Korea Selatan: Keberhasilan Pemasaran Negara

Oleh: Aam Bastaman

Di kalangan milenial kita, siapa sekarang yang tidak mengenal Korea Selatan? Nama Korea Selatan memiliki “brand Image” yang kuat, berkat kerja keras rakyat Korea Selatan sendiri dan para pemimpinnya. Istri saya, seperti banyak wanita lain di Tanah Air sangat menggemari drama Korea. Sering, kalau tidak bisa dikatakan hampir setiap hari menontonnya, umumnya di televisi. Tapi saya juga menyaksikan banyak kaum wanita di Jabodetabek menonton drama Korea di hand phone-nya saat menumpang KRL atau saat menunggu di stasiun. Luar biasa.

Begitu pula anak-anak remaja kita banyak yang menggandrungi para artis dan grup band Korea. Tidak jarang mereka rela menjemput ke Bandara saat bintang Korea manggung di Jakarta, sampai bisa teriak histeris saat berjumpa dengan artis pujaannya. Anak-anak remaja tidak lagi canggung melantunkan lagu-lagu Korea dengan gerakan tarian yang khas Korea.

Itu baru sebagian dari cerita kesuksesan K Pop yang mendunia. Korea Selatan mampu menghipnotis para penggemar K Pop dunia. Pemasaran mereka berhasil. K Pop mereka banyak dinikmati, dan umumnya para fans menjadi penggemar yang loyal, cenderung fanatik, sehingga kadang mereka bisa menjadi advocate (pembela) yang setia. Nama-nama artis Korea pun semakin dikenal, dan menjadi buah bibir. Nama-nama seperti Yeo Jin Goo, Ong Seon Wu, Lim Ji Yeon. Ji Sung, Jung Kyung Ho, Lee Ji Hoon, Lee Seol, Kang Han Na, atau nama-nama lama seperti Lee Min Ho, Bae Yong-Joon, ji Chang wook, Song Yoon-Ah, dan lain-lain menjadi sangat akrab di banyak penggemarnya di Indonesia.

Korea Selatan bisa merebut hati banyak warga internssional termasuk warga kita sendiri. Mereka mampu mengekspor budaya, dan diterima di banyak masyarakat di belahan dunia. K Pop sepertinya bukan milik Korea lagi, penggemarnya ada dimana-mana. Tapi Korea Selatan adalah penciptanya, dengan mengangkat kemampuan para artis dan tim manajemen-nya. Tidak heran kalau banyak kalangan di Tanah Air merasa khawatir dengan arus gelombang K Pop yang digemari masyarakat ini, karena bisa menggeser peran kesenian dan budaya lokal.

Merek-merek Korea yang dulu terpinggirkan sekarang menjadi merek unggulan. Lihatlah Samsung, LG, Lotte, KIA, Hanwha, Hyundai, bukan lagi menjadi merek-merek ecek-ecek, tapi sudah menjadi merek kelas dunia. Kepercayaan masyarakat konsumen Indonesia sangat tinggi terhadap merek-merek Korea, sehingga mereka mampu membangun reputasi yang dapat mereka banggakan. Dan ini bukan pekerjaan semalam! Mereka membangun dari dasar, dari bawah, dengan kerja keras, ketekunan dan kesetiaan.

Industri tumbuh berkembang, perekonomian tumbuh menjadi negara maju dengan pendapatan perkapita di atas 33 ribu Dolar Amerika per tahun. Hanya segelinting negara -negara di Asia yang sedang giat membangun terbebas dari jebakan negara berpendapatan menengah (middle incone trap), salah satunya Korea Selatan. Kini masyarakat Korea Selatan yang berjumlah sekitar 51 juta orang menikmati pendapatan perkapita salah satu yang tertinggi di dunia.

Kota-kotanya tumbuh menjadi kawasan urban modern dengan teknologi tinggi, ditunjang dengan budaya membangun bangsa Korea yang menakjubkan. Rasa cinta tanah air mereka sangat kuat. Penindasan Jepang atas Korea seringkali menjadi inspirasi mereka untuk bekerja keras mengejar ketinggalannya.

Hasilnya bisa kita lihat sekarang: menjadi negara maju (hanya sedikit negara-negara Asia yang mampu mencapai tahap ini), kemakmuran, pertumbuhan ekonomi, kemajuan di bidang pendidikan dan sumber daya manusia yang kompeten, trampil dan berpendidikan tinggi. Korea (Selatan) betul-betul serius dengan dunia pendidikannya, karena mereka sadar, untuk membangun bangsanya perlu meningkatkan kapasitas SDM-nya.

Sekarang Korea Selatan menjadi salah satu negara favorit kunjungan wisata dunia, inilah salah satu tolak ukur pemasaran negara, serta mampu menggaet investasi asing untuk menanamkan modalnya dalam perekonomia Korea Selatan. Citra negara yang kuatpun diperoleh.

Padahal baru tahun 1945 mereka merdeka dari Jepang, kemudian pada tahun 1948 Sekutu memecah Korea menjadi dua: Korea Utara, yang berhaluan komunis, didukung Uni Sovyet (waktu itu) serta Cina; dan Korea Selatan yang berhaluan kapitalis Barat dengan dukungan Amerika Serikat yang kuat. Pasca kemerdekaan negara Korea Selatan tidak memiliki sumber daya alam yang memadai, rakyat hidup dalam kemiskinan dan keterbelakangan. Namun mereka memiliki semangat membangun yang luar biasa. Pasca perang dengan Korea Utara yang dimulai Juni tahun 1950 - Juli 1950 (yang sebenarnya belum selesai), Korena Selatan fokus membangun ekonominya), bekerja keras, dan menumbuhkan budaya cepat-cepat, tergesa-gesa (Ppalli-ppalli). Mereka hidup dengan keras, dan disiplin yang digerakkan oleh kecintaan terhadap tanah air yang tinggi.

Hasilnya seperti yang kita lihat kini. Mereka tumbuh menjadi negara maju dengan ditopang industri yang kuat. Berhasil memasarkan negara melalui K Pop, dan merek-merek bermutu yang dapat dijumpai di berbagai penjuru dunia. Berhasil memasarkan pariwisata mereka, dan menggaet investasi asing, serta berhasil membangun reputasi merek Korea Selatan yang kuat. Dalam berbagai indeks pemeringkatan kemajuan negara, Korea Selatan selalu bertengger di jajaran paling atas - pendidikan, kualitas SDM, investasi dan kemajuan ekonomi, pariwisata, dan tentu saja dunia hiburan (entertainment). Sebagai bangsa tentunya mereka tidak sempurna, namun mereka telah mampu menorehkan prestasi, sehingga menjadi contoh pemasaran negara yang unggul.

Korea Selatan merupakan keajaiban, dan itu dimulai dari pendidikan dan pengembangan kapasitas SDM-nya.

(Aam Bastaman)

Foto: Istimewa

korea selatan1.jpg
Aam BastamanComment