Panen Jagung di Kebun Almarhumah Ibu Astuty di Loji
Pagi-pagi ini hari Sabtu, diiringi hujan rintik-rintik Kakek Haryono diiringi anak-anak Mas Fajar Wiryono dengan cucu-cucu Lila dan Ocha, Mas Rudi dan Rina diantar sopir Bibit berangkat ke Sukabumi menuju ke “Istana Loji”. Dalam suasana rintik-rintik itu ternyata jalan menuju Sukabumi sudah ramai karena hari ini hari Sabtu sehingga banyak yang merasa bosan “tetap tinggal” di rumah dan ingin merasakan hawa dingin di Puncak atau menuju ke Bogor dan Bandung. Perjalanan biarpun hujan rintik tetap lancar dan menyenangkan karena dua cucu Lila dan Ocha telah siap dengan makanan kecil yang dibeli di toko yang terletak tidak jauh dari rumah di Perdatam.
Perjalanan lewat jalan Tol sampai di daerah Sukabumi dilanjutkan dengan jalan berliku menuju Loji yang terletak agak di ketinggian yang berhawa dingin. Sampai di tempat ada sepasang suami istri yang biasa berjaga dan memelihara Gedung peninggalan Ibu Astuty dengan Kebun Jagung dan sayur yang berlimpah ruah di belakang gedung menyambut dengan senyum dan keterangan bahwa Gedung akan dipakai oleh rombongan Dinas dari Jawa Barat yang akan mengadakan Pertemuan PAUD untuk wilayah Jawa Barat. Karena itu kita tidak menuju Gedung tetapi langsung menuju belakang ke Kebun untuk langsung panen Jagung di Kebun yang menanamnya dibagi dalam beberapa kelompok yang menanam jagungnya dalam waktu berbeda sekitar satu bulan. Penanaman dalam waktu berbeda itu di maksud agar setiap bulan bisa panen karena setiap kelompok akan panen berbeda waktu sesuai waktu di tanamnya.
Segera mas Rudi, mas Fajar dan Bibit ditemani oleh Pak Sumitra, penjaga dan kawannya panen jagung sekitar 160 kg segera di masukkan dalam mobil untuk dibawa dan dijual di Jakarta. Seperti dua bulan lalu, penjualan akan dilakukan dengan sistem on line kepada sahabat dan teman yang akan menggunakannya untuk selingan makanan kota sebagai jagung rebus atau untuk bahan masak sayur bagi yang dirasa masih muda. Suatu kesempatan bagi sahabat dan teman, dalam keadaan Pandemi, tidak perlu ke pasar atau ke Desa untuk panen jagung sendiri.
Ibu dr Rina, anak kami terkecil yang lebih suka masak dengan hobi sebagai dokter, rupanya telah siap dengan hidangan makan siang terdiri dari nasi, ayam goreng, tempe, tahu, ikan dan lainnya, termasuk tambahan makanan khas yang di masak oleh pembantu di Loji untuk beramai-ramai seperti orang sedang wisata piknik makan di “saung” yang telah di bangun atas perintah Ibunda Astuty yang setiap minggu satu atau dua kali selalu berkunjung ke Gedung yang dicintainya melihat dan memetik tanaman sayur yang kelihatan melimpah tetapi sesungguhnya “ongkos menanam sayur” itu jauh lebih tinggi dibanding “harga sayur” yang di petik. Tetapi dengan penuh kebanggaan sayur itu selalu di masak sebagai “hasil pertanian” binaannya, suatu kebanggaan yang sekarang terasa sangat “sepi” karena beliau tidak sempat lagi mengawalnya dan kita “tidak lagi” bisa mendengar kebanggaannya karena terlebih dulu dipanggil oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Semoga beliau tetap bahagia karena suami dan anak cucunya melanjutkan pemeliharaa Kebun yang dibuatnya. Beliau secara rajin mengumpulkan honor Seminar suaminya untuk membeli loji dan Kebun yang sekarang tetap marak karena dipelihara dengan baik atas “komando” mas Rudi dan mas Fajar yang memeliharanya bersama petani dari loji. Di samping melanjutkan memelihara PAUD yang dikembangkannya dan tetap di kelola dengan baik.
Siang itu secara kebetulan anak-anak penghuni Loji sampai tahun 1990-an merasa rindu dan berkunjung ke bekas tempat tinggal lamanya. Mereka sekarang sudah sama tuanya dan merasa senang karena “lojinya” dipelihara dan Kebunnya tetap di tanami dengan baik.
Akhirnya kita dengan lahap makan siang di dalam “saung”, bangunan di tengah Kebun Jagung yang mengasyikkan sambil berdoa dan mengenang Ibu Astuty yang meninggalkan kenangan yang sangat indah, menghibur anak cucunya seakan semuanya tersedia dengan nyaman. Semoga arwah beliau merasa nyaman dan bahagia di sisi-Nya. Aamiin YRA.