Rahasia Keberhasilan KKB : Inovasi Tiada Henti

kua1.png

Mulai hari ini Jajaran BKKBN mengadakan Rapat Kerja guna menggalang kekompakan untuk mulai kerja keras memenuhi tugas kewajibannya. Seraya mengucapkan selamat Rapat Kerja diingatkan bahwa produk yang dijual dalam Program KB memiliki sifat yang menarik. Apabila yang dijual adalah alat kontrasepsi, maka sukar di putar-putar seperti berlian yang berkilau. Atau seperti sepeda motor yang bisa dibawa lari dengan kecepatan tinggi, atau dipamerkan pemakaian bahan bakarnya. Kontrasepsi digunakan di tempat rahasia yang tidak bisa dibuka di muka umum. Kalau manfaatnya yang akan diangkat maka terbatas dan tidak mudah karena penggunanya adalah pasangan usia subur sehat dan tidak kurang sesuatu apapun, bahkan begitu sehatnya sehingga kalau di tawari diajak ke klinik, untuk apa sehat-sehat kok harus ke klinik.

Oleh karena itu sejak KB diperkenalkan kepada khalayak di Indonesia, BKKBN selalu keluar dengan berbagai inovasi guna menarik minat khalayak mendengarkan pesan KB. Ada kalanya mengganti pemainnya biarpun “lakonnya” sama saja, sehingga orang mendengarkan pesannya karena ingin melihat siapa yang menjadi pemainnya. Ada kalanya alat kontrasepsi yang sama bungkusnya di ganti ganti seperti dalam lakon “Lingkaran Biru” dan “lingkaran Emas”, biarpun didalamnya berisi pil KB yang sama. Atau skenarionya diubah tempat dan namanya seperti “Safari KB”, “Safari Senyum” dan lainnya, yang intinya sama tetapi ada nuansa inovasi tiada henti.

Apabila inovasi itu berhenti, maka “penjualan” KB juga akan mengalami stagnasi alias berhenti, sekali lagi karena konsumen program KB adalah orang sehat yang memerlukan konsumsi segar, menarik dan harus terkesan “baru”. Karena itu siapapun yang memegang manajemen Program KB perlu menyadari sungguh-sungguh bahwa manajemen itu harus selalu sadar bahwa kegiatannya “harus” selalu “baru”. Karena itu “image” baru itu beberapa bulan terakhir diperkenalkan ulang oleh Kepala BKKBN dr. Hasto Wardoyo melalui logo baru yang memberi kesan Mileneal. Kesan itu harus segera diikuti secara kompak seluruh jajaran sehingga seluruh “body” dan “soul”-nya cocok dengan paparan logo yang diperkenalkan, tidak bertentangan atau sama saja dengan kondisi lama.

Lebih menarik kalau “logo baru” itu menawarkan produk untuk anak muda, misalnya sasaran utamanya adalah anak muda belum nikah dan siap bekerja, karena sebagian besar dari generasi muda Mileneal adalah anak muda yang mengelu-elukan “logo baru” dengan komoditas kebutuhan mereka, yaitu “pendidikan tinggi” dengan “Kampus Merdeka”, ”kuliah Merdeka”, sebagai modal anak muda kuliah dengan lebih santai menurut pilihan dan bisa selesai sesuai dengan keinginannya. Kalau mau cepat bisa, mau lambat juga bisa sesuai cita-cita dan irama yang ingin di tempuhnya. Mau pindah-pindah perguruan tinggi juga bisa dan mau kuliah pagi, sore atau malam juga bisa.

Atau pilihan berikutnya yaitu bekerja yang menjamin kehidupan merdeka karena memperoleh penghasilan yang memadai. Kebutuhan kerja bagi anak muda itu akan mendorong motivasi anak muda untuk belajar merdeka tetapi dengan target karena harus berakhir yang membawa anak-anak muda melepaskan diri dari pengangguran yang membawa kesengsaraan. Konsep-konsep Merdeka dengan target itu harus menjadi “garapan” program KB yang kelihatan “merdeka” tetapi tetap berjalan sesuai visi dan misi yang jelas dan terukur. Inovasi tanpa henti dengan target menolong anak muda mendapatkan pegangan yang dirasa cocok dengan budaya modern yang dianutnya.

Haryono SuyonoComment