Estafet Sistem Perbukuan dari Presiden Soeharto ke Presiden Jokowi
Catatan: Aam Bastaman
Tantangan dunia perbukuan nasional, rendahnya minat baca dan kemampuan menulis masyarakat telah menjadi perhatian Presiden Soeharto sejak lama. Terbukti saat meresmikan Gedung Perpustakaan Nasional di Jalan Salemba Raya No. 28 A Jakarta Pusat pada tanggal 11 Maret 1989, Presiden Soeharto mengatakan, “masa depan kita itu tidak terlalu jauh dari sekarang. Kalau mulai kini kita tidak membekali anak-anak kita dengan ilmu pengetahuan, mereka kelak akan tertinggal jauh dari kemajuan. Sarana penting untuk memperoleh ilmu pengetahuan itu adalah buku”.
Banyak kalangan melihat bahwa Pak Harto juga memiliki kemampuan “membaca” masa depan, pada saat peresmian gedung Perpustakaan Nasional tersebut, selanjutnya Pak Harto menilai dewasa ini umat manusia hidup dalam era informasi. Dari sekarang kita lebih melihat tanda-tanda yang sangat jelas, bahwa masa depan adalah masa yang dipengaruhi oleh ilmu pengetahuan dan teknologi.
Ucapan Pak Harto terbukti sekarang bagaimana kita harus cepat beradaptasi hidup dalam era ilmu pengetahuan dan teknologi. Sehingga masyarakat-pun saat ini hidup dan terlibat dalam knowledge economy, dengan kemajuan teknologi informasi yang sangat massif, yang mempengaruhi gaya hidup dan bagaimana kita berkehidupan. Selanjutnya berkaitan dengan buku dan upaya meningkatkan kebiasaan membaca, Presiden Soeharto mengatakan, “Telah tiba pula saatnya bangsa kita harus, mengembangkan semangat cinta buku dan gemar membaca, lebih-lebih bagi generasi baru bangsa kita, bagi anak-anak dan remaja bangsa kita. Untuk itu perpustakaan merupakan salah satu jawabannya”.
Pada tanggal 6 Maret 1989 sebelumnya, terdapat momentum penting, yaitu ditetapkannya secara kelembagaan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia berdasarkan Keputusan
Presiden nomor 11 tahun 1989 tentang Perpustakaan Nasional. Perpustakaan Nasional, yang dibentuk dengan Keputusan Presiden ini adalah Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden.
Selanjutnya terjadi estafet mengenai perhatian yang besar Kepala Negara terhadap Perpusnas, termasuk dunia literasi baca tulis. Pada 1 November 2007, di era Presiden Joko Widodo, telah disahkan Undang-undang Nomor 43 tahun 2007 tentang Perpustakaan. Disebutkan bahwa Perpustakaan Nasional adalah lembaga pemerintah non departemen (LPND) yang melaksanakan tugas pemerintahan dalam bidang perpustakaan yang berfungsi sebagai perpustakaan pembina, perpustakaan rujukan, perpustakaan deposit, perpustakaan penelitian, perpustakaan pelestarian, dan pusat jejaring perpustakaan, serta berkedudukan di ibukota negara.
Kemudian, dukungan pemeritah terus mengalir, sebagai wujud komitmen terhadap pengembangan perbukuan dan minat baca, pada 14 September 2017, dilakukan peresmian Gedung Layanan Perpustakaan Nasional di Jalan Medan Merdeka Selatan no. 11 Jakarta oleh Presiden Joko Widodo. Gedung Perpustakaan Nasional baru ini berdiri dengan 27 lantai, dan merupakan perpustakaan tertinggi di dunia. Terdapat estafet atau kesinambungan mengenenai perhatian Kepala Negara terhadap peran perpustakaan nasional dalam upaya mencerdaskan bangsa.
Presiden Joko Widodo mengatakan. "Saya perlu mengingatkan kepada kita semuanya bahwa masa depan Perpusnas itu artinya bagaimana kita meningkatkan minat baca kepada anak-anak kita, kepada generasi Y, kepada generasi Z yang mempunyai pola pikir dan perilaku jauh berbeda dengan generasi-generasi sebelumnya, generasi-generasi kita.Mereka sekarang lebih senang baca tulisan atau baca berita di smartphone atau di tablet".
Selanjutnya Pak Jokowi menekankan, "Saya ingatkan juga kepada Perpusnas Republik Indonesia jangan cepat merasa puas dengan peresmian ini karena yang namanya digital, yang namanya destructive innovation itu perkembangannya setiap saat, setiap jam, setiap menit, setiap detik selalu berkembang, selalu ada perubahan. Perhatikan dan pelajari bagaimana orang mengkonsumsi buku, mengkonsumsi tulisan, lalu sesuaikan dengan layanan Perpusnas dengan trend-trend terbaru yang ada".
Lebih jauh perhatian pemerintah dan DPR dalam rangka pengembangan perbukuan nasional telah ditunjukan dengan telah disahkannya UU sistem perbukuan dengan ditandatanganinya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2017 Tentang Sistem Perbukuan, pada tanggal 24 Mei 2017 oleh Presiden Joko Widodo, bersama DPR. Meskipun pada awalnya proses pembuatan undang-undang tersebut berjalan alot dan membutuhkan waktu cukup lama, karena banyak pihak di pemerintahan maupun parlemen yang kurang memahami, atau semula kurang memiliki komitmen terhadap sistem perbukuan. Setidaknya kini payung hukum untuk pengembangan perbukuan nasional sudah terbentuk.
Buku, media digital dan Perpusnas menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam membangun budaya literasi baca tulis. Untuk itu dari Pak Harto sampai Pak Jokowi telah memberikan perhatian yang pantas pada dunia perbukuan nasional sebagai jendela ilmu pengetahuan. Semoga kesinambungan perhatian Kepala Negara yang besar ini bisa memicu secara cepat pertumbuhan minat baca, dan pengembangan perbukuan nasional menjadi lebih bergairah lagi, dalam rangka mencerdaskan bangsa. Bagaimanapun buku, baik cetak/digital dan kebiasaan membaca buku adalah investasi masa depan bangsa.
(Aam Bastaman, Sekjen Afiliasi Penerbit Perguruan Tinggi Indonesia/APPTI).
Sumber: www.perpusnas.go.id
Wikipedia (Perpusnas: Diakses 2 Januari 2020)
Foto: Istimewa