Kertas dari Kotoran Gajah
Catatan Aam Bastaman
Sewaktu Prof. Gunter Pauli di Jakarta, saya sempat diberi sebuah buku catatan kecil (notes). Ia dengan bangga mengatakan “kertas ini terbuat dari batu!”. Ia bilang hasil dari suatu proses inovasi yang tidak pernah dibayangkan orang, bahwa kertas bisa dibuat dari batu. Jika ini bisa dibuat dalam skala besar berapa banyak pohon-pohon dan hutan-hutan bisa diselamatkan? Ujarnya lagi. Ia menantang peserta seminar untuk berpikir beda, “out of the box’, berpikir yang bisa jadi kebanyakan orang akan mengatakan tidak mungkin. Sampai sekarang buku catatan kecil tersebut (tidak terlalu tebal) seukuran saku baju, masih saya simpan.
Beberapa hari yang lalu, saya mendapat video dari grup WA sahabat Haryono Suyono mengenai seorang Thusitha Ranasinghe asal Sri Lanka yang telah berinovasi membuat kertas dari kotoran gajah. Ini luar biasa.
Kemudian saya “searching” di internet mengenai inovator asal Sri Lanka tersebut. Sekurang-kurangnya ada lima situs yang yang membahas produksi kertas terbuat dari bahan kotoran gajah tersebut. diantaranya ialah opoyi.com, i-believe.org, dan davidsouthconsultng.com. Ketiga situs tersebut membahas kotoran gajah yang kaya fiber itu digunakan sebagai bahan pembuatan kertas. Tentu saja juga cerita tentang kreaatifitas Thusitha. Kertas secara tradisional umumnya menggunakan bahan mentah kayu pepohonan sebagai bahan baku utama. Padahal dunia saat ini dihadapkan berbagai bencana, seperti terjadinya pemanasan global, diantaranya adalah akibat penggundulan hutan (deforestasi) yang sangat massif, terutama di Negara-negara berkembang.
Sekitar 50% dari hutan dunia suah rusak atau dirusak untuk kepentingan ekonomi, dan sekitar 80% dari sisa hutan yang ada dalam kondisi yang terancam rusak. Apalagi data menunjukkan sekitar 15 milyar pohon ditebang setiap tahunnya. 40% dari pohon-pohon yang ditebang tersebut digunakan sebagai bahan baku kertas.
Jadi cerita mengenai Thursitha Ranasinghe merupakan hal yang sangat melegakan bagi mereka yang peduli lingkungan hidup.
Bayangkan dari 12 gajah dapat menghasilkan kotoran sebanyak 1 ton per hari. Dari jumlah kotoran itu dapat menghasilkan sekitar 50 juta lembar kertas per tahun. Kertas yang aman dan berkualitas pula. Tidak kalah dengan kertas yang terbuat dari pohon.
Thursitha Ranasinghe mendirikan Eco Maximus. Perusahaan yang bergerak dalam pembuatan kertas yang berbahan baku dari kotoran gajah. Semula ia hanya memiliki 7 karyawan, umumnya wanita, kini ia mempekerjakan sudah lebih dari 80 karyawan. Tentu berkepentingan dengan kelangsungan hidup gajah. Sehingga aktifitas lainnya adalah pelestarian gajah Sri lanka. Apalagi populasi gajah di Sri lanka merosot tajam, akibat perburuan liar. Rata-rata sekitar 240 gajah terbunuh akibat perburuan liar setiap tahunnya. Saat ini terdapat sekitar 3.000 ekor gajah di Sri Lanka, merosot tajam dari tahun-tahun sebelumnya. Diperkirakan pada tahun 1800 an di Sri Lanka sempat hidup sekitar 18.000 gajah.
Biasanya kotoran gajah dimanfaatkan untuk pupuk atau bahan bakar untuk memasak. Kemudian lebih maju lagi sebagai bahan biogas untuk pembuatan listrik atau untuk memasak. Namun Thusitha memanfaatkan kotoran gajah lebih maju lagi, sebagai bahan pembuatan kertas.
Produk kertas kotoran gajah Sri Lanka kini diekspor ke lebih dari 30 negara. Ini merupakan sebuah contoh inisiatif Ekonomi Biru yang selalau ditantang Pak Gunter Pauli. Inovasi untuk memajukan ekonomi namun lingkungan hidup tetap terjaga.
Tentu saja pintu inovasi masih terbuka lebar, untuk kemajuan dan kesejahteraan umat manusia secara berkelanjutan.
Aam Bastaman – Lektor Kepala di Univ. Trilogi.
Foto-foto: Istimewa (sumber open access).