil kebun menjadi bahan baku untuk dimasak di Taman Kuliner Pandowo maupun di rumah tangga dan warung di sekitar desa.

Tidak berhenti di situ saja sisa limbah organik yang dihasilkan di Taman Kuliner, rumah tangga, dan warung makan di sekitar desa ini nantinya akan kembali lagi ke TPS Bumdes Amarta untuk diolah menjadi kompos.

Siklus ini akan terus berputar sehingga rantai produksi akan terus berjalan. Bumdes Amarta telah memperhitungkan siklus hidup dari produk yang mereka olah sebaik mungkin. Bumdes Amarta berdiri pada Juni 2016. Pada laporan keuangan 2017, omset BUMDes mencapai Rp 200 juta dengan keuntungan sebesar Rp 37 juta. Dari usaha itu, Bumdes Amarta mampu menyumbangkan PADes sebesar Rp 15 juta.

Haryono SuyonoComment